Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

Lawan OligarkiOligarki Kayu

Agus Kalalu : Perusahaan masuk Hutan Adat tanpa beritahu kami Tuan Dusun

Masyarakat Adat Klayili melakukan aksi penolakan terhadap PT. Hutan Hijau Papua Barat / PUSAKA

SORONG, Westpapuanews.Org — Masyarakat adat Klayili melakukan aksi penolakan terhadap PT. Hutan Hijau Papua Barat yang merencanakan melakukan operasi pembalakan kayu di hutan adat mereka.

Dikutip dari Pusaka.or.id, aksi penolakan dilakukan di depan kantor Kampung Klayili, Jl Magulung RT. III, RW.I, Distrik Klayili, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Sabtu [29/7].

Mereka memegang poster penolakan, diantaranya bertuliskan “Klayili Tanah Adat, bukan Tanah Negara”, “Kami Masyarakat Klayili Tolak PT. Hutan Hijau Papua Barat”, “Kami Tolak PT Hutan Hijau Papua Barat di Tanah Malamoi”, “Stop Rampas Tanah dan Hutan Adat Malamoi”.

“Kami Masyarakat Adat di Distrik Klayili, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, menolak kehadiran perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat di atas tanah dan hutan kami. Mengingat karena hutan tersisa yang ada digunakan sebagai tempat berlindungnya satwa dan juga kepentingan anak cucu kami yang akan datang dan pembangunan kampung”, kata pemilik tanah dan hutan adat yang masuk dalam Konsesi PT. Hutan Hijau Papua Barat, Agus Kalalu.

Hutan yang sekarang menjadi incaran perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat merupakan eks HPH konsesi PT. Intimpura Timber Co, yang diberikan oleh pemerintah melalui Surat Keputusun (SK) Nomor: 069/KPTS-II/1989 pada 6 Februari 1989 kepada perusahaan HPH PT. Intimpura Timber Co, dengan luas areal 333.000 HA.

Tokoh masyarakat adat di Klayili mempunyai pandangan dan sikap seragam terhadap perusahaan Kayu dan Sawit. Masyarakat Adat Moi di Klayili sudah mengalami dan melihat kehadiran dan operasi perusahaan membabat hutan dan mengelola hasil kayu dari hutan adat di Tanah Moi, bukan hal yang baru. Mereka sudah mendapat pelajaran berharga dari dampak operasi pengusahaan hasil hutan kayu yang ditimbulkan perusahaan.

BACA JUGA : Tegakkan Hukum Adat : Marga Kinggo Kambenap Jatuhkan Sanksi Denda Adat kepada PT Tunas Sawa Erma

Pada saat PT. Intimpura Timber Co beroperasi, hutan yang dulunya baik, menjadi rusak, sungai-sungai yang dulu jernih menjadi keruh dan kabur, tempat bermain burung cendrawasih [Kelnain] di gusur, tempat keramat [Kofok] di gusur,  kompensasi kayu tidak di bayar secara layak.

“Tahun 90-an, saya masih di bangku SD Inpres No. 20 Kampung Klayili, saya bersama bapak, mama, kakak, dan adik saya dua perempuan, kami tinggal di kampung. Ketika kami mau kembali ke dusun untuk tokok sagu dan mencari makan, saat mendekati rumah dusun, saya melihat banyak pohon besar yang tumbang, kami jadi heran. Ketika kami berjalan maju sekitar 10 meter, pas ketemu jalan logging dan bekas kendaraan perusahaan. Kami bertanya kenapa waktu perusahaan masuk di tanah dan hutan adat kami, tanpa memberitahukan kami Tuan Dusun”, ungkap Agus Kalalu.

Menurut Agus Kalalu, saat itu perusahaan sudah menebang kayu ada tiga petak di wilayah adat Marga Kalalu. “Pada saat pembayaran kompensasi kami hanya mendapatkan uang 10 juta rupiah. Nilainya tidak sebanding dengan kerugian kami,” ucapnya.

Agus Kalalu menegaskan, Masyarakat adat dari Klayili dengan tegas menolak PT. Hutan Hijau Papua Barat di Tanah dan Hutan Adat kami. “Kami masyarakat Adat Klayili takut jangan sampai perusahaan PT. Hutan Hijau Papua Barat berakhir, tanah dan hutan adat kami beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit”.

Menurut Agus, kalau sampai PT. Hutan Hijau Papua Barat beroperasi di tanah dan hutan adat mereka, itu sama saja dengan perusahaan dan negara mau membunuh masyarakat adat Moi.

“Sudah tidak ada tempat untuk kami hidup lagi. Kami masyarakat adat Moi sudah kasih Migas dan Sawit, apalagi yang Negara mau dari kami masyarakata adat Moi,” pungkasnya. [W]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *