Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

BeritaDukaIndonesia criminal regimeIndonesia Fascist StateIndonesia terrorist stateJoko Widodo FascistRasisme Indonesia

Elsamir Simon Mosso Papua Merdeka Cinta, Istri Pertama dan Terakhir Dalam Hidupnya



Sambutan Direktur Eksekutif ULMWP di West Papua Atas Kepergian Tuan Elsamir Simon Mosso

Syukur BagiMu Tuhan!

Saya berdiri di Hadapan Bapak Ibu Sidang Perkabungan. Dihadapan Bapak Ibu dan saya, terbaring, Jasad Bapak Terkasih Elsamir Simon Mosso. Ia telah meninggalkan kita semua untuk menghadap Sang Khalik, yang menciptakan Manusia dan Alam ini, sejak kemarin, Rabu, 4 Agustus 2021, pukul 11.00 Waktu Papua.

Hampir semua yang terkumpul disini mempunyai kesan dan pesan untuk almahur Elsamir Simon Mosso. Kesan umum yang terpatri dalam diri kita tentang almarhum Elsamir Simon Mosso adalah ia seorang pendiam, tenang, disiplin-tepat waktu, pemikir, nasionalis Papua. Ia memiliki pengetahuan mumpuni tentang hukum tata negara. Terpancar dalam dirinya sikap sebagai Bapak bagi siapa saja. Ia tahu menempatkan dirinya, kepada siapa ia hendak berbicara karena itu dengan mudah menempatkan diri, ia juga menjadi Kaka dan Sahabat dalam banyak situasi.

Lebih jauh dan dalam dari sejumlah kesan tadi bahwa tuan Elsamir Simon Mosso adalah seorang pejuang Papua Merdeka Sejati. Papua Merdeka telah menjadi Cinta, Istri pertama dan terakhir selama hidupnya. Oleh sebab itu, Ia mendedikasikan hidupnya secara penuh bagi pembebasan nasional bangsa Papua.

Tuan Elsamir Simon Mosso sebagai seorang ahli hukum tata Negara meyakini bahwa bangsa Papua secara hukum, ekonomi, politik, sosial budaya layak menentukan nasibnya sendiri. Demikian pula, Tuan Mosso sebagai orang beriman Kristiani memiliki visi dan kejakinan yang kokoh bahwa Tuhan tidak salah menempatkan orang Papua di tanah ini. Pun pula bahwa Tuhan tidak salah menempatkan segala kekayaan alamnya, juga Tuhan tidak salah bahwa sejak 5 Februari 1855 manusia dan tanah ini dibabtis dalam Nama Tuhan Yesus.

Pengalaman *memoria pasionis* (ingatan penderitaan) panjang di Papua dan secara khusus wilayah kepala burung sejak awal 1963-1970-an telah membentuk karakternya yang kokoh dalam membelah rakyat dan bangsanya. Kita masih mengenang, apa yang terjadi setelah pecahnya perlawanan rakyat Papua di Arfai Manokwari.

Pada awalnya adalah reaksi rakyat Papua atas sikap pejabat-pejabat asal Indonesia yang mengecewakan orang Papua sejak tahun 1963. Ketika itu pemerintah hadir di tanah Papua kemudian mereka menjarah dan merampas semua benda peninggalan Belanda dan milik orang Papua.

Pemerintah Indonesia melalui TNI/Polri juga telah menangkap, menyiksa dan membunuh orang Papua. Fakta ini membuat orang Papua marah dan protes. Orang Papua melakukan dengan aksi protes perlawanan terbuka. Perlawanan secara bersenjata pertama kali diluncurkan di Kebar, Manokwari 26 Juli 1965. Perlawanan di Kebar ini dipimpin oleh Johannes Djambuani dengan kekuatan 400 orang yang berasal dari suku Karun dan Ayamaru. Seiring dengan itu, suku Arfak di Arfai, Manokwari melancarkan pula perlawanan yang dipimpin oleh Mayor Tituler Lodewijk Mandatjan yang diikuti oleh Kapten Tituler Barent Mandatjan dan Lettu Tituler Irogi Maedogda dengan mengajak penduduk lari ke hutan.

Dua hari kemudian, pada 28 Juli 1965 terjadi perlawanan yang dipimpin oleh Permanas Ferry Awom dengan pengikutnya yang berasal dari suku Biak, Maybrat (Ajamaru), Serui dan Numfor menyerang asrama Yonif 641/Tjendrawasih I. Dalam penyerangan ini 3 anggota ABRI tewas.

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) melancarkan Operasi Sadar di bawah komando Pangdam Brigjen R. Kartidjo untuk menghancurkan kelompok perlawanan. Di susul dengan Operasi Baratayudha, operasi Wibawa serta sejumlah operasi lainnya dengan tujuan utama adalah memenangkan PEPERA (Pelaknaan Penentuan Pendapat) untuk Indonesia.

Operasi yang semula dimulai di Manokwari semakin meluas di Wilayah Kepala Burung Papua dan wilayah Papua lainnya. Khususnya di tengah Suku Maybrat, di Distrik Ayamaru pada Februari 1967, tentara menembak dan mengeksekusi sejumlah orang Papua dan membakar kampung. Pada bulan yang sama, di Semenanjung Kepala Burung Papua, kampung-kampung dilempari granat dan dibom oleh Tentara Angkatan Laut dan Aangkatan Udara Indonesia.

Akibat situasi penderitaan panjang ini telah melahirkan banyak pemimpin dan pejuang kokoh dari suku Maybrat. Diantaranya adalah Mecky Salossa, Elsamir Simon Mosso, Mesak Bame, Maikel Kareth dan sejumlah tokoh lainnya. Mereka ini harus membayar harga mahal dengan nyawa mereka sendiri. Untuk Tuan Mosso, selama 10 tahun telah dipenjarahkan di Kali Sosok bersama beberapa tokoh Papua seperti, Dr. Tom Wainggai, Jacob Rumbiak, Edison Waromi, Albert Kaliele, Elieser Awom, Jonah Wenda serta sejumlah tokoh Papua lainnya.

Setelah bebas dari tahanan Indonesia di Kali Sosok pada 1998, Tuan Mosso berperan aktif dan hadir dalam membangun rekonsiliasi dan persatuan, di West Papua, di luar negeri khususnya di Melanesia, Pacifik dan Asia. Lahirnya West Papua National Coalition for Liberations (WPNCL) dan ULMWP (United Liberation Movement fot West Papua) tidak terlepas dari partisipasi aktif beliau.

Peran dan partisipasi Tn. Mosso mengawal dan berkontribusi dalam perjuangan Bangsa Papua Barat khususnya di WPNCL dan organ perjuangan sipil lainnya, sebagai berikut:

I. Pendiri dan Pengurus Inti WPNCL (West Papua National Coalition for Liberation-WPNCL) atau Koalisi Nasional Papua Barat Untuk Pembebasan.A.l :

1. Panel Meeting dan Lokakarya Rekonsiliasi dan Konsolidasi Organisasi-Organisasi Perlawanan, difasilitasi oleh West Papua Peace Working Group pada, 27 Oktober dan 20 November 2004 di Port Numbay, tentang membangun pemahaman bersama;

2. The West Papua Leaders Meeting, pada 28 November – 1 Desember 2005, Lae, Morobe Province, PNG, Deklarasi terbentuk Wadah Persatuan Nasional WPNCL, sebagai wadah koordinatif dalam perjuangan;

3. Pertemuan Internal TPN PB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat), yang dilaksanakan pada 22-24 Juli 2006, di Madang Province, PNG;

4. Konferensi Tingkat Tinggi TPN-PB pada 5-8 April 2007, di Markas Besar OPM, Schotiau, Sandaun Province, PNG, sekaligus membentuk Dewan Militer Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (DM TPN PB) sebagai wadah koordinasi sayap militer tertinggi;

5. West Papua Leaders Summit (WPLS), pada 22-25 September 2007, di Ipoh, Malaysia,

6. Pertemuan Tingkat Tinggi Pemimpin (West Papua High Leaders Summit), pada 02-10 April 2008, di Port Vila, Republik of Vanuatu, termasuk rekonsiliasi internal antara Dewan Militer TPN PB dan TPN OPM atas usulan WPPRO (West Papua Representatif Office), serta melakukan sosialisasi hasil WPLS dari pertemuan Ipoh, Malaysia kepada seluruh anggota organisasi politik dan sosial yang belum sempat hadir.

7. Rapat Kerja WPNCL di Lido Village, Vanimo Sandaun Province PNG 2010;

8. Konferensi Luar Biasa (KLB) WPNCL di Port Moresby, Desember 2019 memilih kepengurusan yang baru setelah beberapa pemimpin meninggal dunia diantaranya Ketua Tn. Hans Richard Yoweni, Wakil Tn.Dr. John Otto Ondawame, Ketua Misi Pasifik Tn. Clemens Runawery dan Ketua Misi PNG Tn. John Tekwie. Pada kesempatan KLB ts di atas Almarhum ditunjuk sebagi Ketua Badan Yudikatif dan atau Ketua Tim Perumus Konstitusi.

II. Deklarator/pendiri dan pengurus TAPOL/NAPOL Papua, didirikan setelah Tn. Mosso dan kawan-kawan keluar dari Penjara Kali Sosok Surabaya.

III. Deklarator/pendiri Dewan Peletak Dasar Revolusi ’65 organisasi afiliasi WPNCL dengan jumlah anggota terbanyak di Sorong Raya khususnya dan Bomberay serta Domberay.

Dari sejumlah partisipasi aktif tadi Tuan Elsamir Simon Mosso turut bekerja keras dan mendorong lahirnya United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Port Villa Vanuatu Desember 2014. Melalui ULMWP, kini bangsa Papua menjadi Observer MSG kemudian oleh para pemimpin Melanesia mengantar bangsa Papua ke pangkuan Pasifik, Uni Afrika, Caribian. Para pemimpin Melanesia dan Pacifik juga mulai angkat masalah Papua dalam forum internasional khususnya dalam debat sidang Umum PBB.

Dalam memperkuat ULMWP, Tuan Mosso adalah ketua PANSUS (Panitia Khusus) Undang-Undang Dasar Sementara. Ia juga ketua Komite Konstituante ULMWP. Karena itu bangsa Papua secara khususnya ULMWP merasa kehilangan besar atas kepergian beliau.

Respon atas kepergian Tuan Mosso datang dari mana-mana, baik para pimpinan ULMWP di tanah Papua, Melanesia (PNG, Vanuatu, Australia dan Inggris). Presiden Eksekutif ULMWP, Benny Wenda menyampaikan, “atas Nama Executive ULMWP Provisional Gov dan Pemimpin Department menyampaikan Turut Berduakacita atas meningalnya Pemimpin dan Patriot Bangsa Papua Bapak Simon Mosso dan Juga kepada keluarga yagn ditinggalkan Tuhan akan melindungi dan memberakti.

Kita semua mengetahui bahwa Beliau juga Angota dari WPNCL dan Ketua Pansus UDS semasa hidupnya mendedikasihkan diri dalam Perjungan Bangasa Papua dan kontribusi beliau pada perjuangan bangsa Papua kita sebagai manusia tidak dapat membalasnya namun Tuhan akan membalas semua pengorbanan beliau. Apa yang ditinggalkannya Generasi Penerus Bangsa Papua akan meneruskan Perjungannya sampai Kita Merdeka.”

Hari ini, kita menyaksikan kepergian satu pemimpian Papua. Di atas jasadnya, mari kita kuatkan komitmen, beriktiar. Hai rakyat Papua dari Sorong-Merauke, Sorong-Samarai :

1. Mari hentikan harapan dari tempat terbenamnya matahari. Kita hentikan harapan dari arah barat dari Indonesia dengan Otonomi Khususnya, tetapi sebaliknya mari kita memandang, menghadap ke Timur terbinya Bintang Fajar, Mentari Pagi. Mari kita bersama-sama bergerak ke Melanesia, Pacifik untuk menyelamatkan orang Papua yang sisa ini sebelum semuanya menjadi kenangan pada suatu saat.

2. Hentikan pikiran politik primordialisme kesukuan, terkotak pada gereja, lingkungan, mengejar jabatan dan kekuasaan semu tetapi sebaliknya mari kita bersekutu, melihat Papua secara utuh, semua saling merasakan, kalo rakyat Papua di gunung, di Ndugama, Intan Jaya, Puncak Papua hari ini menangis, itu juga duka kita bersama. Demikian juga rakyat Papua di Selatan, Utara, Kepala Burung Papua menangis kemarin, hari ini dan ke depan, kita semua mengatakan itu juga duka saya, duka kami, duka kita Papua, Duka Melanesia dan Pacifik.

3. Saya meyakini bahwa apabila politik satu jiwa dan satu bangsa (one people one soul), satu budaya, satu solidaritas Papua, Melanesia, yang kita wujudkan, maka ke depan bukan hanya orang hidup saja yang bangkit dan tersenyum tetapi alam, hutan, gunung, kali, laut akan tersenyum. Demikian juga Pak Mosso, Meky Salossa, Thyes Eluay, Arnol Ap, Tom Wainggai juga para pemimpin dan pendiri Negara-negara Melanesia, kepada almarhum Michael Somare, Water Lini, semua orang Papua, Melanesia yang meninggal akan tersenyum di surga.

4. Ingatlah bahwa Tuhan Yesus yang kita imani mengajarkan kepada kita bahwa setiap orang yang setia dalam doa dan pengharapan, setiap orang yang bekerja dengan jujur, setiap orang yang bekerja dengan keringat, air mata, sesorang yang terus mengetuk pintu maka  Sang Pejuang Revolusioner Sejati, Tuhan Yesus sendirilah yang akan membukakannya yakni pintu keselamatan, Pintu kemenangan, Pintu Keadilan, Pintu Perdamaian hakiki, Pintu pembebebasan dan Pintu bagi Kemerdekaan Papua.

Akhirnya, mari kita dengan kepala tertunduk, dengan air mata, kita menyampaikan Selamat Jalan Bapa Terkasih, Tuan Elsamir Simon Mosso, di rumah Bapa di Surga dan kita juga memohon Dukungan Doa dari beliau bagi kami yang sisa ini dalam menyelesaikan dan mengakhiri yang diperjuangkan, yang adalah misi bangsa Papua. Tuhan Yesus memberkati kita semua.
Waaaa..waaaa..waaaa

Jayapura, 05 Agustus 2021

Markus Haluk
Direktur Eksekutif ULMWP di West Papua