Kenang Tragedi Arakundoe, Suara Diaspora Aceh di Denmark Melawan Lupa Kejahatan Penjajah Indonesia di Aceh

Click here to display content from YouTube.
Learn more in YouTube’s privacy policy.

Kenang Tragedi Arakundoe yang dilakukan oleh negara teroris penjajah Indonesia di Aceh. Suara Diaspora Aceh di Denmark dan bersolidaritas dengan perjuangan bangsa Papua, Maluku.

ASNLF  Denmark  Memperingati 26 Tahun Tragedi Arakundo Idi Cut, Pembantaian Hingga Mayat Dibuang Ke Sungai pada hari Senin,  3 February 2025 di Denmark.

TRAGEDI ARAKUNDO –  Tragedi Idi Cut atau juga dikenal dengan Tragedi Arakundo terjadi di Simpang Kuala, Kecamatan Idi Cut, Kabupaten Aceh Timur. Tepatnya, Rabu dini hari, 3 Februari 1999, persis di depan Markas Komandan Rayon Militer (Koramil) dan Kantor Polisi Sektor (Polsek) setempat. 

3 Februari 1999 lalu, ada banyak darah segar dari rakyat sipil yang bercucuran akibat tragedi pembantaian yang dilakukan oleh aparat kolonial kriminal TNI/Brimob yang telah diperintahkan pemerintah negara penjajah Indonesia yang sangat rakus dan membantai rakyat Aceh  yang terjadi di kawasan Idi Cut, Aceh Timur 26 tahun yang lalu. 

Namun, sebelum kebrutalan TNI pada  hari Selasa, 2 Februari 1999, warga Desa Matang Ulim, Idi Cut, Kecamatan Darul Aman, Aceh Timur, bergotong royong untuk menyiapkan pentas kegiatan, sebuah dakwah agama akan digelar di lapangan Idi Cut. Sekitar pukul 16.00 WIB tiba-tiba didatangi  beberapa anggota kolonial  tentara dengan membawa senjata laras panjang sambil mengintimidasi dan menakut-nakuti rakyat Aceh. Saksi mata yang melihat langsung kehadiran aparat penjajah kriminal TNI yang telah ditugaskan  langsung oleh Koramil setempat untuk membantai rakyat Aceh tanpa peri kemanusiaan.

Aparat kriminal militer kolonial TNI  langsung mengobrak-abrik pentas yang sedang dikerjakan serta menganiaya beberapa orang yang pada saat itu berdiri di sekitar tempat pembuatan pentas. Nama-nama korban pemukulan adalah Rusli, Zakaria, Bahrum, Muhammad balia, Jasmin, Martunis, Syukri, Usman, Saiful, Mukhlis, dan M. Nasir. Mereka semuanya berumur antara 15 sampai 27 tahun sekaligus seorang bayi berumur 3 tahun. Namun kericuhan itu mampu ditenangkan oleh masyarakat disana.

Dokumentasi oleh beberapa media lokal yang bersimpati dengan kekerasan dan kemanusiaan yang sedang terjadi di Aceh sebab rakyat Aceh menuntut kemerdekaan dan penentuan nasib sendiri yang merdeka dari penjajahan kolonialisme Indonesia di Aceh. Mendokumentasikan Saban hari, semakin ramai saja pengunjung yang mendatangi jembatan Arakundoe sebab, di lokasi inilah gencar dilakukan pencarian mayat korban Insiden Idi Cut, Aceh Timur, yang setelah dibantai dibuang ke sungai Lokasi ini terpaut 23 kilometer dari tempat kejadian sehari sebelumnya diperkirakan 7.000 warga memadati jembatan yang dan sementara kebanyakan tubuh mereka masih berlumur darah pada waktu itu.  

Untuk memperingati peristiwa 26 tahun “Arakundoe Berdarah”, maka para pejuang kemerdekaan bangsa Aceh di tanah perantauan Denmark yang tergabung dalam organisasi ASNLF di Denmark menyampaikan pernyataan sikap atas “tragedi Idi Cut”, yang sampai saat ini belum mendapatkan keadilan dari pemerintah penjajah kolonial Indonesia atas wilayah jajahan Aceh. Waktu itu hanya ditemukan 7 jenazah  yang sudah dikuburkan dan ada 56 orang asli Aceh yang dipenjarakan tanpa proses hukum yang jelas. TNI/Brimob  main tangkap sembarangan. 

ASNLF di Denmark juga menyampaikan umur panjang perjuangan solidaritas dengan kawan-kawan bangsa Maluku dan bangsa Papua melawan penjajahan kolonialisme Indonesia di atas wilayah Aceh, Maluku dan Papua adalah musuh bersama kita. Sudah saatnya bangsa Aceh, Papua, dan Maluku bersatu padu melawan mengusir penjajahan kolonialisme Indonesia dari seluruh tanah Papua, Aceh dan Maluku.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *