VLADIMIR I. LENIN
Ajaran Marxis tentang Negara dan Tugas-tugas Proletariat di dalam Revolusi
BAB II
NEGARA DAN REVOLUSI. PENGALAMAN DARI TAHUN 1848-1851
- SAAT MENJELANG REVOLUSI
Karya-karya pertama yang sudah matang dari Marxisme –Kemiskinan Filsafat dan Manifesto Komunis–muncul justru pada saat menjelang revolusi 1848. oleh karena itu, sebagai tambahan bagi penyajian prinsip-prinsip umum Marxisme, karya-karya itu mencerminkan sampai derajad tertentu situasi revolusioner konkrit massa itu. Maka, akan menjadi lebih jitu, barangkali, untuk mempelajari apa yang dikatakan oleh para pengarang karya-karya tersebut tentang negara segera sebelum mereka menarik kesimpulan-kesimpulan dari pengalaman tahun-tahun 1848-51.[1]
Di dalam Kemiskinan Filsafat, Marx menulis :
“Kelas buruh dalam proses perkembangannya akan menggantikan masyarakat lama borjuis dengan perserikatan yang akan menyingkirkan kelas-kelas beserta pertentangannya, dan tidak akan ada lagi kekuasaan politik apapun yang sebenarnya, karena kekuasaan politik adalah justru pernyataan resmi dari antagonisme kelas dalam masyarakat borjuis.” [halaman 182, edisi Jerman, 1885].[2]
Adalah disarankan untuk membandingkan keterangan umum dari pikiran mengenai hilangnya negara sesudah penghapusan kelas-kelas ini dengan keterangan yang termuat dalam Manifesto Komunis, yang ditulis oleh Marx dan Engels beberapa bulan kemudian –tepatnya, pada bulan November 1847:
“Dalam melukiskan fase-fase yang paling umum dari perkembangan proletariat, kita mengusut peperangan dalam negeri, yang sedikit atau banyak tersembunyi di dalam masyarakat yang ada, sampai pada titik di mana perangan dalam negeri itu meletus menjadi revolusi terbuka, dan melalui penggulingan borjuasi dengan kekerasan, proletariat mendirikan kekuasaannya.
“Telah kita lihat di atas, bahwa langkah pertama dalam revolusi kelas buruh, adalah mengangkat proletariat menjadi kelas yang berkuasa, memenangkan demokrasi.
“Proletariat akan menggunakan kekuasaan politiknya untuk merebut, selangkah demi selangkah, seluruh kapital dari borjuasi, memusatkan semua alat produksi ke dalam tangan Negara, yaitu di dalam tangan proletariat yang terorganisasi sebagai kelas yang berkuasa; dan untuk meningkatkan jumlah tenaga produktif secepat mungkin”. [halaman 31 dan 37, edisi Jerman ke-7, 1906].[3]
Di sini kita dapati formulasi dari salah satu pikiran yang paling perlu diperhatikan dan paling penting dari Marxisme mengenai pokok persoalan negara, yakni, ide mengenai “diktatur proletariat” [seperti yang mulai disebut oleh Marx dan Engels sesudah Komune Paris]; dan juga suatu definisi yang luar biasa menarik perhatian mengenai negara yang adalah juga salah satu “kata terlupakan” dari Marxisme: “negara, yaitu, proletariat yang terorganisasi sebagai kelas yang berkuasa”.
Definisi mengenai negara tersebut belum pernah dijelaskan dalam literatur propaganda dan agitasi yang kini berkuasa dari partai-partai Sosial-Demokratis resmi. Lebih dari sekedar itu, kata-kata tersebut memang dengan sengaja dilupakan, karena ia mutlak tak dapat didamaikan dengan reformisme, dan ia adalah suatu tamparan langsung bagi segala prasangka oportunis dan ilusi filistin yang umum sekarang ini tentang “perkembangan damai dari demokrasi”.
Proletariat memerlukan negara –ini diulangi oleh semua kaum oportunis, sosial-chauvinis dan Kautskyis yang memasti-mastikan pada kita bahwa inilah yang dipikirkan oleh Marx. Tetapi mereka “lupa” menambahkan bahwa, pertama-tama, menurut Marx, proletariat hanya membutuhkan suatu negara yang melenyap, yaitu, negara yang tersusun sedemikian rupa sehingga ia mulai melenyap dengan segera dan tidak dapat lain kecuali melenyap. Dan, kedua, kaum yang bekerja membanting tulang memerlukan suatu “negara, yaitu, proletariat yang terorganisasi sebagai kelas yang berkuasa”.
Negara adalah suatu organisasi kekuatan yang khusus; ia adalah suatu organisasi kekerasan untuk menindas suatu kelas. Kelas apakah yang harus ditindas oleh proletariat? Wajarnya, hanya kelas penindas, yaitu borjuasi. Kaum yang bekerja membanting tulang memerlukan negara hanya untuk menindas perlawanan dari pihak para penghisap, dan hanya proletariat saja yang berada dalam posisi memimpin penindasan ini, menjalankannya; karena proletariat adalah satu-satunya kelas yang dapat revolusioner secara konsekuen, kelas satu-satunya yang dapat menyatukan kaum yang bekerja membanting tulang dan kaum yang terhisap dalam perjuangan melawan borjuis, mengenyahkannya sama sekali.
Kelas-kelas penghisap memerlukan kekuatan politik untuk mempertahankan penghisapan, yaitu, untuk kepentingan memuaskan diri sendiri dari minoritas yang tidak penting terhadap mayoritas luas dari Rakyat. Kelas-kelas terhisap memerlukan kekuasaan politik untuk menghapuskan sampai segala penindasan ke akar-akarnya, yaitu, demi kepentingan mayoritas luas dari Rakyat, dan terhadap minoritas yang tidak signifikan yang terdiri dari para pemilik budak modern –tuan tanah dan kapitalis.
Kaum demokrat borjuis kecil, yaitu kaum yang pura-pura sosialis yang telah menggantikan perjuangan kelas dengan impian-impian tentang keselarasan kelas, bahkan menggambarkan perubahan sosialis dengan gaya bermimpi pula –bukan sebagai penggulingan kekuasaan kelas penghisap, tetapi sebagai penundukkan secara damai minoritas pada mayoritas yang telah menjadi sadar akan tujuan-tugasnya. Utopia borjuis kecil ini, yang tak terpisahkan berkaitan dengan pikiran tentang negara berada di atas kelas-kelas, dalam praktek menjurus pada penghianatan terhadap kepentingan-kepentingan kelas-kelas yang bekerja membanting tulang, seperti yang ditunjukkan, misalnya, oleh sejarah revolusi-revolusi Perancis tahun 1848 dan 1871, dan oleh pengalaman keikutsertaan kaum “Sosialis” dalam kabinet-kabinet di Inggris, Perancis, Italia, dan negeri-negeri lain pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Sepanjang hidupnya Marx berjuang melawan sosialisme borjuis kecil ini –yang sekarang dihidupkan kembali di Rusia oleh partai-partai Sosialis-Revolusioner dan Menshevik. Marx dengan konsekuen menerapkan ajarannya tentang perjuangan kelas, sampai kepada ajaran tentang kekuasaan politik, ajaran mengenai negara.
Penggulingan kekuasaan borjuis hanya dapat diselesaikan oleh proletariat, sebagai kelas istimewa yang syarat-syarat ekonomi eksistensinya menyiapkannya untuk tugas ini dan melengkapinya dengan kemungkinan dan kekuatan untuk melakukannya. Sedang borjuasi memecah dan memencarkan kaum tani dan semua golongan borjuis kecil, ia menghimpun, menjatuhkan dan mengorganisasi proletariat. Hanya proletariatlah –disebabkan peranan ekonomi yang dilakukan olehnya dalam produksi besar-besaran– yang mampu menjadi pemimpin dari seluruh massa yang bekerja membanting tulang dan terhisap, yang oleh borjuasi dihisap, ditindas, dan dipukul tidak kurang malah sering kali lebih hebat dari pada kaum proletar, tetapi tidak mampu menjalankan perjuangan yang independen demi kebebasannya.
Ajaran tentang perjuangan kelas, bila diterapkan oleh Marx pada masalah negara dan masalah revolusi sosialis tidak boleh tidak menjurus pada pengakuan atas kekuasaan politik proletariat, diktaturnya, yaitu kekuasaan yang tidak dibagi dengan siapapun dan yang langsung bersandar pada kekuatan bersenjata dari massa. Penggulingan borjuasi dapat dicapai hanya oleh proletariat yang berubah menjadi kelas yang berkuasa yang mampu mengancurkan perlawanan tak terelakkan dan kalap dari borjuasi, dan mampu mengorganisir seluruh massa yang bekerja membanting tulang dan terhisap untuk susunan tata tertib ekonomi yang baru.
Proletariat memerlukan kekuasaan negara, organisasi kekuatan yang terpusat, organisasi kekerasan, baik untuk meluluhlantakkan perlawanan dari kaum penghisap, maupun untuk mempimpin massa maha besar dari penduduk –kaum tani, borjuasi kecil, kaum setengah-proletar– dalam pekerjaan mengorganisasikan ekonomi sosialis.
Dengan mendidik partai kaum buruh, Marxisme mendidik pelopor proletariat yang mampu memegang kekuasaan, memimpin seluruh Rakyat menuju ke Sosialisme, mengemudikan dan mengorganisasi susunan tata tertib baru, menjadi guru, penunjuk jalan, pemimpin dari semua buruh dan yang terhisap dalam tugas membangun kehidupan sosial mereka tanpa borjuasi dan melawan borjuasi. Berlawanan dengan hal ini, oportunisme yang sekarang berkuasa melatih anggota partai kaum buruh untuk menjadi wakil kaum buruh yang dibayar lebih tinggi, yang kehilangan kontak dengan buruh kebanyakan, “merasa kerasan dan betah” sekali di bawah kapitalisme, dan menjual hak-kelahirannya hanya seharga setengah peser, artinya memundurkan diri dari peranan sebagai pemimpin-pemimpin revolusioner dari rakyat melawan borjuasi.
“Negara, yaitu, proletariat yang terorganisir sebagai kelas yang berkuasa”, teori dari Marx ini adalah tak terpisahkan terikat dengan seluruh ajarannya tentang peranan revolusioner proletariat dalam sejarah. Puncak peranan ini adalah diktatur proletariat, kekuasaan politik dari proletariat.
Tetapi jika proletariat memerlukan suatu negara sebagai bentuk khusus dari organisasi kekerasan melawan borjuasi, kesimpulan berikut ini timbul dengan sendirinya: dapatkah diangan-angankan bahwa organisasi semacam itu dapat diciptakan tanpa terlebih dulu menghapuskan, menghancurkan mesin negara yang diciptakan oleh borjuasi untuk dirinya sendiri? Manifesto Komunis membawa kita langsung pada kesimpulan ini, dan tentang inilah Marx berbicara ketika ia menarik kesimpulan-kesimpulan dari pengalaman Revolusi 1848-51.
- KESIMPULAN TENTANG REVOLUSI
Mengenai masalah tentang negara yang sangat menarik perhatian kita ini, Marx mengihtisarkan kesimpulan-kesimpulannya dari Revolusi 1848-51 dalam argumentasi berikut ini yang termuat dalam Brumaire[4] ke-18 dari Louis Bonaparte :[5]
“Tetapi revolusi adalah radikal. Ia masih dalam perjalanan melalui tempat pensucian arwah. Ia melaksanakan usahanya menurut metoda. Sampai tanggal 2 Desember 1851 [hari berlangsungnya kudeta Louis Bonaparte] ia telah menyelesaikan separuh dari pekerjaan persiapannya, sekarang ia sedang menyelesaikan separuh yang lainnya. Pertama-tama ia menyempurnakan kekuasaan parlementer, supaya menggulingkannya. Sekarang, setelah ini tercapai olehnya ia menyempurnakan kekuasaan eksekutif, menyederhanakannya sampai pada pernyataannnya yang paling murni, mengucilkannya, mempertentangkannya terhadap dirinya sendiri sebagai satu-satunya sasaran umpatan, supaya dapat memusatkan penghancurannya terhadap dia” [huruf miring dari kami]. Dan apabila ia selesai melakukan separuh yang kedua dari perkerjaan persiapannya, Eropa akan melompat dari tempat duduknya dan berteriak gembira: bagus galianmu tikus mondok tua!
“Kekuasaan eksekutif ini dengan organisasi birokrasi serta militernya yang sangat hebat dengan mesin negaranya yang serba rumit dan cerdik, yang meliputi lapisan-lapisan luas, dengan barisan pegawainya sejumlah setengah juta orang, di samping tentara sebesar setengah juta pula, badan yang bersifat parasit mengerikan ini, yang menjerat tubuh masyarakat Perancis seperti jala dan menyumbat segala pori-pori di kulitnya, terjadi pada masa monarki absolut, di waktu keruntuhan sistem feodal, dan jasad parasit itu telah membantu mempercepat keruntuhan ini.” Revolusi Perancis yang pertama telah mengembangkan sentralisasi, “tetapi pada saat yang bersamaan” ia menambahkan “keluasan, sifat dan jumlah agen-agen kekuasaan pemerintahan. Napoleon menyempurnakan” mesin negara ini. Monarki Legitimis[6] dan Monarki Juli[7] “tidak menambah apapun juga kecuali pembagian kerja yang lebih besar. Akhirnya, dalam perjuangannya menentang revolusi, republik parlementer menemukan dirinya ternyata terpaksa, bersama dengan tindakan-tindakan penindasan, memperkuat sarana-sarana dan sentralisasi kekuasaan pemerintah. Semua penggulingan kekuasaan menyempurna kan mesin ini, dan bukan menghancur kannya” [huruf miring ini dari kami]. Partai-partai yang silih berganti memperebutkan dominasi menganggap direbutnya bangunan negara yang maha besar ini sebagai barang rampasan yang terpenting bagi si pemenang”. [Brumaire ke-18 dari Louis Bonaparte, halaman 98-99, edisi ke-empat, Hamburg, 1907].[8]
Dalam argumen yang patut sekali diperhatikan ini Marxisme mengambil langkah raksasa ke depan dibandingkan dengan Manifesto Komunis. Di dalam yang tersebut belakangan tadi, masalah tentang negara masih diperlakukan secara abstrak benar, dalam kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang paling umum. Dalam bagian karangan yang dikutip di atas tadi masalah itu dibahas dengan konkrit dan kesimpulannya adalah sungguh sangat tepat, pasti, praktis, dan dapat diraba: semua revolusi yang telah terjadi sampai pada saat ini menyempurnakan mesin negara, padahal ia harus dirusakkan, dihancurkan.
Kesimpulan ini adalah hal yang terpenting dan fundamental dalam ajaran Marx mengenai negara. Dan adalah justru poin yang fundamental inilah yang bukan hanya telah sepenuhnya dilupakan oleh partai-partai Sosial-Demokratik resmi, tetapi bahkan terang-terangan didistorsikan [seperti yang akan kita lihat nanti] oleh teoritikus paling terkenal dari Internasionale Kedua, Karl kautsky.
Manifesto Komunis memberikan suatu ikhtisar umum tentang sejarah, yang mengharuskan kita untuk menganggap negara sebagai alat kekuasaan kelas dan membawa kita pada kesimpulan yang tak dapat dihidari lagi bahwa proletariat tidak dapat menggulingkan borjuasi tanpa terlebih dulu merebut kekuasaan politik, tanpa memperoleh kekuasaan-unggul politik, tanpa mengubah negara menjadi “proletariat yang terorganisir sebagai kelas yang berkuasa”; dan bahwa negara proletariat ini akan mulai “melenyap” segera setelah ia memperoleh kemenangan, karena negara adalah tidak perlu dan tidak dapat ada dalam suatu masyarakat di mana tidak terdapat antagonisme kelas. Masalah tentang bagaimana, dari sudut pandang perkembangan sejarah, penggantian negara borjuis oleh negara proletar itu harus terjadi tidaklah diajukan di sini.
Ini adalah masalah yang diajukan dan dijawab oleh Marx dalam tahun 1852. Setia pada filsafatnya, yaitu materialisme dialektik, Marx mengambil sebagai landasannya pengalaman sejarah dari tahun-tahun revolusi, 1848 sampai 1851. Di sini, sebagai di manapun juga, ajaran Marx adalah pengikhtisaran pengalaman yang disinari oleh suatu pandangan filsafat yang matang tentang dunia dan pengetahuan yang kaya mengenai negara.
Masalah tentang negara dikemukakan secara kongkrit: bagaimanakah terjadinya negara borjuis, mesin negara yang diperlukan untuk kekuasaan borjuis, ditinjau dari segi sejarah? Perubahan-perubahan apakah yang dialami olehnya, evolusi apakah yang dijalankannya dalam revolusi-revolusi borjuis[9] dan dihadapan aksi-aksi independen dari kelas-kelas tertindas? Apakah tugas-tugas proletariat dalam hubungan dengan mesin negara ini?
Kekuasaan negara yang tersentralisasi yang khas bagi masyarakat borjuis terjelma dalam periode jatuhnya absolutisme. Dua lembaga paling karakteristik dari negara: birokrasi dan tentara tetap. Dalam karya-karya mereka, Marx dan Engels berulang kali menunjukan bahwa borjuasilah yang melalui ribuan jerat dihubungkan dengan kedua lembaga itu. Pengalaman setiap buruh menjelaskan hubungan ini dengan cara yang luar biasa terangnya dan mendalam. Dari pengalamannya sendiri yang pahit, kelas buruh belajar mengenal hubungan itu; itulah keterangannya mengapa mudah bagi ia untuk menangkap dan begitu teguh mempelajari ajaran yang menunjukkan hal tak dapat dihindarinya pertalian tersebut, suatu ajaran yang oleh kaum demokrat borjuis kecil disanggah karena ketidaktahuan dan dengan sembarangan, atau, lebih sembarangan lagi, mengakui “dalam garis besarnya” sementara itu melupakan hal mengenai menarik kesimpulan-kesimpulan praktis yang sesuai.
Birokrasi dan tentara tetap adalah “parasit” pada tubuh masyarakat borjuis –parasit yang dilahirkan oleh antagonisme-antagonisme internal yang mengoyak masyarakat itu, tetapi juga parasit yang “menyumbat” semua pori-pori yang vital. Oportunisme ala-Kautsky yang sekarang ini menguasai Sosial-Demokrasi resmi menganggap pandangan bahwa negara adalah organisme parasit sebagai sifat yang khas dan luar biasa dari anarkisme. Dengan sendirinya distorsi terhadap Marxisme seperti ini merupakan suatu kesempatan yang sangat menguntungkan sekali bagi kaum filistin yang telah merendahkan Sosialisme menjadi sesuatu yang hina tiada tara berupa pembenaran serta pembagusan terhadap perang imperialisme dengan menerapkan padanya konsep “membela tanah air”; tetapi ini, biar bagaimanapun juga, tak usah dipersoalkan lagi adalah distorsi.
Perkembangan, penyempurnaan dan pengokohan aparatus birokrasi dan militer berlaku selama semua revolusi borjuis yang berkali-kali itu yang disaksikan oleh Eropa sesudah jatuhnya feodalisme. Teristimewa, justru borjuis kecil itulah yang tertarik pada pihak borjuasi besar dan ditaklukkan olehnya sampai derajat yang luas dengan bantuan aparat ini, yang mencakupi lapisan luas dari kaum tani, pengrajin kecil, pedagang dan semacamnya dengan jabatan-jabatan yang menurut perbandingan adalah enak, tenang dan terhormat yang mengangkat para pemegangnya di atas Rakyat. Harap perhatikan apa yang terjadi di Rusia selama enam bulan yang menyusul 27 Februari 1917.[10] Jabatan-jabatan pemerintah yang dulunya diutamakan diberikan kepada anggota-anggota Seratus Hitam[11] sekarang ini menjadi hasil rampasan bagi kaum Kadet[12]. Menshevik dan Sosialis Revolusioner. Tiada seorangpun yang betul-betul memikirkan untuk memperkenalkan adanya sesuatu reformasi yang serius; setiap daya upaya diperbuat untuk menundanya “sampai Majelis Permusyawarahan bersidang”; dan untuk dengan mantap menunda pemanggilan sidang Majelis dalam hal membagi hasil rampasan, menduduki jabatan-jabatan enak seperti menteri, wakil menteri, gubernur-jenderal, dsb, dsb! Permainan mencari kombinasi-kombinasi yang telah dimainkan dalam membentuk pemerintah hanyalah, pada hakekatnya suatu pernyataan tentang pembagian dan pembagian-kembali “hasil-hasil rampasan” ini, yang telah terjadi di atas dan di bawah, diseluruh negeri, di setiap bahagian dari pemerintah pusat dan lokal. Enam bulan antara 27 Febuari dan 27 Agustus 1917, dapat diikhtisarkan, dengan obyektif tak dapat dipertengkarkan lagi, sebagai berikut: Pembagian-pembagian jabatan resmi dilaksanakan dan “kekeliruan-kekeliruan” dalam pembagian itu dibetulkan dengan beberapa pembagian baru.
Tetapi makin “dibagikan kembali” aparat birokrasi itu di kalangan berbagai partai borjuis dan borjuis kecil [di kalangan kaum Kadet, Sosialis-Revolusioner, dan Menshevik dalam kejadian di Rusia], makin jernihlah kelas-kelas tertindas dan proletariat akan pemimpinnya, menjadi sadar akan permusuhannya yang tak terdamaikan terhadap seluruh masyarakat borjuis. Itulah keterangannya mengapa menjadi perlu bagi semua partai borjuis, bahkan juga untuk yang paling demokratis dan “revolusioner demokratis” di antara mereka itu, untuk mengintensifkan tindakan-tindakan penindas terhadap proletariat revolusioner, untuk memperkokoh aparat penindasan, yaitu, mesin negara itu sendiri. Jalannya kejadian-kejadian memaksa revolusi “untuk memusatkan semua kekuatan penghancurnya” terhadap kekuasaan negara, dan untuk menetapkan tugas bagi dirinya sendiri, bukannya untuk menyempurnakan mesin negara, tetapi tugas untuk membinasakan dan menghancurkannya.
Bukanlah pertimbangan secara logik, tetapi perkembangan yang sebenarnya dari kejadian-kejadian pengalaman hidup dari tahun 1848-51, itulah yang menuju pada masalah yang disajikan secara demikian ini. Sampai ke derajad mana Marx dengan teguh dan seksama berpegang pada landasan kokoh kuat dari pengalaman sejarah, dapatlah dilihat dari kenyataan bahwa, dalam tahun 1852, ia belum dengan kongkrit mengajukan persoalan tentang apa yang harus menggantikan mesin negara yang harus dihancurkan itu. Pengalaman belum dapat cukup memberikan bahan untuk pemecahan persoalan itu, yang kemudian oleh sejarah ditempatkan dalam agenda berikutnya, yaitu pada tahun 1871. Dalam tahun 1852 apa yang mungkin dapat ditentukan dengan ketepatan berdasarkan penanggapan ilmiah adalah bahwa revolusi proletar telah mendekati tugas “memusatkan semua kekuatan penghancurnya”. Terhadap kekuasaan negara, tugas “membinasakan” mesin negara.
Di sini dapat timbul persoalan: apakah tepat menggeneralisasikan pengalaman, tanggapan-tanggapan dan kesimpulan-kesimpulan Marx, menerapkannya pada lapangan yang lebih luas dari pada sejarah Perancis selama tiga tahun 1848-1851? Sebelum memulai dengan pembahasan mengenai masalah ini marilah kita terlebih dulu mengingat kembali suatu pendapat yang diajukan oleh Engels, dan kemudian mempelajari kenyataan-kenyataan. Dalam kata pengantarnya pada edisi ke-tiga dari Brumaire Ke-18 Engels menulis:
“…Perancis adalah negeri di mana. lebih dari pada di negeri lain mana pun juga, perjuangan kelas historis setiap kali mencapai akhir yang menentukan, dan di mana, secara konsekwen, telah terwujud dalam garis-garis besar yang paling tajam bentuk-bentuk politik yang berubah-ubah, di mana bergerak perjuangan kelas itu dan di mana hasil-hasilnya menyatakan diri. Perancis, pusat feodalisme dalam Jaman Pertengahan, negeri teladan dalam hal monarki yang bersatu, bersandar pada pangkat-pangkat sejak jaman Pencerahan, Perancis telah menghancurkan feodalisme, dalam masa Revolusi Besar dan menegakkan kekuasaan murni borjuasi dengan keklasikan murni yang tak dapat ditandingi oleh sesuatu negeri lain yang manapun di Eropa. Dan perjuangan proletariat yang sedang bangkit menentang borjuasi yang berkuasa di sini muncul dalam bentuk yang tajam, akut, yang tidak dikenal oleh negeri lain manapun”. [halaman 4, edisi 1907].[13]
Kalimat yang terakhir itu sudah menjadi basi, oleh karena sejak tahun 1871 terjadi suatu keredaan dalam perjuangan revolusioner proletariat Perancis: biarpun ada keredaan ini berapa lamapun ia berlangsung, ia sedikitpun tidak menyisihkan kemungkinan bahwa, dalam revolusi proletar yang akan datang, Perancis dapat memperlihatkan dirinya sebagai suatu negeri klasik dari perjuangan kelas sampai suatu garis akhir.
Bagaimanapun, marilah kita memandang secara umum ke arah sejarah negeri-negeri yang sudah maju pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kita akan melihat bahwa proses yang sama itu telah berjalan dalam bentuk-bentuk yang lebih perlahan, lebih beraneka warna, di lapangan yang sangat lebih luas: pada satu pihak, perkembangan “kekuasaan parlemen” baik di negeri-negeri Republiken [Perancis, Amerika, Swiss] maupun di negeri-negeri monarkis [Inggris, Jerman sampai suatu derajad tertentu, Italia, negeri-negeri Skandinavia, dsb.]; pada pihak lain, suatu perjuangan untuk kekuasaan di kalangan berbagai macam partai borjuis dan borjuis kecil yang membagikan dan membagikan kembali “hasil rampasan” berupa kedudukan-kedudukan tinggi, sedang dasar-dasar masyarakat borjuis tetap tidak berubah; dan akhirnya, penyempurnaan dan pengokohan “kekuasaan eksekutif” aparat-aparat birokrasi dan militernya.
Tak ada keraguan sedikitpun bahwa ciri-ciri ini tadi adalah biasa bagi seluruh evolusi modern dari semua negara kapitalis pada umumnya. Dalam tiga tahun 1848-51 Perancis memperlihatkan, dalam bentuk yang cepat, tajam, dan terkonsentrasi, proses yang itu-itu juga dari perkembangan yang khas bagi seluruh dunia kapitalis.
Imperialisme –jaman kapital bank, jaman monopoli-monopoli kapitalis raksasa, jaman perkembangan kapitalisme monopoli menjadi kapitalisme monopoli-negara– telah mendemonstrasikan dengan kekuatan yang khusus suatu pengokohan luar biasa dari “mesin negara” dan suatu pertumbuhan yang tiada bandingnya sebelumnya dari aparat birokrasi dan militernya dalam hubungan dengan pengintensifan tindakan-tindakan penindas terhadap proletariat baik di negeri-negeri monarkis maupun di negeri-negeri republik yang paling merdeka.
Sejarah dunia sekarang ini tak usah diragukan lagi sedang menjurus dalam ukuran yang tak terbandingkan lebih luas dari pada dalam tahun 1852 ke arah “konsentrasi semua kekuatan” dari revolusi proletar pada “penghancuran” mesin negara.
Apa yang oleh proletariat hendak digunakan untuk mengganti itu telah ditunjukkan oleh bahan yang luar biasa mengandung pelajaran yang diberikan oleh Komune Paris
- PENYAJIAN MASALAH OLEH MARX DALAM TAHUN 1852
Dalam tahun 1907, Mehring dalam majalah Neue Zeit[14] [vol. XXV, 2, hal. 164], menyiarkan cuplikan-cuplikan dari sepucuk surat Marx kepada Weydemeyer tertanggal 5 Maret 1852. Surat ini, di antara hal-hal lain, memuat observasi yang patut sekali diperhatikan seperti berikut ini:
“…Dan sekarang mengenai diri saya, bukanlah jasa saya ditemukannya adanya kelas-kelas dalam masyarakat modern dan juga ditemukannya adanya perjuangan di antara mereka itu. Jauh sebelum saya para ahli sejarah borjuis telah menguraikan perkembangan historis perjuangan kelas-kelas ini dan para ahli ekonomi borjuis menguraikan anatomi ekonomi dari kelas-kelas. Hal baru yang telah saya lakukan adalah membuktikan: 1) bahwa adanya kelas-kelas itu hanya lah bertalian dengan fase-fase kesejarahan khusus dalam perkembangan produksi [historische Entwicklungesphasen der Produktion]; 2)bahwa perjuangan kelas pasti menuju pada diktatur proletariat; 3) bahwa diktatur ini sendiri hanyalah merupakan peralihan ke arah penghapusan semua kelas dan ke arah masyarakat tanpa kelasÉ..”[15]
Dalam kata-kata tersebut Marx berhasil menyatakan dengan kejelasan yang menyolok, pertama, perbedaan pokok dan radikal antara ajarannya dengan ajaran para pemikir borjuasi paling terkemuka dan paling mendalam; dan kedua hakekat ajaran tentang negara.
Seringkali dikatakan dan ditulis bahwa inti dalam ajaran Marx adalah perjuangan kelas; tetapi ini tidak benar. Dan dari ketidakbenaran ini sangat sering lahir distorsi kaum oportunis atas Marxisme, pemalsuannya sedemikian rupa sehingga membuatnya dapat diterima oleh borjuasi. Karena doktrin perjuangan kelas tidak diciptakan oleh Marx, tetapi oleh borjuasi sebelum Marx, dan bicara secara umum ia dapat diterima oleh borjuasi. Mereka yang hanya mengakui perjuangan kelas belumlah Marxis; mereka mungkin masih berdiri dalam batas-batas pemikiran borjuis dan politik borjuis. Membatasi Marxisme pada doktrin tentang perjuangan kelas berarti memotong Marxisme, mendistorsikannya, memerosotkannya sampai berupa suatu yang dapat diterima oleh borjuasi. Hanya dialah seorang Marxis, yaitu yang meluaskan pengakuan atas perjuangan kelas sampai pada pengakuan atas diktatur proletariat. Inilah yang merupakan perbedaan paling mendalam antara orang Marxis dan borjuis kecil [maupun yang besar juga]. Inilah batu ujian yang di atasnya pengakuan serta pengertian yang sesungguhnya tentang Marxisme diuji. Dan tidaklah mengejutkan bahwa ketika sejarah Eropa membawa kelas buruh berhadapan muka dengan masalah ini sebagai perkara praktis bukan hanya semua oportunis dan reformis, tetapi semua “Kautskyis” [orang-orang yang terombang-ambing antara reformisme dengan Marxisme] terbukti adalah filistin-filistin yang mengibakan hati dan demokrat-demokrat borjuis kecil yang menolak diktatur proletariat. Buku kecil Kautsky Diktatur Proletariat, diterbitkan bulan Agustus 1918, yaitu lama sesudah edisi pertama buku yang sekarang ini adalah suatu contoh yang bagus sekali tentang distorsi borjuis kecil terhadap Marxisme dan penolakan yang rendah terhadapnya dalam praktek, sementara secara hipokrit mengakuinya dalam kata-kata. [lihat famplet saya Revolusi Proletar dan Renegad Kaustky, Petrograd dan Moskow, 1918].
Oportunisme dewasa ini dalam pribadi wakil utamanya, si mantan Marxis, Karl Kautsky, cocok sepenuhnya dengan karakteristik Marx tentang posisi borjuis yang dikutip di atas, karena oportunisme ini membatasi pengakuan atas perjuangan kelas pada bidang hubungan-hubungan borjuis. [Di dalam bidang ini, di dalam kerangka kerja ini, tidak ada seorang liberal terpelajarpun akan menolak untuk mengakui perjuangan kelas “pada prinsipnya”!] Oportunisme tidak meluaskan pengakuan atas perjuangan kelas sampai pada soalnya yang terpenting, pada periode transisi dari kapitalisme ke Komunisme, pada periode penggulingan dan penghapusan sepenuhnya dari borjuasi. Pada kenyataannya, periode ini tak terelakkan lagi adalah periode dari perjuangan kelas dengan kekerasaan yang belum pernah ada sebelumnya dalam bentuk-bentuk akut yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sebagai akibatnya, selama periode tersebut negara tidak boleh dihindari lagi haruslah negara yang demokratis secara baru [bagi proletariat dan kaum yang tidak bermilik pada umumnya] dan diktaturiat secara baru [menentang borjuasi].
Mari lanjutkan. Hakekat ajaran Marx tentang negara telah dikuasai hanya oleh mereka yang mengerti bahwa diktatur kelas yang tunggal adalah diperlukan tidak saja untuk setiap masyarakat berkelas pada umumnya, tidak saja untuk proletariat yang telah menggulingkan borjuasi, tetapi juga untuk seluruh periode sejarah yang memisahkan kapitalisme dari “masyarakat tanpa kelas”, dari Komunisme. Bentuk-bentuk negara borjuis sungguh sangat bermacam ragam, tetapi hakekatnya adalah sama saja, semua negara ini bagaimanapun juga bentuknya, dalam analisa terakhir secara tak terelakkan adalah diktatur borjuasi. Peralihan dari kapitalisme ke Komunisme sudah tentu tidak dapat lain kecuali melahirkan kelimpahan serta keragaman yang sangat hebat dari bentuk-bentuk politik, tetapi hakekatnya secara tak terelakkan akan sama saja diktatur proletariat. — Bersambung ke Bab III — Bagian [a]
Catatan :
[1]. Revolusi tahun 1848-51: gelombang pergolakan revolusioner yang meluas di Perancis, Jerman, Prussia, Austria, Italia, dan Hongaria.
[2]. Lihat K. Marx, Poverty of Philosophy (Kemiskinan Filsafat), edisi bahassa Inggris, Moskow, 1936, halaman 174.
[3]. Lihat K. Marx dan F. Engels, Manifesto of the Communist Party, [dalam Selected Works, edisi Bahasa Inggris, Moskow, 1951, Volume I, halaman 43 and 50]. Lihat juga catatan no. 20.
[4]. Brumaire – bulan kedua [22 Oktober sampai 20 November] menurut kalender Republik Preancis yang diberlakukan dalam tahun 1793. Pada 18 Brumaire tahun ke-8 Republik terjadi kudeta yang merupakan permulaan kediktatoran Napoleon Bonaparte.
[5]. Louis Bonaparte [1808-73] Keponakan dari Napoleon I; setelah kekalahan revolusi 1848 di Perancis ia dipilih menjadi presiden. Pada bulan Desember 1851, ia mengadakan kudeta. Dari tahun 1852 hingga 1870 ia menjadi Kaisar dengan gelar Napoleon III.
[6]. Kaum Legitimis – pendukung-pendukung dinasti Bourbon yang “sah”, adalah partai dari para bangsawan feodal, yang menyerukan pengembalian kerajaan Bourbon yang telah digulingkan pada tahun 1830. Lamennais dan Montalambert adalah penganjur-penganjur yang terkemuka dari partai ini. Dalam perjuangan melawan dinasti Orleans [1830-48] yang sedang berkuasa dan yang bersandar pada aristokrat finans dan borjuasi besar, sebagian dari kaum legitimis itu tidak jarang menggunakan demagogi sosial dengan menampilkan diri sebagai pembela-pembela kaum pekerja terhadap kaum penghisap borjuis.
[7]. Monarki Juli -pemerintahan Louis Philippe [1830-48] yang mengambil nama itu dari Revolusi Juli. [back]
[8]. Lihat K. Marx, The Eighteen Brumaire of Louis Bonaparte [18 Brumaire dari Louis Bonaparte] [K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, jilid I, hlm. 301].
Berikutnya, pada halaman 37 buku yang diterjemahkan ini [cetakan kedua edisi Bahasa Inggris, Foreign Language Press, Peking, tahun 1970–redaksi], V. I. Lenin mengutip kata pendahuluan F. Engels untuk edisi ke-tiga bahasa Jerman karya tersebut [ibid, halm. 223].
[9]. Revolusi-revolusi Borjuis – ungkapan yang yang secara konvensional digunakan dalam periode kemunculan kapitalisme untuk menyatakan revolusi-revolusi melawan kelas feodal yang berkuasa. Revolusi-revolusi borjuis klasik, Revolusi Perancis [Revolusi Besar] tahun 1789 adalah contoh yang paling terkenal darinya, diadakan untuk mengantarkan borjuasi kepada kekuasaan dengan menggunakan melimpahnya gerakan massa di bawah panji-panji demokrasi. Itulah pengalaman dari semua revolusi borjuis di mana borjuasi menjelma jadi kontra revolusi sejalan dengan menngkatnya derajad tuntutan massa untuk melaksanakan slogan-slogan demokratik dalam konklusi prakteknya. Revolusi Rusia mulanya adalah revolusi borjuis, tetapi karena kaum borjuasi menentang segala tugas-tugas demokratik dan mengambil posisi kontra revolusioner, maka kepemimpinan beralih ke tangan kaum proletar yang akhirnya merebut kekuasaan dengan memimpin kaum buruh tani miskin dan melaksanakan revolusi tersebut sebagai revolusi permanen. Inilah proses ‘revolusi permanen’ yang diramalkan dan dijelaskan oleh Trotsky.
[10]. Tanggal ditumbangkannya Tsar dan dibentuknya Pemerintahan Sementara.
[11]. Kaum Seratus Hitam [Black Hundreds] -nama populer untuk “Union of the Russian People” [Persatuan Rakyat Rusia], merupakan gerombolan-gerombolan monarkis yang dibentuk oleh polisi Tsaris untuk melawan gerakan revolusioner. Mereka membunuh kaum revolusioner, mengorganisasi serangan-serangan terhadap kaum intelektual progresif dan melakukan pembunuhan massal yang terorganisir terhadap orang-orang Yahudi.
[12]. Kaum Kadet -Cadets, akronim dari The Constitutional Democrats: partai dari borjuasi liberal-monarkis yang utama di Rusia, muncul dari masa awal Liga Pembebasan [Osvobozhdeniye atau Liberation League]. Gagal menyelamatkan monarki, mereka mengambil langkah maju dengan mengambil posisi kunci di Pemerintahan Sementara untuk mengejar kebijakan-kebijakan mereka yang kontra revolusioner dan imperialistik. Setelah Revolusi Oktober mereka melibatkan diri secara aktif dalam menginvasi Rusia oleh tentara-tentara dari kekuatan imperialis.
[13]. Kata pendahuluan F. Engels untuk edisi ke-tiga bahasa Jerman karya Karl Marx, 18 Brumaire dari Louis Bonaparte [K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, jilid I, hlm. 223].
Ditambahkan pada edisi ke-dua.
[14]. Die Neue Zeit (Jaman Baru) -majalah Sosial-Demokrat Jerman, terbit di Stuttgart dari tahun 1883-1923. Dalam tahun-tahun 1883-93 Die Neue Zeit memuat beberapa artikel Engels. Engels sering memberi nasehat kepada staff redaksi majalah tersebut dan dengan tajam mengkritik mereka jika mnyimpang dari Marxisme. Mulai paruh tahun-tahun 90-an, yaitu setelah Engels meninggal dunia, majalah ini dengan sistematis memuat artikel-artikel kaum revisionis. Semasa perang dunia imperialis [1914-18] majalah ini mengambil pendirian sentris, Kautskyis dan menyokong kaum Sosial-Chauvinis.
[15]. Lihat K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, jilid II, halaman 410.