Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

BACAAN PROGRESIF

Negara dan Revolusi — Bab III — Bagian [b]

VLADIMIR I. LENIN

Ajaran Marxis tentang Negara dan Tugas-tugas Proletariat di dalam Revolusi

  1. PENGHAPUSAN PARLEMENTERISME

“Komune” tulis Marx, “haruslah suatu badan pekerja, bukannya badan parlementer yang sekaligus eksekutif dan legislatif pada saat yang bersamaan.”

“…hak pilih umum bukanlah untuk sekali dalam tiga atau enam tahun menetapkan anggota yang mana dari kelas yang berkuasa harus mewakili dan menindas [ver-und zertreten] Rakyat di dalam parlemen, tetapi hak pilih umum haruskah mengabdi pada Rakyat, tersusun dalam komune-komune, seperti halnya dengan hak pilih perseorangan yang mengabdi setiap majikan yang mana saja dalam memilih buruh, mandor, dan pemegang buku untuk perusahaannya”[8]

Berkat masih berkuasanya sosial-chauvinisme dan oportunisme, kritik yang sangat bagus tentang parlementerisme ini, dibuat dalam tahun 1971, sekarang tergolong juga pada “kata-kata terlupakan” dari Marxisme. Para Menteri Kabinet dan para parlementarir profesional, penghianat-penghianat terhadap proletariat dan para Sosialis “praktis” dewasa ini, menyerahkan semua kritik tentang parlementerisme kepada kaum anarkis dan berdasarkan hal-hal yang sungguh sangat luar biasa beralasan ini, mereka mencela semua kritik tentang parlementerisme sebagai “anarkisme”!! Tidak menherankan bahwa proletariat dari negeri-negeri parlementer yang “maju” menjadi mual karena kaum “sosialis” semacam para pengikut Scheidemann, David, Legien, Sembat, Renaudel, Henderson, Vandervelde, Stauning, Branting, Bissolati, dan rekan-rekannya; telah makin sering memberikan simpatinya kepada anarko-sindikalisme biarpun adanya kenyataan bahwa yang tersebut belakangan tadi adalah saudara kembar dari oportunisme.

Tetapi bagi Marx, dialektika revolusioner tidak pernah menjadi permainan kata-kata yang kosong, tidak pernah menjadi barang mainan, seperti yang telah diperbuat oleh Plekhanov, Kautsky, dll. Marx tahu bagaimana harus memisahkan diri dengan tidak mengenal ampun dengan anarkisme karena ketidakmampuan anarkisme untuk menggunakan parlementerisme borjuis biarpun hanya “kandang babi”nya saja, teristimewa di waktu situasinya jelas tidak revolusioner; tetapi bersamaan dengan itu Marx tahu bagaimana harus menundukkan parlementerisme pada kritik revolusioner-proletar yang sejati.

Untuk sekali dalam setiap beberapa tahun menetapkan anggota yang mana dari kelas yang berkuasa yang harus menindas dan menghantam Rakyat melalui parlemen –inilah esensi sebenarnya dari parlementerisme borjuis, tidak saja di monarki-monarki parlementer-konstitusional tetapi juga di kebanyakan republik-republik demokratis.

Tetapi jika kita membahas masalah tentang negara, dan apabila kita memandang parlementerisme sebagai salah satu lembaga negara, dari titik pandangan tugas-tugas proletariat dalam bidang ini, apakah jalan keluar bagi parlementerisme? Bagaimana ia dapat tidak dibutuhkan?

Berkali-kali kita harus mengulangi; pelajaran-pelajaran Marx berdasar pada studi tentang Komune telah begitu dilupakan sama sekali sehingga “Sosial-Demokrat” dewasa ini [baca: penghianat terhadap Sosialisme dewasa ini] benar-benar tidak dapat memahami setiap kritik tentang parlementerisme kecuali sebagai kritik anarkis atau reaksioner. Jalan keluar bagi parlementerisme, tentu saja bukanlah penghapusan lembaga-lembaga perwakilan dan prinsip pemilihan, tetapi hal mengubah lembaga-lembaga perwakilan dari warung obrolan menjadi badan-badan “yang bekerja”. “Komune haruslah suatu badan pekerja, bukannya badan parlementer, yang sekaligus eksekutif dan legislatif.

“Suatu badan pekerja bukan badan parlemen” — ini merupakan tembakan langsung yang tepat mengenai parlementarir dan “anjing-anjing piaraan” parlementer dari Sosial-Demokrasi dewasa ini! Cobalah tinjau setiap negeri parlementer yang mana saja dari Amerika sampai Swiss, dari Perancis sampai Inggris, Norwegia dan seterusnya –di negeri-negeri tersebut urusan sebenarnya dari “negara” dilakukan di belakang layar dan dikerjakan oleh departemen-departemen kementrian dan Staff-staff Umum. Parlemen itu sendiri dibiarkan mengobrol dengan maksud khusus untuk menipu “Rakyat biasa”. Ini begitu benarnya sehingga di republik Rusia pun suatu republik borjuis-demokratis, segala dosa dari parlementerisme ini dengan segera tersingkap, bahkan sebelum ia berhasil mendirikan suatu parlemen yang sebenarnya. Pahlawan-pahlawan dari filistinisme yang busuk itu, orang-orang semacam para pengikut Skobelev dan Tsereteli, Cernov dan Avksentyev, bahkan telah berhasil mencemarkan Soviet-Soviet menurut contoh parlementerisme borjuis yang paling memuakkan dan mengubahnya menjadi warung-warung obrolan belaka. Di dalam Soviet-Soviet, Tuan-tuan para Menteri “Sosialis” membohongi orang-orang udik yang mudah percaya itu dengan kata-kata bualan dan resolusi-resolusi. Di dalam pemerintah sendiri berlangsunglah terus-menerus quadrille[9] agar supaya pada satu pihak sebanyak mungkin orang-orang Sosialis-Revolusioner dan Menshevik satu demi satu memperoleh “kue”nya, yaitu kedudukan yang menguntungkan dan terhormat dan supaya pada pihak lain “perhatian Rakyat” dapat terus dipelihara. Sementara itu, tempat mereka “mengerjakan” urusan “negara” adalah di dalam kementrian-kementian dan staff-staff.

Dyelo Naroda[10], organ partai “Sosialis-Revolusioner” yang sedang berkuasa, belum lama ini mengakui dalam sebuah tajuk rencana, dengan keterusterangan yang tiada bandingnya dari orang-orang dari “kalangan baik” di mana “semua” melakukan pelacuran politik, bahwa bahkan di dalam kementerian-kementerian yang dipimpin oleh kaum “sosialis” [perhatikan tanda kutipnya!], seluruh aparat birokrasi pada hakekatnya tetap seperti semula, bekerja menurut cara lama dan dengan sangat “bebas” menyabot usaha-usaha revolusioner!. Dan seandainya tidak ada pengakuan inipun, bukankah sejarah yang nyata dari ikut sertanya kaum Sosialis-Revolusioner dan kaum Menshevik dalam pemerintah telah membuktikan hal ini?. Yang khas di sini hanyalah bahwa tuan-tuan yang semacam Tuan Cernov, Tuan Rosanov, Tuan Zenzinov, dan redaktur-redaktur Dyelo Naroda lainnya yang duduk bersama dengan kaum Kadet di dalam kementerian-kementrian, sudah begitu kehilangan rasa malunya sehingga tanpa malu-malu dan tidak menjadi merah mukanya, di depan umum mereka seperti menceritakan sesuatu yang remeh bercerita bahwa di dalam kementrian-kementrian “mereka” semuanya tetap sebagaimana sedia kala!! Kata-kata demokratis revolusioner untuk mengelabui orang-orang sebangsa si dungu udik dan langgam main ulur kekasenliran yang birokratis untuk “memuaskan hati” kaum kapitalis –itulah hakekat koalisi yang “jujur”.

Komune mengganti parlementerisme yang dapat disuap dan busuk dalam masyarakat borjuis dengan lembaga-lembaga di mana kebebasan berpendapat dan berdiskusi tidak merosot menjadi penipuan, sebab anggota-anggota parlemen harus bekerja sendiri, menjalankan sendiri undang-undang mereka, memeriksa sendiri apa hasilnya dan bertanggung jawab dalam kehidupan dan bertanggung jawab langsung kepada pemilih-pemilihnya. Lembaga-lembaga perwakilan tetap ada, tetapi di sini tidak ada parlementerisme sebagai sistem yang khusus, sebagai pembagian kerja antara legislatif dan eksekutif, sebagai kedudukan berhak istimewa bagi anggota-anggotanya. Tanpa lembaga-lembaga perwakilan kita tidak dapat membayangkan demokrasi, bahkan juga demokrasi proletar, tetapi kita dapat dan harus membayangkan demokrasi tanpa parlementerisme jika memang kritik terhadap masyarakat borjuis bagi kita bukan kata-kata kosong, jika keinginan untuk menggulingkan kekuasaan borjuasi adalah keinginan kita yang sungguh-sungguh dan tulus, dan bukan semboyan “pemilihan” untuk memancing suara kaum buruh seperti halnya kaum Menshevik dan kaum Sosialis-Revolusioner, seperti halnya orang-orang semacam Scheidelmann dan Legien, semacam Sembat dan Vandervelde.

Sangatlah instruktif bahwa, ketika berbicara tentang fungsi-fungsi pejabat itu yang diperlukan baik oleh Komune maupun oleh demokrasi proletar, Marx menyamakan mereka dengan pegawai-pegawai dari “setiap majikan lainnya”, yaitu dengan perusahaan kapitalis biasa beserta “buruh, mandor, pemegang buku”nya.

Pada diri Marx sedikitpun tidak ada utopisme dalam arti bahwa ia mengada-ada, mengkhayalkan masyarakat “baru”. Tidak. Marx mempelajari kelahiran masyarakat baru dari yang lama, bentuk-bentuk peralihan dari yang lama ke yang baru sebagai proses historis-alamiah. Ia mengambil pengalaman praktis gerakan massa proletar dan berusaha menarik pelajaran-pelajaran praktis darinya. Ia “belajar” dari Komune, seperti semua pemikir revolusioner yang besar tidak takut belajar dari pengalaman gerakan-gerakan besar kelas-kelas tertindas, tidak pernah memberikan kepada gerakan itu “khotbah tentang moral” yang bersifat menggurui [seperti khotbah Plekhanov: “Seharusnya mereka tidak usah mengangkat senjata”, atau khotbah Tsereteli: “suatu kelas harus membatasi diri”].

Menghapuskan birokrasi seketika, di mana-mana dan sampai ke akar-akarnya, adalah tidaklah mungkin. Itu utopi. Tetapi menghancurkan seketika mesin birokrasi lama dan segera mulai membangun mesin yang baru, yang memungkinkan dihapuskannya secara berangsur-angsur segala birokrasi –ini bukan utopi, ini pengalaman Komune, ini tugas langsung dan terdekat kaum proletar revolusioner.

Kapitalisme menyederhanakan fungsi-fungsi pemerintahan “negara”, memungkinkan dicampakkannya “komandoisme” dan menyederhanakan seluruh persoalan menjadi pengorganisasian kaum proletar [sebagai kelas yang berkuasa] yang akan mengupah “buruh, mandor dan pemegang buku” atas nama seluruh masyarakat.

Kita bukan kaum utopis. Kita tidak “mengkhayalkan” kemungkinan seketika dapat tanpa pemerintahan apapun, tanpa ketundukan apapun; khayalan anarkis ini yang didasarkan pada ketiadaan pengertian akan tugas-tugas diktatur proletariat, secara fundamental asing bagi Marxisme dan pada kenyataannya hanya membantu menunda revolusi sosialis sampai orang-orang menjadi lain. Tidak, kita menghendaki revolusi sosialis dengan orang-orang sebagaimana adanya sekarang, yaitu orang-orang yang tidak dapat tanpa ketundukan, tanpa kontrol, tanpa “mandor dan pemegang buku”.

Tetapi ketundukan itu harus kepada pelopor bersenjata dari seluruh kaum terhisap dan kaum pekerja –kepada proletariat. “Komandoisme” yang khas dari pejabat-pejabat negara bisa dan harus seketika, segera, mulai diganti dengan fungsi-fungsi yang sederhana dari “mandor dan pemegang buku”, fungsi-fungsi yang sepenuhnya sesuai dengan tingkat perkembangan warga kota pada umumnya dan sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan upah yang sama dengan “upah buruh”.

Kita sendiri, kaum buruh, akan mengorganisasi produksi secara besar-besaran atas dasar yang sudah diciptakan oleh kapitalisme, dengan bersandar pada pengalaman buruh sendiri, dengan menegakkan disiplin yang paling keras, disiplin baja, yang didukung oleh kekuasaan negara dari kaum buruh bersenjata; kita akan menurunkan pejabat-pejabat negara untuk memainkan peranan sebagai pelaksana biasa dari instruksi-instruksi kita, sebagai “mandor dan pemegang buku” yang bertanggung jawab, dapat diganti dan dibayar dengan gaji yang tidak besar [tentu saja dengan bantuan teknisi-teknisi dari segala mutu, jenis dan tingkat] –inilah tugas kita, tugas proletar, dari sinilah kita dapat dan harus mulai pada waktu melaksanakan revolusi proletar. Permulaan yang demikian itu, diatas dasar produksi secara besar-besaran, dengan sendirinya akan menuju “melenyapnya” berangsur-angsur segala birokrasi, menuju pembentukan berangsur-angsur tata tertib-tata tertib yang tanpa tanda kutip, tata tertib yang tidak ada persamaannya dengan perbudakan upah–tata tertib di mana fungsi-fungsi pengawasan dan memberi pertanggung jawaban yang semakin sederhana akan dilaksanakan oleh semua secara bergilir, kemudian akan menjadi kebiasaan dan akhirnya tidak lagi menjadi fungsi-fungsi khusus dari orang-orang lapisan khusus.

Seorang sosial-demokrat Jerman yang cerdas-jenaka, pada tahun-tahun 70-an abad yang lalu menamakan jawatan pos sebagai contoh perekonomian sosialis; ini sangat tepat. Pada saat ini jawatan pos menggunakan perusahaan yang diorganisasi menurut tipe monopoli kapitalis negara. Imperialisme secara berangsur-angsur mengubah semua trust menjadi organisasi yang serupa tipenya. Di sini, di atas kaum pekerja “biasa” yang dibebani pekerjaan berat dan menderita kelaparan, berdiri birokrasi borjuis yang itu-itu juga. Tetapi di sini mekanisme dari pengurusan kemasyarakatan sudah jadi. Dengan menggulingkan kaum kapitalis, mematahkan perlawanan kaum penghisap itu dengan tangan besi kaum buruh bersenjata, menghancurkan mesin birokrasi negara modern–maka kita akan mendapatkan mekanisme yang diperlengkapi dengan teknik tinggi dan bebas dari “parasit”, yang sepenuhnya dapat digerakkan oleh kaum buruh sendiri yang bersatu, dengan mengupah teknisi, mandor dan pemegang buku, dengan membayar pekerjaan mereka semua, seperti membayar pekerjaan semua pejabat “negara” pada umumnya, dengan upah buruh. Inilah tugas kongkrit, tugas praktis, yang segera bisa dilaksanakan terhadap semua trust, tugas yang akan membebaskan kaum pekerja dari penghisapan dan yang akan memperhitungkan pengalaman yang secara praktis sudah dimulai oleh Komune [terutama di bidang pembangunan negara].

Seluruh ekonomi nasional yang diorganisasi seperti jawatan pos, dengan maksud supaya teknisi, mandor, pemegang buku, seperti juga semua pegawai menerima gaji tidak lebih tinggi dari “upah buruh”, di bawah kontrol dan pimpinan proletariat bersenjata –inilah tujuan kita yang terdekat. Negara yang demikianlah, yang berdasarkan ekonomi yang demikian itulah yang kita perlukan. Inilah yang akan dapat menghapuskan parlementerisme dan mempertahankan lembaga-lembaga perwakilan, inilah yang akan membebaskan kelas-kelas pekerja dari pelacuran lembaga-lembaga tersebut oleh borjuis.

  1. ORGANISASI KESATUAN NASIONAL

Dalam sketsa kasar tentang organisasi nasional, yang tidak sempat dikembangkan lebih lanjut oleh Komune, dinyatakan dengan sangat tegas bahwa Komune seharusnya menjadi bentuk politik dari kampung yang paling kecil sekalipun”…”Dari komune-komunelah seharusnya dipilih “Delegasi Nasional” di Paris.

“…Fungsi-fungsi yang tidak banyak jumlahnya tetapi sangat penting, yang masih akan ada bagi pemerintah pusat, tidak seharusnya dihapuskan, sebagaimana telah dengan sengaja telah disalahmaksudkan, tetapi seharusnya diserahkan kepada pejabat-pejabat komune, artinya kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab penuh”.

“Kesatuan bangsa tidak seharusnya dihancurkan, tetapi sebaiknya harus diorganisasi dengan sistim komune. Kesatuan bangsa harus menjadi kenyataan dengan jalan menghancurkan kekuasaan negara, yang mengaku dirinya sebagai penjelmaan kesatuan itu, tetapi yang ingin bebas dari bangsa, dan yang berdiri di atasnya. Dalam kenyataannya kekuasaan negara itu hanyalah merupakan bonggol parasit di tubuh bangsa. Tugasnya ialah mengamputasi organ-organ penindasan dari kekuasaan pemerintah lama, mencabut fungsi-fungsi sah dari kekuasaan yang merasa berhak berdiri di atas masyarakat, dan menyerahkannya kepada abdi-abdi masyarakat yang bertanggung jawab.”[11]

Sampai sejauh mana kaum oportunis Sosial-Demokrasi masa kini gagal memahami –barang kali akan lebih tepat buat dikatakan, menolak memahami– argumen Marx tersebut paling jelas ditunjukan oleh buku yang terkenal secara herostratis[12] yaitu buku dari si penghianat Bernstein Premis-premis Sosialisme Dan Tugas-Tugas Sosial-Demokrasi. Justru mengenai kata-kata Marx tersebut di atas Bernstein menulis bahwa program itu “Émenurut isi politiknya, di dalam semua cirinya yang hakiki menunjukkan persamaan yang sebesar-besarnya dengan federalisme Proudhon…Kendatipun segala perbedaan lainnya antara Marx dengan “borjuis kecil” Proudhon [Bernstein menempatkan kata “borjuis kecil” di antara tanda kutip, untuk membuatnya tampak ironis] tetapi dalam hal-hal ini jalan fikiran mereka dekat sedekat-dekatnya”. Tentu saja, Bernstein melanjutkan, arti penting daerah perkoataan bertambah besar, tetapi “tampaknya meragukan bagi saya bahwa tugas pertama demokrasi akan berupa penghapusan [Auflösung] negara-negara modern dan perubahan total [Umwandlung] organisasi negara-negara modern itu sebagaimana dibayangkan oleh Marx dan Proudhon [pembentukan Dewan Nasional dari utusan-utusan dewan-dewan propinsi atau distrik, yang pada gilirannya akan terdiri dari utusan-utusan komune-komune] sehingga seluruh bentuk perwakilan nasional yang terdahulu akan lenyap sama sekali” [Bernstein, Premis-Premis, halaman 134 dan 136, edisi Jerman, 1899].

Mencampur-aduk pandangan-pandangan Marx mengenai “penghancuran kekuasaan negara, parasit yang tak diinginkan,” dengan federalisme Proudhon adalah sepenuh-penuhnya megerikan dan keterlaluan! Tetapi ini bukanlah kebetulan, sebab tidak pernah terpikir oleh si oportunis, bahwa di sini Marx sama sekali tidak berbicara mengenai federalisme sebagai lawan sentralisme, melainkan tentang pemusnahan mesin negara lama, mesin negara borjuis yang ada di semua negeri borjuis.

Satu-satunya hal yang terpikir oleh si oportunis hanyalah apa yang ia lihat di sekitarnya, di sebuah lingkungan filistinisme borjuis kecil dan kemandekan “kaum reformis”, yaitu hanya “daerah perkotaan”! Si oportunis bahkan jauh dari kemungkinan memikirkan revolusi proletar.

Ini konyol. Tetapi satu hal yang dapat dicatat adalah tak ada seorangpun berdebat dengan Bernstein dalam hal ini. Banyak yang telah membantah Bernstein, terutama Plekhanov dalam literatur Rusia, Kautsky dalam literatur Eropa, tetapi keduanya tidak berbicara tentang distorsi terhadap Marx ini oleh Bernstein.

Si oportunis telah begitu banyak melupakan hal bagaimana berpikir secara revolusioner dan berpegang pada revolusi yang dicapnya sebagai “federalisme” pada Marx, orang yang dicampuradukkannya dengan pendiri anarkisme, Proudhon. Sedang Kautsky dan Plekhanov, yang mengklaim diri sebagai Marxis-marxis ortodoks dan pembela-pembela ajaran Marxisme revolusioner, bungkam tentang hal ini! Di sinilah letak salah satu akar pemvulgaran yang ekstrim terhadap pandangan-pandangan mengenai perbedaan antara Marxisme dan anarkisme, yang khas baik bagi kaum Kautskyis maupun bagi kaum oportunis, dan ini masih akan kita bicarakan lagi.

Sedikitpun tak ada jejak mengenai federalisme dalam argumen-argumen Marx tentang pengalaman Komune tersebut di atas. Marx sependapat dengan Proudhon justru dalam hal yang tidak dilihat oleh si oportunis Bernstein. Marx berbeda pendapat dengan Proudhon justru dalam hal yang oleh Bernstein dilihat sebagai persamaan mereka.

Marx sependapat dengan Proudhon dalam hal bahwa mereka berdua berpendirian untuk “menghancurkan” mesin negara modern. Baik kaum oportunis maupun kaum Kautskyis tidak mau melihat persamaan Marxisme dengan anarkisme ini [baik Proudhon maupun dengan Bakunin], sebab dalam hal ini mereka telah meninggalkan Marxisme.

Marx berbeda pendapat baik dengan Proudhon maupun Bakunin justru mengenai masalah federalisme [apalagi masalah diktatur proletariat]. Secara prinsip federalisme berasal dari pandangan-pandangan borjuis kecil anarkisme. Marx adalah seorang sentralis. Dan dalam argumen-argumennya yang dikutip di atas, sedikitpun tidak ada penyimpangan dari sentralisme. Hanya orang-orang yang berlumur “kepercayaan secara takhayul” filistin terhadap negara dapat menganggap penghancuran mesin borjuis sebagai penghancuran sentralisme!

Tetapi sekarang, apabila proletariat dan kaum tani termiskin mengambil kekuasaan negara dalam tangannya, dengan bebas sepenuhnya mengorganisasi diri dalam komune-komune dan mempersatukan aksi semua komune untuk menggempur kapital, untuk menyerahkan jalan-jalan kereta api, pabrik-pabrik, tanah milik perseorangan dan milik perseorangan lainnya kepada seluruh bangsa, kepada seluruh masyarakat–bukankah itu sentralisme? Bukankah itu akan merupakan sentralisme demokratis yang paling konsekuen? Dan lagi sentralisme proletar?

Betul-betul tak terpikir oleh Bernstein bahwa sentralisme sukarela, penyatuan sukarela komune-komune menjadi bangsa, peleburan secara sukarela komune-komune proletar dalam usaha menghancurkan kekuasaan borjuis dan mesin negara borjuis adalah mungkin. Seperti semua filistin, Bernstein menggambarkan sentralisme sebagai sesuatu yang hanya dari atas, yang dapat dipaksakan dan dipertahankan hanya oleh birokrasi dan klik militer.

Seperti sudah tahu sebelumnya akan kemungkinan diputarbaliknya pandangan-pandangannya, Marx dengan tegas menandaskan bahwa tuduhan-tuduhan tentang Komune yang seolah-olah hendak menghancurkan kesatuan bangsa, menghapuskan kekuasaan pusat adalah pemalsuan yang disengaja. Marx sengaja menggunakan kata-kata “persatuan bangsa adalah …untuk diorganisasikan”, untuk mempertentangkan sentralisme proletar yang demokratis dan sadar dengan sentralisme borjuis yang militeris dan birokratis.

Tetapi tidak ada orang yang begitu tuli selain dari pada orang yang tidak mau mendengar. Dan kaum oportunis sosial-demokrasi masa kini justru tidak mau mendengar tentang penghancuran kekuasaan negara, tentang amputsi terhadap parasit yang tidak diinginkan.

  1. PENGHANCURAN NEGARA PARASIT

Kami telah mengutip kata-kata Marx yang bersangkutan dengan masalah ini dan kini harus melengkapinya.

“Nasib yang sudah biasa dari ciptaan sejarah yang baru,” tulis Marx, “ialah bahwa ciptaan itu dianggap sebagai timbalan dari bentuk-bentuk kehidupan sosial yang lama dan bahkan yang sudah kuno, yang mempunyai sedikit persamaan dengan lembaga-lembaga baru. Demikianlah juga Komune baru ini, yang mematahkan [bricht–menghancurkan] kekuasaan negara modern, telah dianggap sebagai penghidupan kembali komune-komune Zaman TengahÉsebagai perserikatan negara-negara kecil [Montesquieu dan kaum Girondis][13 sebagai bentuk yang dibesar-besarkan dari perjuangan dahulu kala melawan sentralisasi yang berlebih-lebihan”.

“Sistem komune akan mengembalikan kepada badan sosial itu semua kekuatan yang sampai pada saat ini ditelan oleh bonggol parasit ‘negara’, yang hidup atas tanggungan masyarakat dan yang merintangi geraknya yang bebas. Dengan satu tindakan ini saja ia akan mendorong maju kelahiran kembali Perancis”.

“Sistim komune akan menyebabkan kaum produsen desa berada di bawah pimpinan spiritual kota-kota utama dari setiap daerah dan di sana mereka akan mendapatkan pada diri kaum buruh kota wakil-wakil yang wajar dari kepentingan-kepentingan mereka. Adanya komune itu sendiri, sebagai sesuatu yang sudah dengan sendirinya, akan mendatangkan otonomi setempat, tetapi bukan lagi sebagai lawan kekuasaan negara yang kini sudah menjadi tidak diperlukan lagi”.

“Penghancuran kekuasaan negara” yang merupakan “bonggol parasit”; “pemotongan”nya, “pemusnahan”nya; “kekuasaan negara kini sudah menjadi tidak diperlukan lagi”–inilah kata-kata Marx yang digunakan dalam membicarakan negara ketika menilai dan menganalisa pengalaman Komune.

Semua ini ditulis hampir setengah abad yang lalu, dan sekarang orang harus seperti melakukan penggalian supaya Marxisme yang tidak diputarbalik dikenal massa luas. Kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari peninjauan mengenai revolusi besar terakhir yang dialami Marx,dilupakan justru pada saat dimana masa untuk revolusi-revolusi besar proletar berikutnya telah tiba.

“Bermacam-macamnya tafsiran yang ditimbulkan oleh Komune dan bermacam-macamnya kepentingan yang mendapatkan pernyataannya di dalam Komune membuktikan bahwa ia adalah bentuk politik yang sangat luwes, sedang semua bentuk pemerintah yang terdahulu pada hakekatnya bersifat menindas. Rahasianya yang sebenarnya ialah ini: secara hakiki ia adalah pemerintah kelas buruh,sebagai hasil perjuangan kelas yang berproduksi melawan kelas yang merampas, ia adalah bentuk politik yang pada akhirnya ditemukan di mana pembebasan kerja di bidang ekonomi dapat dilaksanakan”.

“Tanpa syarat terakhir ini sistim komune tidak akan mungkin, dan akan merupakan delusi”[14]

Kaum utopis sibuk dengan “penemuan” bentuk-bentuk politik dimana pembangunan kembali masyarakat secara sosialis harus berlangsung. Kaum anarkis mengesampingkan masalah-masalah bentuk politik pada umumnya. Kaum oportunis dari sosial-demokrasi masa kini menerima bentuk-bentuk politik borjuis dari negara demokratis parlemen sebagai batas yang tak dapat dilewati; dan mereka menyembah “model” ini hingga dahi mereka kapalan dan menyatakan setiap keinginan untuk menghancurkan bentuk-bentuk ini sebagai anarkisme.

Marx menarik kesimpulan dari seluruh sejarah sosialisme dan perjuangan politik bahwa negara pasti akan lenyap, bahwa bentuk peralihan dari lenyapnya negara [peralihan dari negara ke bukan negara] adalah “proletariat yang terorganisasi sebagai kelas yang berkuasa”. Tetapi Marx tidak berusaha untuk menemukan bentuk-bentuk politik masa depan ini. Ia membatasi diri hanya dengan meninjau sejarah Perancis dengan seksama, menganalisanya dan menarik kesimpulan yang dilahirkan pada tahun 1831; masalahnya sedang mendekati penghancuran mesin negara borjuis.

Dan ketika gerakan revolusioner massa proletariat meletus, Marx mulai mempelajari bentuk-bentuk apa yang telah ditemukan oleh gerakan itu,walaupun gerakan itu gagal, walaupun berusia pendek dan mempunyai kelemahan yang mencolok mata.

Komune adalah bentuk yang “pada akhirnya ditemukan” oleh revolusi proletar, dimana pembebasan kerja di bidang ekonomi dapat berlangsung.

Komune adalah usaha pertama revolusi proletar untuk menghancurkan mesin negara borjuis dan merupakan bentuk politik yang “pada akhirnya ditemukan”, yang dapat dan harus menggantikan mesin negara yang dihancurkan.

Dalam uraian selanjutnya akan kita lihat bahwa revolusi-revolusi Rusia pada tahun-tahun 1903 dan 1917, dalam keadaan yang berlainan dan di bawah syarat-syarat yang berbeda, meneruskan usaha Komune dan membenarkan analisa sejarah yang jenial dari Marx. — Bersambung ke Bab IVBagian [a]

Catatan :

[8]. Bagian karangan di atas dari karya Marx Perang dalam Negeri di Perancis dikutip oleh Lenin dari teks edisi Jerman. 

[9]. Quadrille -semacam dansa segi empat untuk empat pasang penari. 

[10]. Dyelo Naroda [Usaha Rakyat] harian S. R. [Sosialis Revolusioner] terbit di Petrograd dari bulan Maret 1917-Juni 1918, beberapa kali ganti nama. Surat kabar ini diterbitkan di Samara pada bulan Oktober1918 [terbit 3 nomor] dan di Moskow pada bulan Maret 1919 [terbit 10 nomor]. Surat kabar ini dilarang terbit pada tahun itu juga karena kegiatannya yang kontra-revolusioner. 

[11]. K. Marx, Civil War in France [Perang Dalam negeri di Perancis], [K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, volume I, halaman 472].

[12]. Herostratos -seorang Yunani yang pada tahun 356 SM membakar kuil Diana di Ephesus, dengan maksud membuat namanya tenar dan abadi; herostratis: orang yang ambisius, yang mencari ketenaran dengan cara apa saja, sampai dengan cara kejahatan ataupun cara yang memalukan. 

[13]. Kaum Girondis -kelompok-kelompokan politik semasa revolusi borjuis Perancis pada babak terakhir abad ke-18. mereka terombang-ambing antra revolusi dengan kontra-revolusi dan mengadakan perjanjian dengan monarki. 

[14]. Dua kutipan di atas adalah dari K. Marx, Civil War in France [Perang Dalam negeri di Perancis], [K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, volume I, halaman 471-74].

One thought on “Negara dan Revolusi — Bab III — Bagian [b]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *