Makanan Bergizi Gratis: Mengabaikan Akar Masalah Tuntutan Kemerdekaan Papua dari Penjajahan Kolonialisme Indonesia di Papua

WPNews.Org – Dalam visi dan misi pemerintahan Presiden Prabowo – Gibran, salah satu program yang dicanangkan adalah penyediaan makanan bergizi beracun tetapi gratis (MBG) di seluruh Indonesia. Namun, program ini perlu dikritisi, khususnya dalam konteks Papua sebagai wilayah kolonialisme dan penjajahan Indonesia di Papua Barat yang selalu disembunyikan oleh pemerintah kolonial NKRI. Pendekatan pemberian makanan bergizi gratis beracun hanyalah gula-gula politik penjajah Indonesia di Papua  ini tampaknya mengabaikan tuntutan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua yang telah merdeka tetapi telah dirampok paksa oleh kolonial Indonesia sejak illegal aneksasi Indonesia di Papua. Sementara dalam dimensi sosial, budaya, dan ekonomi yang lebih mendalam yang mempengaruhi masyarakat masih dieksploitasi oleh kolonial Indonesia yang berkerjasama dengan pihak investors asing . Ada beberapa alasan mengapa program ini dapat dianggap mengabaikan akar masalah yang lebih besar, terutama dalam konteks Papua yang kaya akan resources, ecocida, pemusnahan ras kulit hitam dengan beberapa keberagaman budaya, kejahatan penjajah Indonesia membalikan dan sekaligus memberikan (makanan dan minuman) ke setiap perempuan asli Papua agar tidak bisa mengandung sama-sekali jadi kandungan mereka dihancurkan secara perang biologi dan zat cairan kimia sudah 30 tahun lebih telah dijalankan secara diam-diam lewat aliran kesehatan Gereja, Ikatan organisasi, Puskesmas, Rumah Sakit Umum, serta Rumah Sakit Swasta telah dibayar lunas untuk menjalankan pembasmian orang kulit hitam dan berambut keriting seluruh wilayah Papua. Agar pertumbuhan dan perkembangan orang asli Papua musnah tanpa menggunakan senjata untuk menghabisi orang asli Papua.

1. Ketimpangan dalam Distribusi Program

Pemerataan distribusi makanan bergizi gratis di Papua tampaknya tidak adil. Karena biaya makanan sangat mahal 50 kali lipat dengan harga bahan makanan di seluruh Indonesia karena Papua adalah bagian dari penjajahan maka segala peraturan, biaya bahan pangan, minyak, penerbangan, pembangunan harganya mencekik leher dan banyak anak-anak Papua yang keluar sekolah sebab bagian dari proyek khusus proyek kolonialisme di Papua. Sama seperti penjajahan bangsa pilihan Tuhan Israel jago rampas tanah penduduk pribumi Palestina, perkosa setiap anak-anak gadis Palestina dan membunuh setiap bayi-bayi yang baru lahir dengan rockets and bombs-bombs di seluruh rumah-rumah masyarakat biasa, itulah kelebihan bangsa pilihan Tuhan jadi punya hak mencabut nyawa anak-anak Palestina yang juga merupakan gambar dari Allah pencipta itu sendiri.    

Sementara seluruh daerah di Papua, termasuk yang memiliki tingkat keterisolasian tinggi, sebab bangsa kolonial dengan sadar tahu bahwa Papua itu wilayah penjajahan dan exploitasi jadi tidak boleh memajukan, membangun Papua dengan kesadaran kemanusiaan dan hak asasi Manusia, sehingga pemerintah kolonial Indonesia tidak akan pernah membangun Papua. menunjukkan ketidakpuasan terhadap program ini. Orang asli Papua hanya butuh Indonesia segera angkat kaki dari seluruh wilayah Papua, pendidikan gratis dari tingkat kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. 

Maka seluruh pelajar Papua hanya menuntut pendidikan gratis, kesehatan gratis dan Indonesia segera mengakui kedaulatan bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri dari penjajahan kolonialisme Indonesia.  Sementara makanan bergizi menurut pemerintah kolonial Indonesia adalah nasi, supermi yang ditangani langsung oleh aparat kriminal teroris TNI/POLRI melalui kawalan ketat dengan moncong senjata dikoordinasi langsung oleh Kapolda Papua dan Pangdam Papua untuk memaksakan setiap anak asli Papua untuk makan tanpa suka atau tidak suka dibawah ancaman senjata. Itulah metode terbaik mantan penjahat kemanusian Prabowo Subianto democracy. Anak-anak pelajar orang asli Papua sangat sadar bahwa Papua masih dan sedang dijajah oleh bangsa binatang dan biadab kolonial Indonesia ditanah Papua.   Hal ini menunjukkan kesadaran orang asli Papua akan pentingnya pendidikan gratis, kesehatan gratis   sebagai hak dasar yang harus diperoleh, yang seharusnya menjadi perhatian utama bagi pemerintah kolonialisme Indonesia diseluruh wilayah jajahan Papua, Maluku dan Aceh. 

2. Ketergantungan pada Bantuan Eksternal

Program MBG berisiko menciptakan ketergantungan jangka panjang terhadap bantuan makanan memiliki zat kimia beracun untuk membunuh sel-sel tubuh anak-anak pelajar asli Papua agar cepat mati dan tidak berumur panjang itu adalah program khusus pemerintah di bawah kepemimpinan presiden kriminal penjahat perang Prabowo Subianto dalam aspek eksternal. Pemerintahan kolonial Indonesia tidak pernah punya niat yang sangat baik untuk membangun kemandirian masyarakat Papua dalam memenuhi kebutuhan gizi rakyat Papua yang berpola makanan asli Papua yang sangat natural sesuai dengan ekosistem tanaman di wilayah setempat sekaligus meningkatkan inkam pendapatan dari hasil kebun mereka. Anehnya dengan unsur kesengajaan pemerintah kolonial pemerintahan kepemimpinan Prabowo dan Gibran sangat meresahkan rakyat Papua dan rakyat Papua sangat merasa terancam dan trauma dengan menggunakan tenaga aparat keamanan di bawah todongan senjata memaksa anak-anak siswa, pelajar asli orang Papua yang dipaksakan untuk makanan yang sangat tidak bergizi tetapi beracun yang mematikan serta menganaskan. 

Upaya sangat dipaksakan dan di dorong oleh lahan kepentingan kolonial program di Papua agar bisa menghambat upaya pemberdayaan lokal orang asli Papua mati kelaparan dan bergantungan dengan makanan racun gratis pemberian kolonial Indonesia, dengan harapan orang asli Papua tidak boleh melakukan usaha membuka lahan kebun dengan hasil keringat sendiri tanpa bahan kimia tetapi selalu menjadi makanan asli untuk memudahkan orang asli Papua untuk memperolehnya tanpa terkontaminasi dengan pestisida atau zat kimia didalam makanan tersebut . Jika masyarakat terus bergantung pada bantuan tanpa adanya pendidikan dan peningkatan kapasitas, orang asli Papua  tidak akan belajar untuk mengelola kebutuhan gizi secara mandiri. Ini justru ada unsur kesengajaan dan pembiaraan yang dilakukan oleh kolonial pemerintah bangsa biadab Indonesia sejak aneksasi Papua 1963 sampai sekarang ini dengan misi mulia adalah memperburuk masalah kemiskinan dan ketergantungan sosial yang sudah ada. Murni operasi penjajah kolonial Indonesia untuk membasmi rakyat Papua secara halus dan tercium ke komunitas Internasional tentang genosida di Papua secara diam-diam. 

3. Membunuh Pola Makan  Tradisional Rakyat Papua di wilayah Pegunungan dan wilayah Pesisir 

Masyarakat Papua memiliki pola makan yang sangat berhubungan erat  dengan budaya mereka, seperti konsumsi ubi (erom),  ikan, sagu, dan sayuran lokal. Makanan bergizi yang diberikan melalui program ini sangat bertolak berlakang sebab tujuan utama penjajah kolonial Indonesia untuk memusnahkan ras kulit hitam orang asli Papua dari belahan dunia ini tidak boleh lagi ada orang Papua terutama wilayah pegunungan Tengah yang selalu menuntut kemerdekaan Papua dari penjajahan bangsa bintang NKRI serta saudara-saudara pesisir untuk menggantikan pola makanan asli orang Papua dengan makan gratis racun Indonesia. Alasannya ketika orang asli Papua lupa makanan asli mereka maka daya tahan tubuh imunisasi sistem sangat-sangat lemah sehingga mudah mati kalau hanya dapat sakit dalam bentuk kecil. Program pemusnahan ini sedang dilakukan oleh bangsa pilihan Tuhan Israel agar tiap perempuan Palestina tidak boleh melahirkan atau mengandung lagi. Sehingga pemerintah Indonesia sangat licik menggunakan segala cara untuk membunuh orang asli Papua. Maka itu penting sekali pemerintah kolonial Indonesia untuk menerapkan dan mengartikan makanan asli orang Papua dengan makanan racun yang telah disiapkan oleh pemerintah Indonesia supaya kasih makanan ke anak-anak pelajar Papua untuk selalu membenci makanan asli mereka digantikan dengan makanan racun bergizi yang telah disiapkan oleh bangsa biadab Indonesia untuk membantai orang asli Papua tanpa menggunakan senjata.Itulah visi and missi bangsa Indonesia di Papua . 

Ketidaksesuaian ini berisiko menyebabkan penolakan terhadap makanan yang disalurkan, atau setidaknya, membuat masyarakat merasa tidak nyaman dengan rasa dan cara penyajian makanan tersebut. Ini juga menunjukkan bahwa program ini kurang memahami pentingnya mempertahankan budaya pangan lokal yang sudah ada dan menguntungkan kepentingan penjajahan kolonialisme Indonesia di Papua. 

4. Ketidaksesuaian Sistem Pangan Tradisional dan Modern

Sistem pangan tradisional di Papua sangat bergantung pada sumber daya lokal, seperti ubi, sagu, ikan, dan hasil hutan. Namun, bantuan yang diberikan sering kali mengabaikan sistem pangan tradisional ini dan menggantikannya dengan produk yang lebih bergantung pada sistem pasokan pangan modern untuk pengadaannya membutuhkan uang yang dalam jumlah besar. Perbedaan ini dapat menyebabkan ketidakcocokan antara kebiasaan masyarakat dalam mengelola pangan dan pola makan yang disarankan oleh program kolonial beracun MBG, sehingga program adalah murni bagian dari proyek kolonialisme and penjajah Indonesia di Papua  tersebut.

5. Kesulitan Akses dan Distribusi di Wilayah Terpencil

Papua adalah wilayah yang memiliki banyak daerah terpencil dengan akses terbatas terhadap infrastruktur yang memadai. Hal ini menyebabkan distribusi makanan bergizi gratis sering kali tidak akan tercapai ke wilayah-wilayah terpencil  atau bahkan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat di daerah paling terisolasi. Masalah sosial dan budaya yang dihadapi masyarakat Papua seringkali berkaitan dengan kesulitan geografis dan aksesibilitas terhadap pelayanan dasar, termasuk layanan pangan. Program ini seharusnya mempertimbangkan kondisi geografis dan infrastruktur yang terbatas. Sebab bagi rakyat Papua tidak akan pernah percaya bangsa penjajah namanya bangsa biadab Indonesia dan segala aturan di Papua hanya bagian dari proyek kolonialisme  

Makanan Bergizi Gratis: Bukan Solusi dan Tidak Menyentuh Akar Masalah penentuan nasib sendiri untuk Papua Merdeka.

Kepentingan kolonialisme Indonesia agar  program MBG dapat memanipulasi dan menipu rakyat Papua untuk tidak boleh menuntut kemerdekaan dari penjajahan dan kolonialisme Indonesia di Papua. Sebab bangsa Indonesia telah kalah dalam perdebatan argumen illegal aneksasi Indonesia di Papua dan kewalahan bangsa biadab Indonesia melawan sepak terjang diplomasi Papua Merdeka dan ULMWP di tingkat dunia walaupun Indonesia telah bekerja sangat keras menggagalkan perjuangan dan kesatuan perjuangan Papua di Vanuatu dengan membayar beberapa NGO’s tingkat nasional dan Papua bersama kelompok ULMWP NGO’s (Markus Haluk, Otto Motte, Menase Tabuni) KNPB, Sonamapa, Front Indonesia for West Papua, Jubi Papua, Papua Post, PR3P bersatu didalam tubuh Jeda Kemanusiaan untuk menggugurkan aspirasi murni rakyat Papua untuk merdeka tetapi perundingan di dalam bingkai bangsa biadab kolonialisme Indonesia. Tetapi kerja-kerja kotor mereka telah tercium sebab program ini tidak menyelesaikan akar masalah tuntutan rakyat Papua sebab luka dalam yang telah membusuk ini yang lebih mendalam pahitnya karena kolonial Indonesia ingin sekali rakyat Papua selalu ada ketergantungan sosial, ketidaksetaraan ekonomi, dan kurangnya pemberdayaan masyarakat orang asli Papua. Intinya bahwa, akar masalah Papua bukan masalah makan atau minum tetapi hal harga diri, martabat ingin tanah Papua harus kembalikan tanah milik orang asli. Orang Papua tidak butuh makanan gratis tetapi rakyat mau makanan gratis and sekolah gratis. Pendekatan ini harus melibatkan pendidikan gizi yang tepat, pemberdayaan ekonomi lokal, serta penghargaan terhadap budaya dan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam.

Program MBG harus dilihat sebagai bagian dari paket kolonialisme program, membunuh dan menghilangkan ras bangsa black Melanesian of West Papua  solusi. Untuk menciptakan perubahan yang nyata, penting untuk memberikan pendidikan gratis, kesehatan gratis, dengan mengembangkan makanan lokal sangat penting untuk kesehatan, dan kebutuhan gizi dengan pelestarian budaya lokal setempat dan peningkatan pemberdayaan ekonomi lokal yang berkelanjutan. (*)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *