Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

ArtikelIndonesia criminal regimeIndonesia Fascist StateIndonesia terrorist statePetisi Rakyat PapuaRasisme IndonesiaRasisme OtsusTolak Otsus Jilid II

Mengapa UU Otonomi Khusus No 21 Tahun 2001 diberikan untuk Papua?

Oleh: Putri Efara.

Mengapa UU Otonomi Khusus No 21 Tahun 2001 diberikan untuk Papua? 

Apakah Otsus adalah maksud baik dariJakarta untuk Papua? Apakah Kehadiran Otsus benar-benar murni menjawab kebutuhan Orang Papua?

Otsus adalah Opium atau Penenang untuk tuntutan Orang Asli Papua untuk menuntut Hak Menentukan Nasib Sendiri (Self-Determination).Tuntutan itu bukan suatu akumulasi tentang kesenjangan yang terjadi diatas Tanah Papua.(1)Tuntutan penentuan nasib sendiri itu dengan beberapa alasan mendasar dan krusial, yaitu (1).Sejarah : 1 Desember 1961 ; 19 Desember 1961 ; 15 Agustus 1962 ; 30 September 1962 ; 1 Oktober 1962 ; 1 Mei 1963 ; Act of Free Choice 1969 ; (2).Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) selama empat dekade ; (3).Masalah diskriminasi dalam Pembangunan selama empat dekade ; (4). Masalah Eksploitasi Sumber Daya Alam dan Penghancuran lingkungan hidup, gunung dan hutan di Papua Barat; (5).Perbedaan Kebudayaan, Ras, Etnis dan Bahasa.

Apa latar belakang kehadiran Otsus di Papua Barat?

Dampak praktek reformasi di Negara Republik Indonesia telah membuka pintu kebebasan untuk menyampaikan aspirasi kepada Negara dan Pemerintah. Pasca reformasi sejak tergesernya Presiden RI kedua Soeharto dari tampuk kekuasaan maka di Papua saat itu terjadi gejolak sosial dan politik secara serentak di seluruh wilayah di tanah Papua .Tuntutan penyelesaian kasus pelanggaran Hak asasi Manusia, Peninjauan ulang pelaksanaan Penentuan nasib sendiri menjadi topic serius saat itu.

Dalam situasi politik sepertiini di Papua isu Papua merdeka menjadi isu yang tajam dan terkemuka. Partisipasi rakyat Papua dalam menyatakan sikap politik saat itu adalah Papua harus merdeka keluar dari  bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai argumen dan gerakan Rakyat Papua untuk memerdekakan diri dari Negara kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara West Papua,di bawah oleh “Tim 100’’ yang terdiri dari 100 orang wakil tokoh masyarakat Papua kepada presiden Habibie di Jakarta pada senin 26 Februari 1999. Pertemuan Tim 100 itu menyampaikan keinginan masyarakat Papua untuk merdeka, berpisah dari Indonesia. Setelah mendengar aspirasi Masyarakat Papua, Presiden Republik Indonesia yang ketiga, B.J.Habibie menjawab dengan singkat ’’aspirasi yang anda sampaikan itu penting, tetapi mendirikan Negara bukan perkara mudah, pulang dan renungkan kembali aspirasi itu (“Bahwa permasalahan mendasar yang menimbulkan ketidakstabilan politik dan keamanan di Papua Barat (Irian jaya) sejak tahun 1963 sampai sekarang ini,bukanlah semata-mata karena kegagalan pembangunan, melainkan status politik Papua Barat yang pada tanggal 1 Desember 1963 Dinyatakan sebagai sebuah Negara merdeka di antara bangsa-bangsa lain dimuka bumi. Pernayataan tersebut menjadi alternatif terbaik bagi sebuah harapan dan cita-cita masa depan Bangsa Papua Barat, Namun telah dianeksasi oleh Negara Republik Indonesia.

Oleh sebab itu, dengan jujur kami menyatakan kepada Presiden Republik Indonesia, bahwa tidak ada alternatif lain untuk merundingkan atau mempertimbangkan keinginan Pemerintah Indonesia guna membangun bangsa Papua Barat dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka pada hari jumat, 26 Februari 1999, kepada presiden Republik Indonesia, kami bangsa Papua Barat menyatakan bahwa :

Pertama,kami bangsa Papua Barat berkehendak keluar dari Negara kesatuan Republik Indonesia untuk merdeka dan berdaulat penuh di antara bangsa-bangsa lain di bumi.

Kedua,segera membentuk pemerintahan peralihan di Papua Barat di bawah pengawasan perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara demokratis, damai dan bertanggung jawab, selambat-lambatnya bulan Maret tahun 1999.

Ketiga jika tidak tercapai penyelesaian terhadap pernataan politik ini pada butur kesatu dan kedua, maka :

 (1) Segera adakan perundingan Internasional antara Pemerintah Republik Indonesia, Bangsa Papua Barat, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),

  1. kami bangsa papua barat menyatakan, tidak ikut serta dalam pemilihan umum Republik Indonesia Tahun 1999.

Demikian pernyataan politik ini di buat dan disampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta, pada tanggal 26 Februari 1999, atas nama Bangsa Papua Barat

Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang kepada Negara untuk menata dan mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Untuk menjawab situasi Politik dan gejolak daerah Papua, di bawah pimpinan Presiden B.J Habibie memberikan hadiah kepada Rakyat Papua yaitu, tepat Pada tanggal 4 Oktober 1999 Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-undang Nomor 45 tahun 1999 Tentang Pemekaran Papua menjadi tiga Provinsi : Provinsi Irian Jaya Timur, Irian Jaya tengah, dan Irian Jaya Barat. Namun demikian tawaran yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada rakyat Papua, ditolak seratus persen oleh rakyat papua karena ini dianggap sebuah gula-gula politik Indonesia untuk mematikan Semangat orang Papua  merdeka. Penolakan itu rakyat papua wujudkan dengan semangat turun jalan aksi demonstrasi besar-besar menduduki kantor DPRP dan kantor Gubernur Papua di Jayapura selama 3 tiga hari, dari tanggal 14-16 oktober 1999.

Aktifitas pemerintahan lumpuh total, dan semua komponen di Papua menyatakan sikap menolak Pemberlakuan Undang-undang Nomor 45 Tahun 1999. Negara Indonesia dalam dilematis dan tantangan melihat semua persoalan dalam Negara, pasalnya telah menguak dan bangkit berbagai aspirasi dan kerinduan rakyat  untuk memenuhui harapan dan keinginan masyarakat. Semangat yang telah di kobarkan oleh rakyat Papua untuk merdeka sebagai satu Negara berdaulut menjadi sia-sia, ketika Negara Republik Indonesia menyodorkan hadiah yang kedua yaitu Bungkusan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, (MPR RI) menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya sebagaimana diamanatkan dalam ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang-Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 Bab IV huruf (g). Dalam ketetapan MPR RI Nomor 14/Tahun 2000 tentang rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan Otonomi daerah, yang antara lain menekankan tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi khusus tersebut melalui suatu penetapan Undang-undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dengan memperhatikan aspirasi Masyarakat. Hal ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam kerangka membangun kepercayaan rakyat Papua kepada Pemerintah Republik Indonesia, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang lebih kokoh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.

Otonomi khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi provinsi dan rakyat papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Setelah pemerintah Republik Indonesia menetapkan Undang-undang  Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua sebagai solusi Bagi Papua untuk mewujudkan keadilan, penegakkan supremasi hukum, penghormatan terhadap hak azasi manusia, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat papua dalam kerangka kesetaraan dan kemajuan masyarakat Papua dalam kerangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan Provinsi lain.

Tawaran Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua antara Rakyat papua dan Pemerintah Pusat, karena dinilai dipaksakan dan menutupi ruang semangat orang Papua untuk menentukan nasib sendiri atau membentuk Negara sendiri. Pemerintah terus paksakan kepada Pemerintah daerah segera membentuk Tim Asistensi Otonomi khusus Papua  berasal dari kaum intelektual Papua, Akademisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang dipimpin langsung oleh Frans Alexander Wospakrik – yang saat itu adalah Rektor Universitas Cenderawasih Jayapura. Tim asistensi bertugas melakukan penjaringan aspirasi pembuatan otsus, ternyata mendapat tantangan yang luar biasa, karena bersamaan dengan tuntutan rakyat Papua untuk merdeka. Untuk mengantisipasi Papua lepas dari Indonesia, draf yang diusulkan oleh pandangan MPR terkait penetapan Undang-undang Otonomi Khusus Papua,maka pada tanggal 21 November 2001 menjadi satu sejarah tersendiri hari jadinya Undang-undang Otonomi Khusus Papua.

Apa saja yang diatur dalam UU Otonomi Khusus?

(2)Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. Selain hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU ini, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.

Ada beberapa hal dianggap krusial yang kemudian diatur dalam UU Otsus seperti Kewenangan Daerah untuk mengatur segala bentuk urusan Pemerintahan, Lambang-lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural,Kebijakan Partai Politik diatas Tanah Papua, Peraturah Daerah Khusus,Peraturan Daerah Provinsi dan Keputusan Gubernur, Keuangan, Perekonomian, Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat, Hak Asasi Manusia, Kepolisian Daerah Provinsi Papua,Kekuasaan Peradilan, Pendidikan dan kebudayaan, Kesehatan, Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Pembangunan berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan lain sebagainya.

Apakah kehadiran UU Otsus benar-benar menjawab kebutuhan Orang Papua?

Kehadiran Otsus adalah bentuk pencitraan Jakarta seolah-olah Otsus jawaban yang mampu menjawab kebutuhan orang Papua. Alhasil Otsus Berhasil secara Normatif tapi Melihat kenyataan Empiris Otsus Mengalami Kegagalan yang sangat Masif. Dibuktikan dengan (3) Tragedi Asmat Bencana Kemanusiaan, Sejak awal 2018 Asmat telah menjadi kepala berita surat kabar nasional dan media online, Bukan berita Festifal Seni Asmat tapi tentang kelaparan, gizi buruk, dan serangan wabah campak.Pelarangan Berpendapat dimuka Umum, Perjuangan menyuarakan situasi hak asasi manusia dan pandangan politik orang-orang Papua tetap dilakukan.Konsekuensinya, aksi-aksi damai yang menyuarakan aspirasi dibubarkan .bahkan, para Mahasiswa yang menyuarakan pendapatnya dimuka umum ditangkap dan diancam.Konflik Bersenjata di Tanah Ndugama atau sebutan lain dari Nduga, Pada 2018 kembali bergejolak dalam konflik bersenjata, TNI-Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB).Konflik bersenjata membuka luka penderitaan orang-orang Nduga dan Papua yang belum pulih benar.Pada 2016-2017 lalu, warga didaerah Mbua-Kabupaten Nduga, terserang penyakit yang menyebabkan banyak anak meninggal dunia.

Sementara, dikutip dari Suara Papua, ada sembilan alasan kenapa Otsus Papua gagal memenuhi rasa adil bagi warga:

  1. Negara membatasi kewenangan dan pelaksanaan amanat Otsus Papua.
  2. Mempromosikan program ekosida, etnosida, dan genosida.
  3. Negara memarjinalisasi demografi masyarakat adat.
  4. Negara memperlebar kesenjangan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
  5. Membatasi kebebasan berekspresi rakyat.
  6. Diskriminasi terhadap aspirasi politik.
  7. Membatasi kebebasan pers.
  8. Meningkatkan operasi militer.
  9. Penanganan keamanan sangat represif.

Ada banyak kisah pilu Tentang Tanah dan Darah Papua yang bahkan tidak mampu diselesaikan Negara Sekalipun Ada ataupun Tidak adanya Undang-Undang OTSUS (Otonomi Khusus) Papua.Selama dua dekade telah menjadi penenang untuk menjadi penenang untuk Tuntutan Rakyat Papua. OTSUS adalah bayi haram hasil perselingkuhan antara Penguasa dan kapitalis. Bayi haram itu menjelma menjadi Iblis Penghisap darah dan hasilnya memperkaya kelompok-kelompok elit. Oleh sebab itu penolakan OTSUS sangat masif dilakukan oleh Rakyat Papua lewat PRP (Petisi Rakya Papua) dengan 102 Organisasi yang tergabung di Dalamnya.

“Cendrawasi hanya akan indah jika dibiarkan terbang Bebas”

-Ular Merah-

Referensi :

 ✓ Yoman Socrates Sofian 2007.” Pemusnahan etnis Melanesia.

✓ MRP.2020, Satelit di https.