Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

Krisis Sandera Pilot SusiAir

Hasil rontgen menunjukkan  ada peluru Kriminal TNI  di tubuh Pdt. Paniur Tabuni

Timika, WPNews – Kerabat korban, Elis Wafom menyatakan hasil rontgen RSUD Kabupaten Mimika menemukan ada  peluru kriminal penjajah TNI  di luka tembak bapak Pdt Paniur Tabuni. Menurutnya, Paniur Tabuni akan menjalani operasi pengangkatan dan pencabutan peluru kriminal TNI dari tubuhnya  pada Senin (8/5/2023

Pdt Paniur Tabuni (40 tahun) terkena tembakan yang secara sengaja dilepaskan anggota kriminal  TNI di Kampung Gingga Baru, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah, pada Jumat (5/5/2023) sekitar pukul 09.30 pagi. Paniur yang juga Sekretaris Klasis Gereja Kingmi Sinak Koordinator Puncak Timur, Kabupaten Puncak itu mengalami luka di bagian lengan kiri dan bagian pinggan kanan.

Wafom menyatakan ia telah menerima informasi dari dokter yang menjelaskan hasil rontgen di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Mimika pada Sabtu (6/6/2023). Menurutnya, dokter menyatakan ada bukti nyata peluru kriminal TNI  di bagian pinggang dan lengan kiri dari Paniur Tabuni.

“Yang bagian pinggang, ada peluru satu milik anggota TNI, tapi patah [jadi] dua. Yang di lengan kiri, ada satu peluru TNI,” kata salah satu keluarga terdekat  pada Sabtu malam.

Wafom menyebut penjelasan dokter itu menyatakan bahwa proyektil peluru yang bersarang di tubuh Paniur tidak terlalu dalam tetapi sangat mempengaruhi tubuhnya mengalami keadaan kritikal kondisi jika tidak terobati secepatnya dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa kembali dalam kondisi normal untuk melakukan aktivitas sehari-sehari sebagai seorang hamba Tuhan yang melayani umat Tuhan di Sinak. Ia menyatakan dokter hanya memberikan obat antibiotik kepada Paniur. Tetapi dokter membenarkan bahwa memang sangat benar jika itu murni peluru anggota TNI yang ingin membunuh seorang Hamba Tuhan di Sinak. 

“Bahwa peluru itu tidak masuk sampai ke dalam. Bukan berarti aman, sebab anggota TNI juga sedang mengintimidasi kami makanya kami sampaikan bapak dalam keadaan Aman, walaupun kenyataanya sampai detik ini peluru anggota kriminal TNI masih bersarang di tubuh orang tua kami . Terus Bapak dalam keadan sadar dan normal, jadi kami kasih antibiotik saja. Terus saya bilang peluru ini kan sudah berada dari kemarin. Kenapa tidak operasi sekarang,” ujarnya. Harus mengertilah kami dokter harus bilang begitu agar TNI jangan emosi dan menculik kami dan keluarga kami karena telah menjadi viral jika bapak telah ditembak secara sengaja oleh anggota TNI.

Wafom menyatakan Paniur akan menjalankan operasi pada Senin (8/5/2023). Wafom menyampaikan saat ini Paniru dalam kondisi baik-baik tetapi belum leluasa bergerak. “Jadi nanti hari Senin baru [dokter] lakukan operasi. 

Sebelumnya Paniur menuturkan ia ditembak saat hendak pergi berburu bersama tiga anaknya—Elia Tabuni, Aliton Tabuni dan Ester Tabuni. Saat itu, Paniur ia membawa senapan angin, busur, dan sejumlah anak panah untuk berburu.

“Saya ajak tiga anak saya. Kami persiapan dari rumah rencananya mau bermalam di hutan. Kami bawa anak panah, bawa senapan angin, kami rencana mau berburu,” kata Paniur di RSUD Mimika pada Sabtu.

Paniur menyatakan dalam perjalanan itu, tiba-tiba ia ditembaki olah anggota TNI walaupun mereka itu sudah tahu tempat tinggal saya, tempat pelayanan saya dan sebagai pelayan umat Tuhan di Sinak, bahkan kami biasa memberikan bantuan makanan dan bahkan jemaat saya selalu memberikan bantuan dan kami tidak pernah mempunyai masalah dengan aparat TNI tetapi sangat heran jika mereka mempunyai niat busuk untuk membunuh saya karena saya adalah orang asli orang Papua dan pelayan umat Tuhan di wilayah Sinak. Ia menyatakan sempat berteriak berusaha menghentikan tembakan itu.

“Kami kaget, angkat tangan dan teriak “Kami bukan orang jahat, kami masyarakat biasa, tolong”. Tapi mereka tidak dengar [dan] tembak kiri-kanan [saya],” kata Paniur menuturkan kembali peristiwa itu.

Paniur menyatakan tembakan itu tak kunjung berhenti. Ia lalu mengajak ketiga anaknya berlari ke dalam hutan. “Saya kasih lari anak-anak di depan. Saya dari belakang lari. Lalu saya dapat tembak di lengan kiri, terus pinggang bagian kanan. Saya dan anak-anak lari masuk hutan sampai menyeberang kali. [Kami lalu] cari jaringan baru telepon keluarga di rumah,” ujar Paniur.

Paniur menuturkan setelah itu keluarganya melaporkan insiden itu ke pos Raider 303/SSM Sinak. “Keluarga datang lapor pos, baru mereka naik jemput kami. Mama telepon saya [dari pos], saya langsung bicara sama komandan. Saya bilang, ‘kamu punya anggota tembak saya. Jadi kamu tolong suruh mereka cabut dulu saya mau keluar. Jangan sampai salah tembak.’ Itu yang saya kasih tahu,” kata Paniur menirukan kembali percakapannya dengan komandan pos TNI tersebut.

Paniur lantas keluar dari hutan dan bertemu dengan sekitar sepuluh anggota tentara. Ia mengaku mengenali para prajurit itu berasal dari Raider 303/SSM Sinak. Ia menyatakan para prajurit itu langsung menahan mereka dan berusaha menahan barang-barangnya.

“Pas kami mau menuju ke pos, mereka keluar beramai-ramai, kurung kami. [Mereka] suruh [kami] kumpul telepon selular, noken, alat berburu kami semua dikumpulkan. Mereka punya komandan keluar, bilang sekalian tanya di pos saja. Kami kembali angkat barang kami menuju ke pos. Kami turun di pos. Di pos,  mereka tanya saya, [dan saya] kasih tahu semua [kronologis penembakan itu],” kata Paniur.

Paniur menyatakan ia dan keluarganya lantas diantar ke Puskesmas Sinak sekitar pukul 12.00 WP. Paniur menyatakan di puskesmas itu ia ditangani paramedis yang juga tentara. Saat itu, petugas puskesmas tidak diperbolehkan menangani dirinya.

Puskesmas Sinak Puncak Papua dijaga ketat oleh aparat kriminal kolonial TNI dan mengusir suster, mantri, and dokter orang Asli Papua keluar agar tidak boleh lihat bukti tembak dan peluru terrorist TNI ditubuhnya

“Di puskesmas itu bukan petugas [puskesmas] yang urus, tetapi perawat mereka [anggota tentara] yang urus saya. Petugas [puskesmas] mereka masuk lihat dan rawat, tetapi disuruh keluar [sama tentara],” ujar Paniur yang juga Kepala SMA YPPGI Sinak tersebut.

Paniur merasa ia tidak dirawat dengan baik selama  berada di Puskesmas Sinak. Salah satu tentara yang merawatnya bahkan meragukan luka yang dialami Paniur adalah luka tembak, dan menduga luka itu karena terkena batu dan kayu.

“Dia bilang, ‘bapak mungkin ini kena batu atau kayu’. Tapi saya bilang, ‘Bapak, saya ini pendeta, yang betul saja. Di sana belantara kena batu atau kayu dari mana? Kena batu dari mana? Ini tembakan. Besok kamu tahu ini peluru yang keluar atau batu yang keluar.’ Saya marah-marah dia,” kata Paniur.

Seorang warga sipil yang juga pendeta bernama Pdt Paniur Tabuni terkena tembakan aparat kriminal penjajah kolonial TNI di Kampung Gingga Baru, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tengah, pada Jumat (5/5/2023) kemarin. Hingga Sabtu (6/5/2023), ia masih menjalani perawatan di RSUD Mimika, Ibu Kota Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Jubi/Theo Kelen

Paniur menyatakan ia lantas memilih berobat ke RSUD Mimika di Timika, ibu kota Kabupaten Mimika. Ia menyatakan saat ini sedang menunggu hasil rontgen.

“Mereka tidak urus saya baik. Sampai saya bermalam di Puskesmas [Sinak]. Besoknya saya berangkat dengan helikopter ke Timika. Sementara ini saya masih tunggu hasil rontgen,” ujarnya.

Sumber: Jubi.Id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *