GempaR-Papua

Rayakan HUT ke-10, GempaR-Papua keluarkan 13 poin pernyataan sikap

Panggung Seni dalam rangka HUT ke-10 GempaR-Papua di Jayapura / GempaR-Papua

JAYAPURA, Westpapuanews.Org — Gerakan Mahasiswa Pemuda & Rakyat Papua [GempaR-Papua] merayakan HUT yang ke-10 [4 November 2013 – 4 November 2023] dengan mengadakan Panggung Seni di depan Tugu Universitas Cenderawasih [Uncen] Abepura Jayapura pada Sabtu [4/11/2023].

Panggung Seni tersebut diisi dengan berbagai acara seperti orasi, puisi, nyanyian. Adapun baliho dan pamflet-pamflet yang ditampilkan berisi tulisan-tulisan kritis yang bersifat advokatif terhadap masyarakat adat. 

Dalam kesempatan ini ada beberapa organisasi perlawanan hadir untuk memperingati HUT ke-10 bersama  GempaR-Papua yaitu KNPB [Komite Nasional Papua Barat], FIM-WP [Forum Independen Mahasiswa West Papua] dan SAKTPP [Solidaritas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Papua]

Salah satu orator KNPB Gerson Pigay, menyatakan sikap bahwa PEPERA dilakukan pada 1969 adalah cacat moral dan cacat hukum, sehingga harus dilakukan PEPERA/REFERENDUM ulang.

“PEPERA [yang] dilakukan pada 1969 adalah cacat moral dan cacat hukum, segera melakukan PEPERA/REFERENDUM ulang bagi Bangsa Papua,” ujar Gerson Pigai.

“Kami juga tegaskan terhadap negara kolonia Indonesia”, lanjut Gerson, “bahwa hentikan praktik diskriminasi, marginalisasi, penghisapan, eksploitasi diatas Tanah Papua”.

Salah satu anggota FIM WP menyatakan sikap bahwa Pendidikan yang diberikan Kolonialisme Indonesia menjadi gerbang penindasan, tidak demokratis, dan tidak kritis bagi Rakyat Papua.

“Maka gerakan Perjuangan di Tanah Papua harus memberikan penyadaran serta mendidik rakyat tertindas dengan pendidikan kritis dan demokratis,” tukasnya.

Sementara itu perwakilan dari SAKTPP juga menyatakan sikap mendesak Kapolres Yahukimo dan Kapolda Papua segera mengungkap pelaku pemerkosaan serta pembunuhan terhadap 2 ibu di Yahukimo.

“KOMNAS HAM RI & KOMNAS HAM PEREMPUAN Perwakilan Papua agar segera Investigasi pembunuhan terhadap 2 Ibu atas nama Ima Selepole dan Aminera Kabak,” ujarnya.

Panggung Seni tersebut diadakan guna memberikan spirit perlawanan serta mengadvokasi publik tentang kondisi rakyat Papua yang terpuruk akibat perampasan tanah adat, kekerasan militer, konflik bersenjata yang menyebabkan pengungsian, kekerasan seksual, pembunuhan dalam skala besar di atas Tanah Papua. 

Pada pukul 10.00 WP aparat Kepolisian Resor Abepura  mendatangi Panggung Seni menggunakan 1 mobil patroli yang beranggotakan 8 orang berseragam lengkap dan 1 anggota berpakaian preman dan 2 anggota intel yang menggunakan motor KLX dengan tujuan mempertanyakan aksi tersebut.

Pada momentum HUT ke-10, GempaR-Papua menyampaikan 13 poin pernyataan sikap yang disampaikan dalam acara Panggung Seni.

[1]. Kami GempaR-Papua mendukung aliansi masyarakat Suku Wouma, Uelesi, Assolokobal yang melakukan penolakan penempatan kantor Gubernur Papua Pegunungan di lahan produksi masyarakat yang seluas 108 hektar. 

[2] Kami GempaR-Papua bersama suku awyu mengutuk keras terhadap Majelis Hakim yang dipimpin Merna Cinthia  SH MH bersama hakim anggota Yusup Klemen SH dan Donny Poja SH Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jayapura memutuskan menolak gugatan masyarakat adat Suku Awyu atas izin kelayakan lingkungan PT Indo Asiana Lestari yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu atau DPMPTSP Papua. Putusan itu dibacakan dalam sidang di Kota Jayapura pada Kamis [2/11/2023].

[3]. Menolak dan Mengutuk Perampasan Tanah Adat yang terjadi di Wilayah Adat Namblong oleh PT. Permata Nusa Mandiri serta mendesak Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk segera menutup perusahaan tersebut sesuai SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No: SK.01/MENLHK/ SETJEN/ KUM.1/1/2022. Sebab PT. PNM masih secara Ilegal, merampas Hutan Adat Masyarakat Namblong seluas 70 hektar sejak Januari-Juni 2022.

[4] Kami Mendesak kepada KOMNAS HAM RI  & KOMNAS PEREMPUAN segera investigasi kasus Pemerkosaan serta Pembunuhan terhadap 2 ibu atas nama Ima Selepole dan Aminera Kabak di Yahukimo pada 11 Oktober 2023. 

[5]. Menolak dan Mengutuk PT. Nuansa Lestari Sejahtera, yang sedang merusak 1650 hektar Tanah Adat Masyarakat Kebar di Tambrau, dengan rincian 550 hektar di Distrik Kebar Timur, 550 Hektar di Distrik Kebar Tengah, dan 550 Hektar di Distrik Kebar Barat.

[6]. Mengutuk Pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw yang selama ini menjadi kaki tangan PT. Nuansa Lestari Sejahtera dalam merusak tatanan masa depan masyarakat Adat Tambrauw, mendesak Pemda Kab. Tambrauw untuk mencabut MoU Kerjasama dengan PT. NLS dan MENDESAK Pemerintah Kabupaten Tambrauw agar SEGERA mengakui Hak Masyarakat Adat sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Tambrauw No. 5 Tahun 2018, serta menjungjung tinggi nilai Hutan Adat Tambrauw sebagai wilayah konservasi sejak tahun 2011 guna menghentikan intervensi Investasi Perusahaan manapun yang hanya merusak masa depan Hutan Adat serta Tatanan Sosial Masyarakat Adat Tambrauw.

[7]. Menolak Rancangan Pembangunan Bandara Antariksa Biak, yang mengeksploitasi 100 Hektar Lahan Adat Masyarakat Adat Byak dan mendukung penuh sikap Masyarakat Adat Suku Byak, serta menolak Dewan Adat Tandingan buatan Pemerintah yang hanya memecah bela rakyat Adat Papua di Byak.

[8]. Menolak Rancangan Daerah Otonomi Baru [DOB], Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan Tengah, serta usulan paksa Pemerintahan Daerah Biak tentang Kepulauan Pulau Utara [Saireri].

[9]. Menolak Deregulasi Undang-Undang Otonomi Khusus 21 Tahun 2001 menggunakan UU. 2 Tahun 2021, yang merupakan praktek kolonisasi dan anti demorasi sebab mengabaikan protes rakyat Papua melalui Petisi Rakyat Papua [PRP] Tolak Otonomi Khusus Jilid II, dengan 122 Organisasi dan 718.179 suara Tolak Otsus.

[10]. Pemerintah Indonesia segera memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua sebagai Solusi Demokratis, demi keadilan Iklim Dunia serta mengakhiri pengrusakan satwa, lingkungan hidup, hutan dan Mayarakat Adat Papua sebagai satu kesatuan Masyarakat Adat Dunia.

[11]. Mendukung Penuh Sikap Masyarakat Adat di Filipina dan Myanmar dalam melawan kekuasan diktator yang korup dan anti demokrasi serta mendukung sikap sama kepada Masyarakat Adat di India.

[12]. Atas Nama Satu Bangsa, Satu Lautan dan Satu Perjalanan, kami mendukung penuh sikap Rakyat Pasifik di Hawaii, Tonga, dan Kanaki dalam menuntut penghentian Pembangunan Pangkalan Militer serta Latihan Perang oleh Amerika dan Sekutunya, yang berdampak pada eksistensi Rakyat Pribumi, ekosistem laut dan kerusakan iklim.

[13]. Atas Nama Kemanusiaan dan Keadilan Iklim Dunia, kami menyerukan sikap yang sama dengan seluruh rakyat tertindas dunia untuk mendesak Kapitalis dan Imperialisme Global [Amerika-Rusia] segera hentikan Perang dan Alutista yang hanya merusak keseimbangan iklim dunia. 

Aksi Panggung Seni dipimpin oleh Jhon Pusop [Korlap Umum], Manu Yohame [Wakil Korlap] dan Samuel Womsiwor [SEKJEN GempaR Papua].

GempaR Papua adalah sebuah wadah Gerakan Perlawanan Papua yang didirikan pada 4 November 2013. [W]

Diadaptasi dari : GempaR Papua

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *