Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

BACAAN PROGRESIF

Negara dan Revolusi — Bab III – Bagian [a]

VLADIMIR I. LENIN

Ajaran Marxis tentang Negara dan Tugas-tugas Proletariat di dalam Revolusi

BAB III

NEGARA DAN REVOLUSI. PENGALAMAN DARI KOMUNE PARIS TAHUN 1871. ANALISA MARX.

1. DI MANAKAH LETAK HEROISME DAYA UPAYA KAUM KOMUNARD?

Telah diketahui benar bahwa dalam musim gugur tahun 1870, beberapa bulan sebelum Komune, Marx memperingatkan kaum buruh Paris bahwa sesuatu daya upaya untuk menggulingan pemerintah akan merupakan suatu kedunguan yang kalap. Tetapi ketika dalam Maret 1871, suatu pertempuran yang menentukan telah dipaksakan pada kaum buruh dan mereka menerimanya, ketika pemberontakan telah menjadi suatu kenyataan, Marx menyambut revolusi proletar itu antusisme terhangat, biarpun ada beberapa pertanda yang tidak menguntungan. Marx tidak mengambil sikap yang kaku dan berlagak tahu segala berupa menyalahkan suatu gerakan yang “tidak pada waktunya” seperti yang diperbuat oleh penghianat Rusia yang terkenal keburukannya terhadap Marxisme, yaitu Plekhanov[1] yang dalam November 1905 menulis secara begitu berani tentang perjuangan kaum buruh dan tani tetapi, sesudah Desember 1905, meratap, gaya orang liberal; “Seharusnya mereka tidak usah mengangkat senjata”.

Bagaimanapun, Marx tidak sekadar antusias terhadap heroisme kaum Komunard yang, seperti dinyatakan olehnya, “menggempur Langit”. Meskipun gerakan revolusioner massa tidak mencapai tujuannya, Marx menganggap hal tersebut sebagai pengalaman sejarah yang mempunyai arti penting luar biasa, sebagai suatu kemajuan tertentu revolusi proletar dunia, sebagai suatu langkah praktis yang lebih penting dari pada beratus-ratus program dan argumentasi. Menganalisa pengalaman ini , menarik pelajaran-pelajaran taktis darinya, menyelidiki kembali teorinya sendiri dalam sorotan pengalaman tersebut –itulah tugas yang ditetapkan oleh Marx untuk dirinya sendiri.

Satu-satunya “koreksi” yang Marx pikir perlu diadakan dalam Manifesto Komunis, dibuat olehnya berlandaskan pada pengalaman revolusioner dari Komune Paris.

Kata pengantar terakhir untuk Manifesto Komunis edisi Jerman yang diperbaharui, ditandatangani oleh kedua pengarangnya, bertanggal 24 Juni 1872. Dalam kata pengantar ini para pengarangnya, Karl Marx dan Frederick Engels megatakan bahwa program dari Manifesto Komunis “dalam beberapa bagiannya telah menjadi usang” dan mereka melanjutkan dengan mengatakan:

“Satu hal khususnya telah dibuktikan oleh Komune, yakni, bahwa ‘kelas buruh tidak dapat begitu saja merebut mesin negara yang sudah jadi dan menggunakannya untuk tujuan-tujuannya sendiri’.”[2]

Para pengarangnya mengambil kata-kata tanda kutip tunggal itu dalam bagian-karangan dari buku Marx, Perang Dalam Negeri di Perancis.

Jadi, Marx dan Engels menganggap satu pelajaran prinsipil dan fundamental dari Komune Paris sebagai sesuatu yang mempunyai arti penting luar biasa sehingga mereka mengajukannya sebagai suatu koreksi substansial dalam Manifesto Komunis.

Adalah sangat karakteristik, justru koreksi substansial inilah yang telah didistorsikan oleh kaum oportunis, dan makna dari koreksi itu barang kali tidak diketahui sembilan per sepuluh, jika tidak sembilan puluh sembilan per seratus dari para pembaca Manifesto Komunis. Kita akan membahas pendistorsian ini lebih lengkap lagi kemudian, dalam bab yang diajukan khusus untuk soal-soal pendistorsian. Di sini sudah cukuplah untuk mencatat bahwa “interpretasi” vulgar yang berlaku sekarang ini mengenai pernyataan tersohor dari Marx yang baru saja dikutip tadi ialah bahwa di sini Marx membenarkan dan menekankan ide tentang perkembangan perlahan-lahan berlawanan dengan perampasan kekuasaan dan seterusnya.

Pada kenyataannya, apa yang terjadi justru sama sekali sebaliknya. Ide Marx adalah bahwa kelas buruh harus menghancurkan, membinasakan “mesin negara yang sudah jadi” dan tidak membatasi diri pada hanya merebutnya saja.

Pada tanggal 12 April 1871, yaitu tepat pada waktu Komune, Marx menulis kepada Kugelmann:

“Jika engkau melihat pada bab terakhir dari karangan saya Brumaire Ke-18, engkau akan mendapati bahwa mengenai usaha selanjutnya dari Revolusi Perancis, saya menyatakan: bukanlah, sebagaimana telah terjadi sebelumnya, memindahkan mesin birokrasi-militer dari satu tangan ke tangan yang lain, melainkan menghancurkannya” [huruf miring dari Marx –aslinya adalah zerbrechen], “dan justru inilah syarat pendahuluan bagi setiap revolusi Rakyat yang sejati di benua Eropa. Dan inilah apa yang diusahan oleh kawan-kawan kita anggota Partai yang heroik di Paris”. [Neue Zeit, th. XX.I, 1901-2, halaman 700][3]. [Surat-surat Marx kepada Kugelmann, telah terbit dalam bahasa Rusia tidak kurang dari dua edisi, satu di antaranya saya yang menyusun dan memberi kata pengantarnya][4)].

Kata-kata, “menghancurkan mesin birokratis-militer”, dengan singkat menyatakan pelajaran prinsipil Marxisme mengenai tugas-tugas proletariat selama suatu revolusi dalam hubungannya dengan negara. Dan justru pelajaran inilah yang bukan saja dilupakan sama sekali, tetapi secara positif didistorsikan oleh “interpretasi” yang sekarang berkuasa tentang Marxisme, penyimpangan ala Kautsky!

Adapun mengenai referensi Marx kepada Brumaire Ke-18, kami telah mengutip bagian-karangan secara penuh di atas.

Sangatlah menarik perhatian untuk mencatat, teristimewa, dua hal dalam argumentasi Marx yang dikutip di atas. Pertama, ia membatasi kesimpulannya pada benua Eropa. Ini dapat dipahami dalam tahun 1871, ketika Inggris masih berperanan sebagai model dari suatu negeri kapitalis murni, tetapi tanpa klik militeris dan, sampai derajat yang cukup lumayan, tanpa birokrasi. Maka itu, Marx mengecualikan Inggris, dimana suatu revolusi, bahkan suatu revolusi Rakyatpun, tampaknya mungkin ketika itu, dan memang mungkin, tanpa syarat pendahuluan berupa penghancuran “mesin negara yang sudah jadi”.

Kini, dalam tahun 1917, dalam zaman perang imperialis besar pertama, kualifikasi yang dibuat oleh Marx ini sudah tidak valid lagi. Baik Inggris maupun Amerika, wakil-wakil terbesar dan terakhir–di seluruh dunia–dari “kemerdekaan” Anglo-Saxon, dalam artian bahwa mereka tidak memiliki klik-klik militeris dan birokrasi, sekarang ini telah sepenuhnya tenggelam ke dalam genangan rawa Eropa yang berdarah dan kotor berupa lembaga-lembaga birokratis-militer yang menunjukkan segala sesuatu pada diri mereka sendiri dan menginjak-injak ludes segala sesuatu. Dewasa ini, di Inggris dan Amerikapun “syarat pendahuluan bagi setiap revolusi Rakyat yang sejati” adalah pembinasaan, penghancuran “mesin negara yang sudah jadi” [disempurnakan di negeri-negeri tersebut, antara tahun 1914 dan 1917, sampai pada taraf “Eropa”, taraf imperialis yang general].

Kedua, perhatian khusus hendaknya diberikan pada pendapat yang luar biasa mendalam dari Marx bahwa penghancuran mesin negara yang birokratis-militer adalah “syarat pendahuluan bagi setiap revolusi Rakyat yang sejati”. Ide tentang revolusi “Rakyat” ini tampaknya janggal bahwa ia berasal dari Marx, sehingga kaum Plekanovis dan kaum Menshevik di Rusia, mereka yang menjadi penganut Struve yang menghendaki agar dianggap sebagai Marxis, mungkin sekali memaklumkan bahwa pernyataan semacam itu adalah suatu “kekhilafan dalam hal menulis” yang dilakukan Marx. Mereka itu mereduksi Marxisme sampai pada derajat berupa pendistorsian liberal celaka bahwa tak ada suatu apapun lagi yang ada bagi mereka di luar antitesis antara revolusi borjuis dengan revolusi proletar –dan bahkan anti tesis inipun mereka tafsirkan secara amat sangat tak bernyawa.

Apabila kita mengambil revolusi-revolusi abad ke-20 sebagai contoh kita akan, tentu saja, harus menerima bahwa revolusi Portugal dan revolusi Turki itu kedua-duanya adalah revolusi borjuis. Tak ada satupun diantaranya adalah suatu revolusi “Rakyat”, oleh karena dalam kedua revolusi itu massa rakyat, mayoritas sangat besar, tidak tampil aktif, berdiri sendiri, dengan tuntutan-tuntutan ekonomi dan politiknya sendiri sampai pada sesuatu ukuran yang patut diperhatikan. Sebaliknya, meskipun revolusi borjuis Rusia tahun 1905-07[5] tidak memperlihatkan sukses-sukses yang begitu “cemerlang” sebagaimana yang ada kalanya diperlihatkan oleh revolusi Portugal dan revolusi Turki, ia tak usah diragukan lagi adalah revolusi “Rakyat yang sejati”, karena mayoritas massa Rakyat, golongan sosial yang paling rendah, terhimpit oleh penindasan dan penghisapan, bangkit secara independen dan meletakkan pada seluruh jalannya revolusi dan membubuhkan cap dari tuntutan mereka sendiri, dari daya upaya-daya upaya mereka untuk dengan caranya sendiri membangun suatu masyarakat baru guna mengganti masyarakat lama yang sedang dihancurkan.

Di Eropa, dalam tahun 1871, tidaklah ada satu negeripun di daratan di mana proletariat merupakan mayoritas dari Rakyat. Suatu revolusi “Rakyat”, revolusi yang benar-benar mengikutsertakan mayoritas ke dalam arusnya, hanya dapat menjadi revolusi semacam itu jika ia mencakup proletariat maupun kaum tani. Dua kelas inilah yang merupakan “Rakyat”. Dua kelas ini dipersatukan oleh kenyataan bahwa “mesin negara yang birokratis-militer” menindas, meremukkan, menghisap mereka. Menghancurkan mesin ini, membinasakannya– ini adalah sungguh-sungguh untuk kepentingan “Rakyat”, kepentingan mayoritas, kepentingan kaum buruh dan bagian terbesar kaum tani, ini adalah “syarat pendahuluan” untuk persekutuan bebas antara kaum tani yang termiskin dengan kaum proletar, sedang tanpa persekutuan semacam itu demokrasi menjadi goyah dan transformasi sosialis tidak mungkin.

Seperti yang telah diketahui dengan baik, Komune Paris memang membuka jalan ke arah persekutuan semacam itu, meskipun ia tidak mencapai tujuannya disebabkan oleh sejumlah keadaan intern maupun ekstern.

Maka dari itu, dalam berbicara tentang “Revolusi Rakyat yang sejati”, Marx, tanpa sedikitpun lupa akan ciri-ciri khusus borjuis kecil [ia berbicara panjang lebar tentang mereka dan sering], memperhitungkan dengan seksama perimbangan sebenarnya dari kekuatan-kekuatan kelas di dalam mayoritas dari negeri-negeri daratan Eropa dalam tahun 1871. Pada pihak lain, ia menegaskan bahwa “penghancuran” mesin negara diperlukan oleh kepentingan-kepentingan baik kaum buruh maupun kaum tani, bahwa ia mempersatukan mereka, bahwa ia menempatkan di hadapan mereka tugas bersama berupa menyingkirkan “parasit” dan menggantinya dengan sesuatu yang baru.

Tepatnya, dengan apa?

2. DENGAN APA MENGGANTI MESIN NEGARA YANG TELAH DIHANCURKAN ITU?

Dalam tahun 1847, dalam Manifesto Komunis, jawaban Marx kepada soal ini masih abstrak benar, atau lebih tepat, jawaban itu menunjukan tugas-tugas tetapi bukan jalan-jalan untuk menyelesaikannya. Jawaban yang diberikan dalam Manifesto Komunis ialah bahwa mesin ini harus diganti oleh “proletariat yang terorganisasi sebagai kelas yang berkuasa”, oleh “memenangkan perjuangan dari demokrasi”.

Marx tidak hanyut oleh utopi-utopi; ia mengharapkan pengalaman dari gerakan massa untuk memberi jawaban kepada soal tentang bentuk-bentuk khusus apakah yang akan dipunyai oleh organisasi proletariat sebagai kelas yang berkuasa itu dan tentang cara yang bagaimanakah yang akan menggabungkan organisasi ini dengan “memenangkan perjuangan dari demokrasi”.

Marx menunjukkan pengalaman Komune, biarpun begitu kecil, pada analisa yang paling teliti dalam Perang Dalam Negeri di Perancis. Marilah kita mengutip bagian yang paling penting dari karya ini.

Tercipta sejak Abad Pertengahan, dalam abad ke-19 berkembang “kekuasaan negara yang terpusat, dengan alat-alatnya yang ada-dimana saja; terdiri dari tentara tetap, polisi, birokrasi, kaum pendeta dan kaum hakim”. Dengan perkembangan antagonisme-antagonisme kelas antara kapital dengan kerja, “kekuasaan Negara makin mempunyai watak kekuasaan nasional milik kapital untuk menindas kerja, berwatak kekuatan organisasi publik untuk adanya perbudakan sosial, berwatak mesin despotisme kelas. Sesudah setiap revolusi yang menandakan suatu fase progresif dalam perjuangan kelas, watak penindas yang sejati dari kekuasaan Negara makin jelas menonjol” Sesudah Revolusi 1848-49, kekuasaan negara menjadi “mesin perang nasional dari kapital menentang kerja”. Kekaisaran Kedua memperkokohnya.

“Antitesis langsung dari kemaharajaan adalah Komune”. Ia adalah “bentuk positif” dari “republik yang harus tidak saja akan menghapuskan bentuk monarkis dari hukum-kelas itu sendiri.”

Apakah bentuk “positif” dari republik sosialis proletar ini? Negara apakah yang mulai dicipta olehnya?

“Ketetapan pertama dari Komune…adalah penghapusan tentara tetap, dan menggantikannya dengan rakyat bersenjata.”

Tuntutan ini sekarang tercantum dalam program setiap partai mengklaim dirinya dengan sebutan Sosialis. Tetapi nilai sebenarnya dari program-program mereka itu paling baik ditunjukan oleh kelakuan kaum Sosialis-Revolusioner dan Menshevik kita, yang segera sesudah revolusi 27 Febuari, pada kenyataan sesungguhnya menolak menjalankan tuntutan itu!

“Komune terbentuk dari anggota-anggota dewan kota praja, yang dipilih berdasarkan hak pilih umum di berbagai pelosok distrik kota Paris. Mereka bertanggung jawab dan sewaktu-waktu dapat diganti. Mayoritas dari mereka dengan sendirinya terdiri dari kaum buruh, atau wakil-wakil yang diakui dari kelas buruh ….”Polisi, yang sampai sekarang menjadi alat Pemerintah, dengan seketika dicabut fungsi-fungsi politiknya, dan diubah menjadi organ yang bertanggung jawab dari komune dan yang sewaktu-waktu dapat diganti. Demikian juga para pejabat semua badan lainnya dari administrasi pemerintahan…mulai dari para anggota Komune sampai ke bawah, pekerjaan umum harus dijalankan dengan upah yang sama dengan upah buruh. Semua hak istimewa uang tunjangan representasi bagi pembesar-pembesar tinggi Negara, lenyap bersama pembesar-pembesar tinggi itu sendiri….

“Sekali telah menghapuskan tentara tetap dan polisi, unsur-unsur dari kekuatan material dari Pemerintah lama itu, Komune dengan segera mengambil tindakan untuk menghancurkan alat penindas spiritual, yaitu ‘kekuataan pendeta’.

“Pejabat-pejabat pengadilan harus dilucuti kebebasannya yang tampaknya saja ada itu …mereka harus dipilih, bertanggung jawab dan dapat ditarik kembali.”[6]

Jadi, Komune tampaknya telah mengganti mesin negara yang telah dihancurkan itu dengan “hanya” demokrasi yang lebih penuh: penghapusan tentara tetap; semua pejabat harus dipilih dan harus tunduk pada penarikan kembali [recall, pent.]. Tetapi kenyataannya ialah bahwa “hanya” tersebut berarti suatu penggantian besar-besaran dari lembaga-lembaga tertentu oleh lembaga-lembaga yang tergolong pada susunan tata tertib yang berbeda secara fundamental. Ini justru adalah suatu kejadian yang berjiwa “kuantitas diganti dengan kualitas”; demokrasi, dikemukakan sepenuh dan sekonsekuen apa yang dapat difahami telah diubah dari demokrasi borjuis menjadi demokrasi proletar; dari negara [=kekuatan penindas yang khusus dari kelas tertentu] menjadi sesuatu yang bukan lagi negara yang sebenarnya.

Adalah masih perlu untuk menindas borjuasi dan mematahkan perlawanannya. Ini teristimewa perlu untuk Komune; dan salah satu alasan kekalahannya ialah bahwa ia tidak melakukan hal tersebut dengan ketetapan-hati yang cukup. Tetapi alat penindas sekarang adalah mayoritas penduduk, dan bukannya minoritas, sebagaimana yang selamanya terjadi di bawah perbudakan, perhambaan dan perbudakan upah. Dan karena mayoritas dari Rakyat sendiri menindas para penindasnya, suatu “kekuatan khusus” untuk menindas tidak lagi diperlukan! Dalam artian ini negara mulai melenyap. Sebagai ganti dari lembaga-lembaga istimewa dari suatu minoritas yang berhak-istimewa [kaum pejabat yang berhak-istimewa, panglima-panglima tentara tetap], mayoritas itu sendiri dapat langsung menunaikan segala fungsi itu, dan makin banyak fungsi-fungsi kekuasaan negara berpindah ke tangan rakyat sebagai keseluruhan, makin berkuranglah keperluannya untuk adanya kekuasaan itu.

Dalam hubungan ini tindakan-tindakan berikut ini dari Komune yang ditekankan oleh Marx adalah teristimewa patut sekali diperhatikan: penghapusan semua tunjangan representasi, dan semua hak-hak moneter istimewa pada kaum pejabat, pengurangan gaji semua pegawai negara sampai pada tingkat “upah buruh”. Ini menunjukkan lebih jelas lagi dari pada apapun lainnya tentang perubahan dari demokrasi borjuis ke demokrasi proletar, dari demokrasi kaum penindas ke demokrasi kelas-kelas tertindas, dari negara sebagai suatu “kekuatan khusus” untuk menindas dari suatu kelas tertentu ke penindasan atas kaum penindas oleh kekuatan umum dari mayoritas Rakyat –kaum buruh dan tani. Dan adalah justru dalam hal yang teristimewa menonjol ini, barangkali yang paling penting selama masih mencermati masalah mengenai negara, bahwa ajaran-ajaran Marx telah paling banyak dilupakan sama sekali! Dalam ulasan-ulasan populer, yang jumlahnya sungguh banyak sekali, hal tersebut tidak disebut. Sudah “menjadi kebiasaan” untuk berdiam diri tentang hal itu seolah-olah ia adalah suatu “kenaifan” yang sudah usang, tepat seperti kaum Nasrani, sesudah agama mereka diresmikan menjadi agama negara, “lupa” akan “kenaifan” dari ajaran Nasrani primitif yang mempunyai semangat revolusioner demokratis.

Penurunan gaji pejabat-pejabat tinggi negara tampaknya adalah “semata-mata” suatu tuntutan dari demokrasi yang naif dan primitif. Salah seorang “pendiri” oportunisme modern, bekas Sosial-Demokrat Eduard Bernstein, telah lebih dari sekali memanjakan diri dalam hal mengulang-ulangi ejekan borjuis vulgar terhadap demokrasi “primitif”. Seperti semua oportunis, dan seperti kaum Kautskyis dewasa ini, ia gagal sama sekali untuk mengerti bahwa, pertama sekali, perpindahan dari kapitalisme ke Sosialisme adalah tidak mungkin tanpa suatu “gerak kembali” tertentu ke demokrasi “primitif” [karena bagaimana lagi mayoritas, dan kemudian seluruh penduduk tanpa kecuali, dapat melanjutkan langkah ke arah menduduki fungsi-fungsi negara?]: dan kedua, bahwa “demokrasi primitif” yang beralaskan kapitalisme dan kebudayaan kapitalis tidaklah sama dengan demokrasi primitif dalam pra-sejarah atau zaman pra-kapitalis. Kebudayaan kapitalis telah menciptakan produksi besar-besaran, pabrik, kereta api, pos, telepon, dan seterusnya, dan atas dasar ini mayoritas besar dari fungsi-fungsi “kekuasaan negara” yang lama menjadi begitu disederhanakan dan dapat diturunkan menjadi pekerjaan-pekerjaan yang sangat sederhana berupa pendaftaran, penyimpanan, dan pengamatan, sehingga pekerjaan itu dapat dengan mudah dilakukan oleh setiap orang yang melek huruf, dapat dengan sangat mudah dilakukan dengan “upah buruh” biasa, dan sehingga fungsi-fungsi itu dapat [dan harus] dibersihkan dari setiap bayangan hak-istimewa, dibersihkan dari setiap persamaan dengan “kebesaran resmi”.

Semua pejabat, tanpa kecuali, dipilih dan tunduk pada penarikan kembali sewaktu-waktu, gaji mereka diturunkan sampai pada derajad “upah buruh” biasa –tindakan-tindakan demokrasi yang sederhana dan “sudah dengan sendirinya” ini, di samping dengan sempurna menyatukan kepentingan-kepentingan kaum buruh serta mayoritas tani, bersamaan dengan itu pula berperan sebagai sebuah jembatan yang menjulur dari kapitalisme ke Sosialisme. Tindakan-tindakan ini meliputi pembangunan kembali negara, pembangunan kembali masyarakat di bidang politik semata-mata; tetapi tentu saja, tindakan-tindakan tersebut hanya memperoleh arti serta maksudnya yang sepenuhnya bila dihubungkan dengan “perampasan atas kaum perampas” baik yang yang diselesaikan maupun yang sedang dipersiapkan, yaitu dengan pengubahan hak milik perseorangan kapitalis atas alat-alat produksi menjadi hak milik kemasyarakatan.

“Komune” tulis Marx, “telah menjadikan semboyan semua revolusi borjuis, yaitu pemerintahan yang murah, menjadi kenyataan dengan menghapuskan dua sumber pengeluaran yang terbesar –tentara tetap dan birokrasi Negara”.[7]

Dari kalangan tani, seperti juga dari golongan-golongan lain borjuis kecil, hanya sejumput kecil tak berarti saja yang “naik ke puncak” ataupun “menjadi sesuatu” menurut pengertian borjuis, yaitu, menjadi orang yang berada, borjuis, maupun pejabat yang memegang kedudukan terjamin dan berhak-istimewa. Di setiap negara kapitalis di mana terdapat kaum tani [seperti halnya di kebanyakan negeri-negeri kapitalis] mayoritas melimpah kaum tani adalah tertindas oleh pemerintah dan merindukan penggulingannya, merindukan pemerintah yang murah. Ini hanya dapat dicapai oleh proletariat, dan dengan mencapai hal itu, bersamaan dengan itu proletariat mengambil langkah ke arah pembangunan kembali negara secara sosialis. — Bersambung ke Bab III — Bagian [b]

Catatan :

[1]. Plekanov [1856-1918], propagandis Marxis pertama di Rusia; pendiri organisasi Marxis pertama Rusia -yaitu kelompok Emancipation Labour, di Jenewa. Ia memerangi ide-ide Narodnism [termasuk terorisme] dan revisionisme dalam gerakan buruh, ia menulis sejumlah karya yang mempopulerkan pandangan dunia materialis. Bersama Lenin, Plekanov merupakan editor Iskra. Sayangnya, ia cenderung kepada konsep ‘dua-tahap’ milik kaum Menshevik yang kemudian ke dalamnya ia bergabung. Selama Perang Dunia Pertama Plekanov mengabaikan internasionalisme demi pendirian Sosial-chauvinis, dan akhirnya tahun 1917 ia menjadi lawan dari Revolusi Oktober.

[2]. Karl Marx dan Frederick Engels, “Manifesto of the Communist Party” [Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, Vol. I, hal. 22] lihat catatan no. 20.

[3]. K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, Volume II, halaman 420

[4]. Lihat V. I. Lenin, Collected Works, edisi bahasa Rusia ke-empat, volume XII, halaman 83-91. 

[5]. Revolusi 1905 bisa dikatakan sebagai pelopor atau pertanda dari dan juga pemanasan bagi Revolusi 1917. Revolusi 1905 menempatkan dengan jelas kelas proletar sebagai kekuatan pemimpin dalam perjuangan dan pendorong yang memungkinkan munculnya soviet-soviet, sebelum akhirnya revolusi ini dikalahkan. 

[6]. Lihat K. Marx, Civil War in France [Perang Dalam negeri di Perancis], [K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, volume I, halaman 468-71].

[7]. ibid, halaman 473.

One thought on “Negara dan Revolusi — Bab III – Bagian [a]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *