Negara dan Revolusi — Bab IV — Bagian [a]

VLADIMIR I. LENIN

Ajaran Marxis tentang Negara dan Tugas-tugas Proletariat di dalam Revolusi

BAB IV

LANJUTAN. PENJELASAN-PENJELASAN TAMBAHAN ENGELS

Marx memberikan dasar mengenai masalah arti penting pengalaman Komune. Engels berulang kali kembali ke tema yang sama dan ketika menjelaskan analisa serta kesimpulan-kesimpulan Marx, kadang-kadang ia menyoroti segi-segi lain dari persoalannya dengan begitu kuat dan gamblang sehingga perlu secara khusus membahas penjelasan-penjelasannya itu.

  1. MASALAH PERUMAHAN

Dalam karyanya, Masalah Perumahan [1872], Engels telah memperhitungkan pengalaman komune, dan beberapa kali membahas tugas-tugas revolusi dalam hubungannya dengan negara. Adalah menarik untuk dicatat bahwa dalam tema kongkrit ini dengan jelas terungkap, di satu pihak, poin-poin persamaan antara negara proletar dengan negara sekarang –ciri-ciri yang memberi dasar untuk berbicara tentang negara, baik negara proletar maupun negara sekarang– dan, di pihak lain, poin-poin perbedaan antara keduanya, atau transisi ke penghancuran negara.

“Bagaimana memecahkan masalah perumahan? Dalam masyarakat masa kini, sama sepenuhnya seperti setiap masalah sosial lainnya, masalah itu dipecahkan: dengan penyesuaian ekonomi berangsur-angsur atas permintaan dan penawaran, sebuah solusi yang selalu melahirkan kembali masalah itu juga, artinya, tidak memberi solusi apapun. Bagaimana revolusi sosial akan memecahkan masalah tersebut tidak hanya tergantung pada waktu dan tempat, tetapi bertalian juga dengan masalah-masalah yang sangat lebih menjangkau jauh, salah satu yang terpenting di antaranya adalah masalah penghapusan pertentangan antara kota dengan desa. Sebagaimana tugas kita bukan menciptakan sistem-sistem utopis untuk penyusunan masyarakat yang akan datang, maka sama sekali tak berguna membicarakan masalah tersebut. Tetapi satu hal sudah pasti: pada nyatanya sekarang di kota-kota besar sudah cukup gedung-gedung perumahan untuk dengan segara mengatasi kekurangan perumahan yang sesungguhnya, bilamana gedung-gedung ini digunakan secara rasional. Hal itu sudah tentu dapat terlaksana hanya dengan jalan menyita dari pemilik-pemiliknya yang sekarang dan menempatkan di rumah-rumah tersebut buruh-buruh yang tidak punya rumah atau buruh-buruh yang sekarang tinggal di rumah-rumah yang terlalu sesak. Dan segera setelah proletariat merebut kekuasaan politik, tindakan yang ditentukan oleh kepentingan umum semacam itu akan dapat dilaksanakan semudah penyitaan lainnya dan penghunian rumah-rumah oleh negara masa kini” [edisi bahasa Jerman, 1887, hlm. 22] [1]

Di sini tidak dibahas perubahan bentuk kekuasaan negara, melainkan hanya isi kegiatannya. Penyitaan dan penghunian rumah-rumah terjadi juga menurut perintah yang sekarang. Dari segi formal, negara proletar juga akan “memerintahkan” penghunian rumah-rumah dan penyitaan gedung-gedung. Tetapi jelas bahwa aparat eksekutif lama, birokrasi, yang bertalian dengan borjuasi, sama sekali tidak cocok untuk menjalankan aturan negara proletar.

“Harus ditunjukkan bahwa ‘penyitaan aktual’ atas semua perkakas kerja, penyitaan seluruh industri oleh rakyat pekerja adalah lawan langsung dari ‘kompensasi’ Proudhonis.[2] Menurut yang terakhir ini buruh seorang-seorang menjadi pemilik tempat tinggal, bidang tanah petani, perkakas kerja; sedang menurut yang pertama rakyat pekerja tetap menjadi pemilik kolektif rumah-rumah, pabrik-pabrik dan perkakas kerja. Sekurang-kurangnya selama masa transisi, penggunaan rumah-rumah, pabrik-pabrik dan lain-lainnya itu oleh perorangan atau perkumpulan sulit diijinkan tanpa mengganti biayanya. Seperti juga penghapusan milik tanah bukan dimaksud untuk menghapuskan sewa tanah, melainkan menyerahkannya kepada masyarakat, walaupun dalam bentuk yang sudah dirubah. Maka itu penyitaan yang sebenarnya atas semua perkakas kerja oleh rakyat pekerja sama sekali tidak meniadakan dipertahankannya hubungan sewanya” [halaman 68][3]

Kita akan memperbincangkan masalah yang disinggung dalam uraian di atas, yaitu tentang dasar-dasar ekonomi melenyapnya negara, dalam bab berikutnya. Engels menyatakan pendapatnya dengan sangat hati-hati ketika mengatakan bahwa negara proletar akan “sulit” membagikan rumah tanpa pembayaran, “sekurang-kurangnya selama masa transisi”. Menyewakan rumah yang sudah menjadi milik seluruh rakyat kepada satu-satu keluarga mensyaratkan baik pemungutan uang sewa, pengawasan tertentu maupun satu atau lain patokan tertentu dalam pembagian rumah. Semua ini memerlukan bentuk negara tertentu, tetapi sama sekali tidak memerlukan aparat militer dan birokrasi yang khusus, beserta pejabat-pejabat yang mempunyai kedudukan khusus dengan hak istimewa. Sedangkan transisi ke keadaan di mana rumah-rumah akan bisa diberikan dengan cuma-cuma bertalian “melenyapnya” negara sepenuhnya.
Berbicara mengenai peralihan kaum Blanquis[4] ke pendirian fundamental Marxisme setelah Komune, dan di bawah pengaruh pengalamannya, Engels secara sambil lalu merumuskan pendirian tersebut sebagai berikut:

“Keharusan aksi politik proletariat dan diktaturnya sebagai transisi ke penghapusan kelas-kelas dan bersamaan dengan itu juga penghapusan negara.”[halaman, 55][5]

Pecandu-pecandu kritik yang njlimet atau “pembasmi-pembasmi Marxisme” borjuis barangkali akan melihat kontradiksi antara pengakuan akan “penghapusan negara” ini dengan penolakan terhadap rumus itu sebagai rumus anarkis dalam bagian dari Anti Duhring yang dikutip di atas. Tidaklah mengherankan jika kaum oportunis mencap juga Engels ke dalam kaum “anarkis”, karena sekarang makin meluas tuduhan dari pihak kaum sosialis-chauvinis bahwa kaum Internasionalis manganut anarkisme.
Marxisme selalu mengajarkan bahwa bersama dengan dihapuskannya kelas-kelas, dihapuskan juga negara. Bagian yang terkenal tentang “melenyapnya negara” dalam Anti Duhring menuduh kaum anarkis bahwa mereka itu tidak hanya menyetujui penghapusan negara, bahkan mengkhotbahkan seolah-olah negara dapat dihapuskan “dalam satu malam saja”.
Mengingat fakta bahwa doktrin “Sosial-Demokratik” yang kini berdominasi sepenuhnya mendistorsikan hubungan Marxisme dengan anarkisme mengenai masalah penghapusan negara, maka sangat berguna mengingat kembali satu kontroversi di mana Marx dan Engels menentang kaum anarkis.

  1. POLEMIK DENGAN KAUM ANARKIS

Kontroversi ini terjadi pada tahun 1873. Marx dan Engels menyumbang artikel-artikel yang menentang kaum Proudhonis, kaum “otonomis” atau kaum “anti-otoriteris” kepada buku tahunan Sosialis Italia dan baru pada tahun 1913 artikel-artikel tersebut dimuat dalam terjemahan bahasa Jerman dalam Neue Zeit[6]

“…Jika perjuangan politik kelas buruh mengambil bentuk-bentuk revolusioner,” tulis Marx, memperolok kaum anarkis karena mereka menolak politik, “jika kaum buruh menegakkan diktatur revolusionernya sebagai pengganti diktatur borjuasi, maka mereka melakukan kejahatan yang mengerikan, yaitu menghina prinsip-prinsip, sebab untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka yang remeh temeh dan vulgar itu, untuk mematahkan perlawanan borjuasi, kaum buruh memberikan bentuk revolusioner dan sementara kepada negara, dan bukannya meletakkan senjata dan menghapuskan negara.” [Neue Zeit, Volume XXXII, I, 1913-14, hlm. 40]

Hanya “penghapusan” negara macam ini sajalah yang ditentang oleh Marx ketika membantah kaum anarkis! Marx sama sekali tidak menentang bahwa negara akan lenyap bersamaan dengan lenyapnya kelas-kelas atau akan dihapuskan bersamaan dengan dihapuskannya kelas-kelas, tetapi menentang penolakan kaum buruh menggunakan senjata, menggunakan kekerasan yang terorganisasi, yaitu negara, yang harus mengabdi tujuan; “mematahkan perlawanan borjuasi”.
Untuk menjaga agar arti sebenarnya dari perjuangannya melawan anarkisme tidak didistorsikan, Marx dengan sengaja menekankan “bentuk yang revolusioner dan sementara” dari negara yang diperlukan oleh proletariat. Proletariat memerlukan negara cuma untuk sementara waktu saja. Kita sama sekali tidak berselisih pendapat dengan kaum anarkis mengenai masalah penghapusan negara sebagai tujuan. Kita menegaskan bahwa untuk mencapai tujuan ini untuk sementara diperlukan penggunaan alat-alat, sarana dan metode-metode kekuasaan negara untuk melawan kaum penghisap, sebagaimana untuk menghapuskan kelas-kelas diperlukan diktatur sementara dari kelas tertindas. Marx memilih cara pengajuan soal yang paling tajam dan paling jelas untuk melawan kaum anarkis; setelah menggulingkan penindasan kaum kapitalis, haruskah kaum buruh “meletakkan senjata mereka,” atau menggunakannya terhadap kaum kapitalis untuk mematahkan perlawanan mereka? Tetapi apakah penggunaan senjata secara sistematis oleh satu kelas terhadap kelas lainnya, jika bukan “bentuk sementara” dari negara?
Biarlah setiap Sosial-Demokrat menanyai dirinya sendiri; begitukah ia mengajukan masalah negara dalam polemik dengan kaum anarkis? Begitukah mayoritas luas partai-partai Sosialis yang resmi dari Internasionale II mengajukan masalah tersebut?
Engels menguraikan ide-ide yang sama dengan itu jauh lebih terperinci dan lebih populer. Pertama-tama ia mentertawakan kekusutan fikiran kaum Proudhonis, yang menyebut dirinya kaum “anti-otoriteris”, yaitu menolak setiap otoritas, setiap ketundukan, setiap kekuasaan. Ambilah sebagai contoh sebuah pabrik, jalan kereta api, kapal di laut lepas, kata Engels –apakah tidak jelas bahwa tak satupun dari perusahaan-perusahaan teknik yang rumit yang berdasarkan penggunaan mesin-mesin dan kerja sama yang berencana dari banyak orang ini dapat berfungsi, tanpa ketundukan tertentu, jadi tanpa otoritas atau kekuasaan tertentu?

“…Bila saya mengajukan argumen-argumen seperti ini kepada kaum anti-otoriteris yang paling ngotot, maka satu-satunya jawaban yang dapat mereka beri kepada saya adalah: Ya, itu benar. Tetapi di sini masalahnya bukanlah tentang otoritas yang kami berikan kepada para utusan kami, melainkan tentang penugasan tertentu! Orang-orang ini berfikir bahwa ketika mereka mengubah nama sesuatu hal mereka telah mengubah hal itu sendiri.”

Dengan demikian, setelah menunjukkan otoritas dan otonomi adalah konsepsi-konsepsi relatif, bahwa aplikasi keduanya berubah seiring dengan tahap perkembangan masyarakat, adalah absurd untuk menganggap hal-hal itu sebagai hal yang mutlak, dan setelah menambahkan bahwa bidang aplikasi mesin-mesin dan produksi skala besar semakin meluas secara konstan, Engels beralih dari pembahasan tentang otoritas secara umum ke masalah negara.

“…Jika kaum oportunis,” tulis Engels, “hanya ingin mengatakan bahwa organisasi sosial masa depan akan mengijinkan adanya otoritas hanya di dalam batas-batas yang dengan tak terelakkan ditentukan oleh syarat-syarat produksi, maka kita bisa sependapat dengan mereka; tetapi mereka buta terhadap semua kenyataan yang menyebabkan diperlukannya otoritas dan mereka berjuang dengan bernafsu menentang kata itu.
“Mengapa kaum anti otoriteris tidak membatasi diri dengan berteriak menentang otoritas politik, menentang negara? Semua kaum Sosialis sependapat bahwa negara politis, dan bersama dengan itu juga otoritas politik, akan lenyap sebagai akibat revolusi sosial yang akan datang, artinya bahwa fungsi-fungsi kemasyarakatan akan kehilangan watak politiknya dan berubah fungsi-fungsi administrasi sederhana berupa menjaga kebutuhan masyarakat. Namun kaum anti otoriteris menuntut supaya negara politik dihapuskan dengan sekali pukul, bahkan lebih dulu dari pada dihapuskannya hubungan-hubungan sosial yang melahirkannya. Mereka menuntut supaya tindakan pertama revolusi sosial adalah menghapuskan otoritas.
Pernahkah tuan-tuan ini menyaksikan revolusi? Revolusi sudah pasti adalah sesuatu yang paling otoriter yang ada; revolusi adalah tindakan, di mana sebagian penduduk memaksakan kehendaknya kepada bagian yang lain dengan senapan, bayonet, dan meriam -yaitu sarana yang luar biasa otoriternya; dan partai yang menang tidak ingin berjuang sia-sia, maka ia harus mempertahankan kekuasaan dengan menggunakan rasa takut yang ditimbulkan oleh senjatanya pada diri kaum reaksioner. Seandainya Komune Paris tidak bersandar pada otoritas rakyat bersenjata dalam menghadapi borjuasi bisakah ia bertahan lebih lama dari satu hari? Sebaliknya, apakah kita tidak berhak menyesali Komune karena ia terlalu sedikit menggunakan otoritas itu? Jadi, satu di antara dua: atau kaum anti-otoriteris sendiri tidak tahu apa yang mereka bicarakan, dan kalau demikian halnya mereka hanya menimbulkan kekusutan saja; atau mereka tahu, dan kalau demikian halnya mereka mengkhianati usaha proletariat. Dalam kedua hal itu mereka hanya mengabdi kepada reaksi.” [halaman 39].

Argumen ini menyentuh masalah-masalah yang harus ditinjau dalam kaitannya dengan tema tentang hubungan antara politik dengan ekonomi selama melenyapnya negara [tema ini akan dibahas dalam bab berikutnya]. Masalah-masalah ini adalah masalah pengubahan fungsi-fungsi kemasyarakatan dari fungsi-fungsi politik menjadi fungsi-fungsi administrasi sederhana dan masalah “negara politik”. Ungkapan terakhir ini, yang mudah meninbulkan kesalahpahaman, menunjukan proses melenyapnya negara; negara yang sedang melenyap pada tingkat tertentu pelenyapannya dapat disebut negara non-politik.
Sekali lagi, yang paling menarik perhatian dalam argumen Engels tersebut adalah cara ia mengemukakan masalah untuk melawan kaum anarkis. Kaum Sosial-Demokrat yang ingin menjadi murid-murid Engels, telah berdebat jutaan kali untuk menentang kaum anarkis sejak tahun 1873, tetapi mereka berdebat justru tidak sebagaimana kaum Marxis dapat dan harus berdebat. Gambaran anarkis tentang penghapusan negara adalah kacau dan tidak revolusioner -begitulah Engels mengemukakan masalahnya. Kaum anarkis justru tidak mau melihat revolusi dalam pemunculan dan perkembangannya, dengan tugas-tugas khusus revolusi itu dalam hubungan dengan kekerasan, otoritas, kekuasaan, negara.
Kritik yang biasa terhadap anarkisme dari kaum Sosial-Demokrat masa kini telah turun pada kedangkalan kaum filistin yang setulen-tulennya: “kami mengakui negara, sedangkan kaum anarkis tidak!” Tentu saja kevulgaran semacam itu tidak dapat tidak menimbulkan rasa muak pada kaum buruh yang berpikir dan revolusioner. Apa yang dikatakan Engels berbeda. Ia menekankan bahwa semua kaum Sosialis mengakui lenyapnya negara sebagai akibat revolusi sosialis. Kemudian ia dengan kongkrit mengemukakan masalah revolusi, yaitu justru masalah yang biasanya dihindari oleh kaum Sosial-Demokrat karena oportunismenya dengan menyerahkan “pengolahan”nya boleh dikata semata-mata kepada kaum anarkis. Dan ketika mengemukakan masalah ini Engels dengan tegas mencengkram kunci masalahnya: tidakkah seharusnya Komune lebih banyak menggunakan kekuasaan revolusioner negara, yaitu proletariat yang bersenjata dan terorganisir sebagai kelas yang berkuasa?
Sosial-Demokrat resmi yang sedang berdominasi menyingkirkan masalah-masalah proletariat dalam revolusi hanya dengan ejekan filistin saja, atau paling-paling dengan mengelak secara sofistik: “lihat saja nanti”. Maka itu kaum anarkis mendapat hak untuk mengatakan kepada Sosial-Demokrasi demikian itu bahwa ia mengkhianati tugasnya memberikan pendidikan revolusioner kepada kaum buruh. Engels menggunakan pengalaman revolusi proletar yang terakhir justru untuk melakukan penyelidikan yang paling kongkrit tentang apa yang harus dilakukan oleh proletariat dan bagaimana proletariat harus bertindak baik terhadap bank-bank maupun terhadap negara.

  1. SURAT KEPADA BEBEL

Salah satu dari pengamatan-pengamatan yang bernilai penting, jika bukan yang paling bernilai penting, mengenai masalah negara dalam karya Marx dan Engels, terdapat dalam bagian yang berikut dalam surat Engels kepada Bebel tertanggal 18-28 Maret 1875. Surat ini, kami katakan sambil lalu, sepanjang pengetahuan kami, dimuat oleh Bebel untuk pertama kali dalam jilid ke-dua dari memoarnya [Aus meinem Leben atau Dari Hidupku] yang terbit pada tahun 1911, yaitu 36 tahun sesudah surat itu ditulis dan dikirimkan.
Engels menulis surat kepada Bebel mengkritik rancangan program Gotha yang juga dikritik oleh Marx dalam suratnya yang terkenal kepada Bracke. Menyinggung secara khusus masalah negara, Engels mengatakan:

“Negara rakyat bebas telah berubah menjadi negara bebas. Menurut arti tata bahasanya, negara bebas adalah negara di mana negara bebas terhadap warga negaranya, yaitu negara dengan pemerintah yang lalim. Seluruh obrolan tentang negara seharusnya sudah dihentikan, terutama sesudah Komune, yang sudah bukan lagi merupakan negara menurut arti kata yang sebenarnya. Kaum anarkis telah lebih dari cukup mencerca kita dengan ‘negara rakyat’, meskipun karya Marx yang menentang Proudhon, dan kemudian Manifesto Komunis sudah mengatakan dengan terus terang bahwa dengan dilaksanakannya susunan masyarakat yang sosialis negara akan membubarkan dirinya sendiri [sich auflöst] dan menghilang. Dengan demikian, karena negara hanyalah suatu lembaga peralihan yang digunakan dalam perjuangan, dalam revolusi, untuk dengan kekerasan menekan musuh-musuhnya, maka adalah omong kosong belaka untuk berbicara tentang suatu negara Rakyat bebas selama proletariat masih menggunakan negara, ia tidak menggunakannya demi kepentingan kebebasan tetapi untuk menekan musuh-musuhnya, dan segera setelah ada kemungkinan berbicara tentang kebebasan maka negara dengan demikian menghabisi hidupnya sendiri. Dari itu kami ingin mengusulkan supaya mengganti negara di mana pun juga dengan kata ‘persekutuan hidup’ [Gemeinwesen] sepatah kata Jerman lama yang baik yang dapat mewakili dengan sangat patutnya kata Perancis Komune”. [halaman 321-2 dalam edisi aslinya yang berbahasa Jerman][7]

Hendaknya selalu diingat bahwa surat tersebut menyangkut program partai yang dikritik oleh Marx dalam sepucuk surat bertanggalkan hanya beberapa minggu sesudah yang tersebut di atas [Surat Marx bertanggalkan 5 Mei 1875], dan bahwa pada waktu itu Engels hidup bersama Marx di London. Oleh karena itu, bila ia mengatakan “kami” dalam kalimat terakhir, Engels, tak usah diragukan lagi, atas namanya sendiri dan juga atas nama Marx, menyarankan kepada pemimpin parta buruh Jerman supaya kata “negara” dicabut dari program dan diganti dengan kata “persekutuan hidup”.
Betapa lolongan tentang “anarkisme” akan dijeritkan oleh mereka yang menjadi pendukung utama “Marxisme” dewasa ini yang telah dipalsukan demi kenyamanan kaum oportunis, jika suatu amandemen program semacam itu disarankan kepada mereka!
Biarlah mereka melolong. Ini akan mendatangkan pujian dari borjuasi kepada mereka.
Dan kita akan meneruskan pekerjaan kita. Dalam merevisi program Partai kita, haruslah kita mempertimbangkan nasehat Engels dan Marx dengan setia agar supaya lebih dekat lagi pada kebenaran, untuk memperbaiki kembali Marxisme dengan membersihkannya dari segala pemutarbalikan, untuk membimbing perjuangan kelas buruh untuk kebebasannya dengan lebih tepat lagi. Tentulah tak akan ditemukan orang yang menentang nasehat Engels dan Marx di kalangan kaum Bolshevik. Satu-satunya kesulitan yang barangkali mungkin timbul akan menyangkut soal terminologi. Dalam basa Jerman terdapat dua kata yang berarti “persekutuan-hidup”, yang darinya Engels menggunakan satu yang tidak berarti satu persekutuan-hidup tetapi jumlah keseluruhannya, suatu sistem persekutuan-persekutuan hidup. Dalam bahasa Rusia tidaklah ada kata semacam itu, dan barangkali kita akan memililh kata Perancis “Komune”, biarpun ini tidak terlepas pula dari berbagai kesulitan.
“Komune bukanlah lagi suatu negara dalam arti kata yang sebenarnya” -dari segi teoritis, inilah pernyataan yang paling penting yang diciptakan oleh Engels. Sesudah apa yang di katakan di atas, pernyataan ini sepenuhnya jadi jelas. Komune tidak lagi menjadi negara, sebab yang harus ditindasnya bukan mayoritas penduduk, melainkan minoritas [kaum penghisap]; ia telah menghancurkan mesin negara borjuis; sebagai ganti kekuatan khusus untuk menindas, penduduk sendiri tampil di atas panggung. Semua ini adalah penyimpangan dari negara menurut arti kata yang sebenarnya. Dan andai kata komune telah tekonsolidasi, maka bekas-bekas negara di dalamnya akan “melenyap” dengan sendirinya, tidak akan perlu baginya “menghapuskan” lembaga-lembaga negara; lembaga-lembaga itu akan berhenti berfungsi seiring dengan menjadi tidak adanya sesuatu yang harus dikerjakan olehnya.
“Kaum anarkis mencerca kita dengan ‘negara rakyat””; dalam mengatakan ini yang dimaksudkan oleh Engels pertama-tama adalah Bakunin dan serangan-serangannya terhadap kaum Sosial-Demokrat Jerman. Engels mengakui bahwa serangan-serangan itu dapat dibenarkan sejauh sebagaimana “negara rakyat” sama omong kosongnya dan sama menyimpangnya dari sosialisme seperti “negara rakyat bebas”. Engels berusaha membetulkan perjuangan kaum Sosial-Demokrat Jerman melawan kaum anarkis, membuat supaya perjuangan ini tepat dalam prinsip, membersihkannya dari prasangka-prasangka oportunis mengenai “negara”. Sayang! Surat Engels dipetieskan selama 36 tahun. Akan kita lihat di bawah bahwa, bahkan setelah surat ini diumumkan, Kautsky dengan kepala batu mengulangi apa yang pada hakekatnya justru kesalahan-kesalahan yang telah diperingatkan Engels.
Bebel menjawab Engels dalam surat bertanggal 21 September 1875, di mana ia menulis antara lain bahwa ia “sepenuhnya setuju” dengan pendapat Engels tentang rancangan program dan bahwa ia menyesali Liebknecht karena sikap mengalahnya [hlm. 334 dari edisi Jerman buku Bebel, Memoirs, Volume II]. Tetapi jika kita mengambil brosur Bebel Tujuan Kita [Our Aims], maka akan kita temukan di dalamnya pandangan-pandangan tentang negara yang sama sekali salah:

“Negara harus diubah dari negara yang berdasarkan kekuasaan kelas menjadi negara rakyat” [Unsere Ziele, edisi Jerman, 1886, halaman 14].

Inilah yang tercetak di dalam edisi ke-9 [yang kesembilan!] dari brosur Bebel! Tidaklah mengherankan kalau pandangan-pandangan oportunis tentang negara yang diulang-ulang dengan begitu ngotot ditelan oleh Sosial-Demokrasi Jerman, terutama ketika penjelasan-penjelasan disembunyikan dan seluruh keadaan hidup untuk waktu yang panjang telah “menyapih” diri dari revolusi. — Bersambung ke Bab IV – Bagian [b]

Catatan :

[1]. Lihat F. Engels, The Housing Question [Masalah Perumahan], [K. Marx dan F. Engels Selected Woks, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, jilid I, halaman 517-18] 

[2]. Kaum Proudhonis -pengikut-pengikut Proudhon [1809-1865], yang mengkritik kepemilikan kapitalis besar bukan dari cara pandang Marxis [atau Proletariat], melainkan dari cara pandang borjuasi kecil. Mereka berusaha mengekalkan kepemilikan pribadi yang kecil dengan penciptaan bank-bank ‘rakyat’ dan lain-lain reforamasi utopis, mengkombinasikan hal ini dengan pandangan-pandangan kaum Anarkis tentang negara serta suatu penyangkalan terhadap revolusi proletar. Marx membuktikan bahwa pemikiran-pemikiran Proudhon dalam bukunya Poversty of Philosophy [Filsafat Kemiskinan] adalah salah, dan aliran Proudhonis sepenuhnya dikalahkan oleh Marxisme secara luas dalam Interasionale I. 

[3]. F. Engels, The Housing Question [Masalah Perumahan], [K. Marx dan F. Engels Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, jilid I, halaman 569]. 

[4]. Kaum Blanquis -pengikut-pengikut Louis Auguste Blanqui [1805-81]. Seorang revolusioner Perancis; karya-karya klasik Marxisme-Leninisme, di samping memandang Blanqui sebagai seorang revolusioner yang terkemuka dan penganut sosialisme, bersamaan itu mengkritik ia karena separatismenya dan cara-cara aktifitasnya yang bersifat komplotan. Blanquisme mengharapkan pembebasan umat mnanusia dari perbudakan upah, bisa dicapai bukan melalui perjuangan kelas, yang ditolaknya, melainkan melalui komplotan dari minoritas kecil kaum intelektual. Daripada mempersiapkan kebangkitan massa pada saat syarat-syarat revolusi tengah mematang, mereka berusaha mensubstitusikan diri sebagai aksi-aksi sadar kaum proletar. 

[5]. F. Engels, The Housing Question [Masalah Perumahan], [K. Marx dan F. Engels Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, jilid I, halaman 555].

[6]. Yang dimaksud oleh Lenin di sini ialah artikel K. Marx Der politische Indifferentismus [Political Indifferentism atau Kemasabodohan Politik] [K. Marx dan F. Engels, Pilihan karya, edisi bahasa Jerman, Berlin, jilid XVIII, halaman 299-304] dan artikel F. Engels On Authority [Tentang Otoritas] [K. Marx dan F. Engels Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, jilid I, halaman 571-78]. Berikutnya V. I. Lenin mengutip artikel-artikel itu juga.

[7]. Lihat K. Marx dan F. Engels Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, jilid II, halaman 38-9.

[8]. Program Erfurt dari Partai Sosial-Demokrat Jerman diterima dalam bulan Oktober 1891 dalam kongres Erfurt untuk mengganti program Gotha tahun 1875. Kesalahan-kesalahan program Erfurt dikritik oleh Engels dalam karyanya On the Critique of the Social-Democratic Draft Program of 1891 [Tentang Kritik Terhadap Rancangan Sosial-Demokrat tahun 1891] [K. Marx dan F. Engels Collected Works, edisi bahasa Jerman, Berlin, jilid XXII, halaman 225-40].

Di halaman-halaman berikutnya, V. I Lenin mengutip karya F. Engels itu juga [ibid, halaman 232-37].

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *