Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

BeritaMAI-Papua

Menuju HUT ke-62 Kemerdekaan Bangsa Papua, MAI-Papua Sorong Raya serukan Konsolidasi, Diskusi dan Nobar

Seruan Konsolidasi, Diskusi dan Nobar MAI-Papua Komite Sorong Raya jelang HUT ke-62 Kemerdekaan Bangsa Papua / FACEBOOK

SORONG, Westpapuanews.Org — Masyarakat Adat Independen – Papua [MAI-Papua] Komite Sorong Raya menyerukan konsolidasi, diskusi dan nonton bareng [Nobar] dalam rangka HUT ke-62 Bangsa Papua 1 Desember 1961 – 1 Desember 2023.

Konsolidasi, Diskusi dan Nobar yang diorganisir oleh MAI-Papua akan dilaksanakan pada Sabtu, 25 November 2023 bertempat di Marcas [Kamnas], Sorong, Domberay.

“Kami mengundang seluruh orang Papua, orang non Papua, solidaritas, oraganisasi pro demokrasi, mahasiswa, individu progresif, dan seluruh elemen masyarakat,” seru MAI-Papua yang disebar melalui platform Facebook, Kamis [24/11/2023]

Dalam seruan tertulis itu MAI-Papua menyebutkan isu West Papua sudah go internasional, Rakyat West Papua minta merdeka bukan tanpa alasan, kemerdekaan West Papua yg di deklarasikan pada tgl 1 Desember 1961.

“Tetapi digagalkan 19 hari kemudian lewat Operasi Trikora yang dikumandangkan Soekarno di alun-alun Yogyakarta,” tulis MAI-Papua dalam seruan mereka.

Disebutkan, setelah berhasil mengagalkan kemerdekaan West Papua lewat serangkaian operasi militer, Indonesia bersama Belanda dan Amerika menyepakati perjanjian-perjanjian sebagai klaim sepihak untuk menguasai West Papua tanpa melibatkan orang Papua sebagai pemilik tanah leluhur West Papua.

“Salah satu perjanjiannya adalah penandatanganan Perjanjian New York [New York Agreement] antara Belanda, Indonesia, dan Amerika Serikat sebagai penengah terkait sengketa wilayah West New Guinea [Papua Barat] pada tanggal 15 Agustus 1962, yang dilakukan tanpa keterlibatan satu pun wakil dari rakyat Papua Barat,” tulis MAI-Papua.

“Padahal,” MAI-Papua menyebutkan, “perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua Barat sebagai bangsa yang telah Merdeka.”

Dirincikan, New York Agreement mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal, dimana pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri [Self Determination] yang didasarkan pada praktek hukum Internasional, yaitu satu orang satu suara [One Man One Vote].

BACA JUGA : Benny Wenda minta masyarakat internasional tunjukkan solidaritas terhadap West Papua pada 1 Desember ini

Pasal 12 dan 13 mengatur transfer administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB [UNTEA] kepada Indonesia.

Setelah transfer administrasi atau aneksasi yang dilakukan pada 1 Mei 1963 atas Papua Barat, Indonesia mendapat tanggungjawab untuk mempersiapkan pelaksanaan penentuan nasib sendiri dan pembangunan di Papua selama 25 tahun.

“Namun ternyata Indonesia tidak menjalankan kesepakatan sesuai dalam Perjanjian New York.

“Indonesia malah melakukan pengkondisian wilayah melalui berbagai operasi militer dan penumpasan gerakan kemerdekaan rakyat Papua Barat.

“Dengan itu, sebelum proses penentuan nasib dilakukan pada tahun 1969 PEPERA [Penentuan Pendapat Rakyat], tepat 7 April 1967, Freeport, perusahaan pertambangan milik negara imperialis Amerika Serikat telah menandatangani Kontrak Karya Pertamanya dengan pemerintah Indonesia secara ilegal,” rinci MAI-Papua.

Menurut MAI-Papua, klaim atas wilayah Papua Barat sudah dilakukan oleh kolonial Indonesia dengan kontrak pertama Freeport dua tahun sebelum PEPERA.

“Sehingga dari 809.337 rakyat Papua Barat yang memiliki hak suara, hanya 1.025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina yang memberikan pendapat.

MAI-Papua membeberkan, secara sistematis Kolonial Indonesia melakukan dua musyawarah yang tidak memiliki ketentuan hukum Internasional, yang mana harus ‘Satu orang satu suara’ [One Man One Vote], yang telah diatur juga dalam New York Agreement secara hukum Internasional.

Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya Pelanggaran HAM Berat selama PEPERA berlangsung adalah bentuk tidak demokratisnya Indonesia.

Sehingga, hasil manipulasi kolonial Indonesia atas Papua Barat sudah diatur dalam Resolusi PBB No. 2504 [XXIV] pada November 1969, dengan alasan kolonial Indonesia telah merebut dan merekayasa hasil PEPERA yang tidak demokratis dalam resolusi yang ilegal.

Enam puluh dua tahun telah berlalu sejak penandatanganan Kemerdekaan bangsa Papua Barat. Situasi hari ini semakin Parah dengan berbagai macam regulasi yang pro borjuis dan kapitalis yang disahkan dalam beberapa tahun terakhir.

“Seperti Omnibus Law, UU Minerba, UU ITE, KUHP dan Otsus Jilid II serta DOB yag semakin mencekik kehidupan masyarakat Indonesia secara umum dan rakyat Papua secara khusus,” beber MAI-Papua.

BACA JUGA : Ketua OPM himbau rakyat Papua dan masyarakat Internasional rayakan HUT Bangsa Papua ke-62

Menurut MAI-Papua, implementasi dari berbagai macam regulasi ini maka pembungkaman ruang demokrasi semakin masif terjadi, kriminalisasi dan penangkapan terhadap masyarakat maupun aktivis dan pembela HAM, Eksploitasi sumber daya alam secara massif dan berkelanjutan tanpa memperdulikan nasib masa depan masyarakat, pengiriman dan operasi militer yang terus dilakukan ke Papua guna mengamankan segala kepentingan Negara kolonial Indonesia dan tuannya kapitalis.

Dikatakan, keadaan dari manipulasi sejarah gerakan Rakyat Papua Barat dan masifnya penjajahan oleh Kolonial Indonesia masih terus berlangsung dan semakin kritis hingga hari ini, dengan rakyat Papua sebagai korbannya.

“Hanya dengan Menentuan Nasib Sendiri atau Merdeka, Rakyat Bangsa Papua Barat dapat terlepas dari segala belenggu penindasan,” pungkas MAI-Papua. [W]

One thought on “Menuju HUT ke-62 Kemerdekaan Bangsa Papua, MAI-Papua Sorong Raya serukan Konsolidasi, Diskusi dan Nobar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *