Negara dan Revolusi – Bab VI — Bagian [b]

VLADIMIR I. LENIN

Ajaran Marxis tentang Negara dan Tugas-tugas Proletariat di dalam Revolusi

  1. POLEMIK KAUTSKY DENGAN PANNEKOEK

Pannekoek sebagai salah seorang wakil dari aliran “radikal kiri” yang di dalam barisannya termasuk Rosa Luxemburg, Karl Radek dan lain-lainnya, tampil melawan Kautsky, dan aliran ini dalam mempertahankan taktik revolusioner dipersatukan oleh keyakinan bahwa Kautsky menyeberang ke posisi “sentris”, yang secara tak berprinsip terombang ambing antara Marxisme dengan oportunisme. Ketepatan pandangan ini dibuktikan sepenuhnya oleh perang, ketika aliran “sentris” [yang secara salah dinamakan Marxis] atau Kautskyisme sepenuhnya membuka diri dalam segala kebutuhan yang memuakkan.

Dalam artikel “Aksi-aksi Massa dan Revolusi” [Neue Zeit, 1912, Volume XXX, No. 2] yang menyinggung masalah negara, Pannekoek menggambarkan sikap Kautsky sebagai sikap “radikalisme pasif”, sebagai “teori menunggu tanpa bertindak”. “Kautsky tidak mau melihat prose revolusi” [hlm. 616]. Dengan mengemukakan masalah secara demikian, Pannekoek mendekati tema yang menarik perhatian kita, yaitu tugas-tugas revolusi proletar dalam hubungan dengan negara.

“Perjuangan proletariat”, ia menulis “bukanlah semata-semata perjuangan menentang borjuasi untuk kekuasaan negara, tetapi perjuangan menentang kekuasaan negara. Isi revolusi proletar adalah penghancuran dan pembubaran [Auflösung] alat-alat kekuasaan negara dengan bantuan alat-alat kekuasaan proletariat. Perjuangan baru akan berhenti jika, sebagai hasil perjuangan itu, organisasi negara sudah dihancurkan sama sekali. Organisasi mayoritas kemudian akan mendemonstrasikan keunggulannya dengan menghancurkan organisasi minoritas yang berkuasa” [halaman 548].

Perumusan Pannekoek untuk mengemukakan pikiran-pikirannya mempunyai kekurangan yang sangat besar. Tetapi walaupun demikian artinya jelas, dan sungguh menarik bagaimana Kautsky membantahnya.

“Sampai sekarang”, ia menulis, “pertentangan antara kaum Sosial-Demokrat dengan kaum anarkis terletak dalam hal bahwa yang pertama ingin merebut kekuasaan negara, yang kedua, menghancurkannya. Pannekoek menginginkan kedua-duanya” [halaman. 724].

Meskipun uraian Pannekoek tidak jelas dan kurang kongkrit [di sini tidak dibicarakan kekurangan-kekurangan lain dari artikelnya, yang tidak menyangkut tema yang sedang dibahas], tetapi Kautsky justru telah menangkap hakekat masalah yang prinsipil yang dikemukakan oleh Pannekoek, dan dalam masalah yang fundamental dan prinsipil ini Kautsky sama sekali meninggalkan posisi Marxisme dan sepenuhnya menyeberang ke oportunisme. Perbedaan antara kaum Sosial-Demokrat dengan kaum anarkis didefinisikan olehnya secara salah sama sekali dan Marxisme telah diputar balik dan divulgarkan sepenuhnya.

Perbedaan antara kaum Marxis dengan kaum anarkis terletak dalam hal berikut ini: 1.) yang tersebut duluan, yang bertujuan menghapuskan negara sepenuhnya, mengakui bahwa tujuan ini dapat dicapai baru setelah dihapuskannya kelas-kelas oleh revolusi sosialis, sebagai hasil ditegakkannya sosialisme, yang menjurus ke melenyapnya negara; yang tersebut belakangan menghendaki dihapuskannya negara sepenuhnya dengan seketika, tanpa mengerti syarat-syarat pelaksanaan penghapusan tersebut. 2.) Yang tersebut duluan mengakui sebagai keharusan bahwa proletariat, setelah merebut kekuasaan politik, menghancurkan sama sekali mesin negara yang lama dan menggantinya dengan yang baru, yang terdiri dari organisasi kaum buruh yang bersenjata, menurut tipe Komune; yang tersebut belakangan, yang bersikeras menghancurkan mesin negara, sama sekali tidak mempunyai gambaran yang jelas dengan apa proletariat akan menggantinya dan bagaimana proletariat akan menggunakan kekuasaan revolusioner; kaum anarkis bahkan menolak penggunaan kekuasaan negara oleh proletariat revolusioner, menolak diktatur revolusionernya. 3.) Yang tersebut duluan menuntut adanya persiapan proletariat untuk revolusi, dengan jalan menggunakan negara yang sekarang; kaum anarkis menolak hal ini.

Dalam melawan Kautsky, Marxisme di dalam perdebatan tersebut diwakili justru oleh Pannekoek, sebab Marxlah yang mengajarkan bahwa proletariat tidak dapat begitu saja merebut kekuasaan negara dalam arti bahwa aparat negara yang lama berpindah ke tangan baru, tetapi harus menghancurkan, mematahkan aparat ini dan menggantinya dengan yang baru.

Kautsky meninggalkan Marxisme dan menyeberang ke pihak kaum oportunis, karena pada Kautsky tidak terdapat sama sekali justru masalah penghancuran mesin negara ini, yang sama sekali tidak dapat diterima oleh kaum oportunis, dan memberikan lubang bagi mereka dalam arti “perebutan” ditafsirkan sebagai semata-mata memperoleh mayoritas.

Untuk menyelubungi pendistorsiannya atas Marxisme, Kautsky berlagak seperti seorang yang setia pada teks: ia menyodorkan “kutipan” dari Marx sendiri. Dalam tahun 1850 Marx menulis tentang kaharusan “pemusatan kekuatan secara tegas di tangan kekuasaan negara”. Dan Kautsky bertanya dengan merasa menang: tidakkah Pannekoek ingin menghancurkan “sentralisme” ?

Ini sudah merupakan sulap belaka yang serupa dengan perbuatan Bernstein yang menyamakan Marxisme dengan Proudhonisme dalam pandangan mengenai federalisme sebagai ganti sentralisme.

“Kutipan” yang diambil Kautsky itu tidak tentu ujung pangkalnya. Sentralisme bisa baik dengan mesin negara yang lama maupun yang baru. Apabila kaum buruh secara sukarela menyatukan kekuatan bersenjata mereka, maka ini akan merupakan sentralisme; tetapi ia akan berdasarkan “penghancuran sepenuhnya” aparat negara yang sentralistis &endash;tentara tetap, polisi, birokrasi. Kautsky sepenuhnya bertindak sebagai seorang penipu dengan menghindari argumen-argumen Marx dan Engels yang sangat terkenal tentang Komune dan dengan merenggut kutipan yang tidak bersangkut paut dengan masalahnya.

“Barangkali Pannekoek hendak menghapuskan fungsi-fungsi kenegaraan para pejabat?” Kautsky melanjutkan. “Tetapi kita tidak bisa tanpa pejabat baik dalam organisasi partai maupun dalam organisasi Serikat Buruh, apalagi dalam administrasi negara. Program kita tidak menuntut penghapusan pejabat-pejabat negara, tetapi menuntut supaya pejabat-pejabat dipilih oleh rakyat Soal yang kita bicarakan sekarang bukan tentang bentuk apa yang akan diambil oleh aparat administrasi ‘negara masa depan’, melainkan tentang apakah perjuangan politik kita menghancurkan [hurufiah: membubarkan, auflöst] kekuasaan negara sebelum kita merebutnya [huruf miring dari Kautsky]. Kementerian mana beserta pejabat-pejabatnya yang kiranya dapat dihapuskan?” Disebutlah satu demi satu: kementerian pendidikan, kementerian kehakiman, kementerian keuangan dan kementerian pertahanan. “Tidak, tidak satupun dari kementerian-kementerian yang sekarang akan dihilangkan oleh perjuangan politik kita menentang pemerintah. Saya ulangi, untuk menghindari kesalahpahaman: soalnya bukan tentang bentuk apa yang akan diberikan kepada ‘negara masa depan’ oleh Sosial-Demokrasi yang menang, melainkan bagaimana oposisi kita mengubah negara yang sekarang” [halaman 725]

Ini tipu daya yang jelas: Pannekoek mengemukakan justru masalah revolusi. Ini dinyatakan dengan jelas baik dalam judul artikelnya maupun dalam bagian-bagian yang dikutip di atas. Dengan meloncat ke masalah “oposisi”, Kautsky justru mengganti pendirian revolusioner dengan pendirian oportunis. Jadi menurut Kautsky demikian: sekarang kita beroposisi, sedang setelah merebut kekuasaan kita bicarakan lagi secara khusus. Revolusi dilenyapkan! Dan inilah yang justru dikehendaki oleh kaum oportunis.

Masalahnya bukan tentang oposisi dan bukan tentang perjuangan politik pada umumnya, melainkan justru tentang revolusi. Revolusi adalah proletariat menghancurkan “aparat administrasi” dan seluruh aparat negara, dan menggantinya dengan yang baru, yang terdiri dari kaum buruh bersenjata. Kautsky memperlihatkan “rasa hormat secara takhayul” terhadap “kementerian-kementerian”, tetapi mengapa kementerian itu tidak dapat diganti, katakanlah, dengan komisi-komisi ahli di bawah Soviet-Soviet Wakil Buruh dan Prajurit yang berdaulat dan berkuasa penuh?

Hakekat persoalannya sama sekali bukan apakah “kementerian-kementerian” akan tetap ada, apakah “komisi-komisi ahli” atau lembaga-lembaga lain akan dibentuk, itu sama sekali tidak penting. Hakekat persoalannya adalah apakah mesin negara yang lama [yang terikat oleh ribuan benang dengan borjuasi dan sepenuhnya diresapi oleh rutinisme dan kekolotan] tetap dipertahankan atau dihancurkan dan diganti dengan yang baru. Revolusi seharusnya bukan berupa kelas baru mengomando, memerintah dengan bantuan mesin negara yang lama, melainkan kelas baru itu menghancurkan mesin tersebut dan mengomando, memerintah dengan bantuan mesin yang baru. Kautsky mengaburkan ide dasar Marxisme ini atau ia sama sekali tidak memahaminya.

Persoalan yang diajukan oleh Kautsky mengenai pejabat-pejabat dengan jelas menunjukan bahwa ia tidak memahami pelajaran-pelajaran dari Komune dan ajaran-ajaran Marx. “Kita tidak bisa tanpa pejabat baik dalam organisasi partai maupun dalam organisasi Serikat Buruh”.

Kita tidak bisa tanpa pejabat di bawah kapitalisme, di bawah kekuasaan borjuasi. Proletariat ditindas, massa pekerja diperbudak oleh kapitalisme. Karena seluruh keadaan perbudakan upah, kemiskinan dan kesengsaraan massa, maka di bawah kapitalisme demokrasi dipersempit, terkekang, terpotong, terselubung. Karena itu dan hanya karena itulah fungsionaris-fungsionaris dalam organisasi politik dan organisasi Serikat Buruh kita menjadi bejat [atau lebih tepatnya, berkecenderungan menjadi bejat] oleh keadaan kapitalisme dan menampakkan kecenderungan berubah menjadi birokrat, yaitu orang-orang yang terpisah dari massa, yang berdiri di atas massa, yang berhak istimewa.

Itulah hakekat birokratisme, dan sementara kaum kapitalis belum disita miliknya, sementara borjuasi belum digulingkan, maka selama itu tak terhindarkan “birokratisasi” tertentu bahkan atas fungsionaris-fungsionaris proletar.

Jadi, menurut Kautsky demikian: karena masih akan ada fungsionaris-fungsionaris yang dipilih, berarti masih akan terdapat pula pejabat-pejabat di bawah sosialisme, masih akan terdapat birokrasi! Justru inilah yang tidak tepat. Justru dengan mengambil contoh Komune Marx menunjukan bahwa di bawah sosialisme fungsionaris-fungsionaris bukan lagi “birokrat-birokrat”, bukan lagi “pejabat-pejabat”, mereka bukan lagi seperti itu seiring dengan dilaksanakannya di samping prinsip pejabat harus dipilih juga prinsip pejabat dapat diganti sewaktu-waktu, dan juga penurunan gaji ke taraf upah buruh rata-rata, dan juga penggantian lembaga-lembaga parlementer dengan “badan-badan pekerja, yaitu badan-badan yang membuat undang-undang dan sekaligus melaksanakannya”.

Pada hakekatnya, seluruh argumen Kautsky dalam menentang Pannekoek dan khususnya dalil Kautsky yang cemerlang bahwa kita tidak bisa tanpa pejabat baik dalam organisasi partai maupun dalam organisasi Serikat Buruh, menunjukkan Kautsky mengulangi “dalil-dalil” lama Bernstein dalam menentang Marxisme pada umumnya. Dalam bukunya yang bersifat renegat, Prasyarat-prasyarat Sosialisme, Bernstein berjuang melawan ide demokrasi “primitif”, berjuang melawan apa yang ia namakan “demokratisme doktriner” mandat-mandat yang mengikat, pejabat-pejabat yang tidak menerima imbalan, badan-badan perwakilan pusat yang tidak berdaya, dsb. Untuk membuktikan bahwa “demokratisme primitif” ini tanpa dasar. Bernstein menunjuk pada pengalaman serikat buruh-serikat buruh Inggris sebagaimana ditafsirkan oleh suami isteri Webb[4]. Katanya, serikat buruh-serikat buruh selama 70 tahun perkembangannya, yang berlangsung seolah-olah “dalam kebebasan penuh” [halaman 137, edisi bahasa Jerman], menjadi yakin justru akan ketiadagunaan demokratisme biasa; parlementerisme yang dikombinasikan dengan birokrasi.

Pada kenyataannya serikat buruh-serikat buruh itu tidak berkembang “dalam kebebasan penuh”, melainkan dalam perbudakan kapitalis penuh, dimana, sudah tentu “tidak bisa dihindari” adanya sejumlah konsesi kepada kejahatan yang terdapat dimana-mana, kekerasan, kebohongan, pengucilan kaum miskin dari urusan pemerintahan “tinggi”. Di bawah sosialisme banyak hal dari demokrasi primitif tak terhindarkan akan hidup kembali, sebab untuk pertama kali dalam sejarah masyarakat beradab, massa penduduk akan naik panggung keikutsertaan secara bebas tidak hanya dalam pemungutan suara dan pemilihan, tetapi juga dalam pemerintahan sehari-hari. Di bawah sosialisme semua akan memerintah secara bergilir dan akan cepat terbiasa dengan keadaan tidak ada yang memerintah.

Marx dengan kecerdasannya yang kritis-analitis dan jenial telah melihat dalam tindakan-tindakan praktis Komune suatu titik-balik, yang ditakuti oleh kaum oportunis dan yang mereka tidak ingin mengakuinya karena kepengecutan mereka, karena mereka tidak mau memutuskan hubungan sama sekali dengan borjuasi, dan yang kaum anarkis tidak ingin melihatnya karena ketergesa-gesaan atau karena ketidak mengertian mereka akan syarat-syarat perubahan sosial yang besar-besaran pada umumnya. “Janganlah sekali-sekalipun berpikir tentang penghancuran mesin negara yang lama, sedang tanpa kementerian dan pejabat saja kita tidak bisa”, demikianlah debat si oportunis yang sepenuhnya telah diresapi filistinisme dan yang pada hakekatnya bukan saja tidak percaya pada revolusi, pada daya cipta revolusi, tetapi juga takut setengah mati padanya [seperti kaum Menshevik dan kaum Sosialis Revolusioner kita].

“kita harus memikirkan hanya penghancuran mesin negara yang lama, tidak ada gunanya mendalami pelajaran-pelajaran kongkrit dari revolusi-revolusi proletar yang terdahulu dan menganalisa dengan apa dan bagaimana mengganti yang telah dihancurkan itu”, demikianlah debat si anarkis [anarkis yang terbaik dan bukan anarkis yang mengikuti tuan-tuan sebangsa Tuan Kropotkin dan konco-konconya mengekor di belakang borjuasi]; dan karena itu taktik si anarkis menjadi taktik nekad dan bukannya pekerjaan revolusioner untuk memecahkan tugas-tugas kongkrit secara berani pantang mundur dan bersamaan itu memperhitungkan syarat-syarat praktis gerakan massa.

Marx mengajarkan kepada kita supaya menghindari kedua kesalahan itu, mengajarkan keberanian tak kenal batas dalam menghancurkan seluruh mesin negara yang lama dan sekaligus mengajar kita supaya mengemukakan masalahnya secara kongkrit; dalam beberapa minggu Komune mampu mulai membangun mesin negara proletar yang baru dengan melaksanakan berbagai tindakan untuk memperluas demokratisme dan membasmi birokratisme sampai ke akar-akarnya. Marilah kita belajar keberanian revolusioner dari kaum Komunar, marilah kita lihat tindakan-tindakan praktis mereka sebagai bagan dari tindakan-tindakan praktis yang mendesak dan yang mungkin segera dilaksanakan dan kemudian, dengan menempuh jalan ini, kita akan mencapai penghancuran sepenuhnya birokratisme.

Kemungkinan penghancuran ini dijamin oleh hal bahwa sosialisme akan memperpendek hari kerja, akan mengangkat massa ke kehidupan baru, menempatkan mayoritas penduduk dalam syarat-syarat yang memungkinkan semua orang tanpa kecuali melakukan “fungsi-fungsi kenegaraan”, dan ini akan menuju ke melenyapnya sepenuhnya segala negara pada umumnya.

“Tujuan pemogokan massa”, Kautsky melanjutkan, “tidak akan mungkin berupa menghancurkan kekuasaan negara, melainkan hanya membuat pemerintah supaya memberikan konsesi-konsesi dalam masalah tertentu atau mengganti pemerintah yang bermusuhan dengan proletariat dengan pemerintah yang lebih menurut [entgegen kommende] proletariat. Tetapi kapanpun dan dalam keadaan apapun ia” [yaitu kemenangan proletariat atas pemerintah yang bermusuhan] “tidak dapat menuju ke penghancuran kekuasaan negara, melainkan hanya ke perubahan [Verschiebung] tertentu perimbangan kekuatan di dalam kekuasaan negara. Tujuan perjuangan politik kita karenanya tetap, seperti halnya sampai sekarang, merebut kekuasaan negara dengan memperoleh mayoritas dalam parlemen dan mengubah parlemen menjadi tuan atas pemerintahan” [halaman 726, 727, 732].

Ini tidak lain tidak bukan adalah semurni-murninya dan sevulgar-vulgarnya oportunisme, mengingkari revolusi dalam perbuatan sambil mengakuinya dalam kata-kata. Fikiran Kautsky tidak menjangkau lebih jauh dari pada “pemerintah yang lebih menuruti proletariat” suatu langkah mundur ke filistinisme dibandingkan dengan tahun 1847, ketika Manifesto Komunis memproklamasikan “pengorganisasian proletariat sebagai kelas yang berkuasa”.

Kautsky terpaksa harus melaksanakan “persatuan” yang dia cintai itu dengan para pengikut Scheidemann, Plekhanov, Vandervelde, yang semuanya setuju berjuang untuk pemerintah “yang lebih menuruti proletariat”.

Sedang kita akan bercerai dengan pengkhianatan-pengkhianatan sosialisme ini dan akan berjuang untuk menghancurkan seluruh mesin negara yang lama, supaya proletariat yang bersenjata itu sendiri menjadi pemerintah. Ini adalah dua hal yang sangat berbeda.

Kautsky terpaksa harus berada dalam lingkungan yang menyenangkan dari para pengikut Legien dan David, pengikut Plekhanov, pengikut Potresov, pengikut Tsereteli, pengikut Cernov, yang sepenuhnya setuju berjuang untuk “perubahan perimbangan kekuatan di sl kekuasaan negara”, untuk “memperoleh mayoritas dalam parlemen dan untuk kekuasaan penuh parlemen atas pemerintah” tujuan yang paling luhur, yang sepenuhnya dapat diterima oleh kaum oportunis dan yang membiarkan semuanya tetap dalam kerangka republik parlementer borjuis.

Sedang kita akan bercerai dengan kaum oportunis; dan seluruh proletariat yang berkesadaran kelas akan bersama-sama kita dalam perjuangan bukan untuk “perubagan perimbangan kekuatan”, melainkan untuk menggulingkan borjuasi, untuk menghancurkan parlementerisme borjuis, untuk republik demokratis tipe Komune atau republik Sovyet-Sovyet Wakil Buruh dan Prajurit, untuk diktatur revolusioner proletariat.

Lebih kanan dari pada Kautsky dalam sosialisme Internasional terdapat aliran-aliran semacam Bulanan Sosialis di Jerman [Legien, David, Kolb dan banyak lainnya, termasuk orang-orang Skandinavia, Stauning dan Branting], kaum Jauresis dan Vanderveldeis di Perancis dan Belgia; Turati dan Treves serta wakil-wakil lainnya dari sayap kanan partai Italia, kaum Fabian dan “kaum Merdeka” [“Partai Buruh Merdeka”, yang pada kenyataannya selalu tergantung pada kaum Liberal] di Inggris ; dan sebangsanya. Semua tuan ini, yang memainkan peranan yang besar sekali, sangat sering peranan yang mendominasi dalam pekerjaan parlementer dan dalam pers partai, terang-terangan menolak diktatur proletariat dan melaksanakan oportunisme yang tak terselubung. Bagi tuan-tuan ini, “diktatur” proletariat “berkontradiksi” dengan demokrasi! Pada hakekatnya sama sekali tidak ada perbedaan yang serius antara mereka dengan kaum demokrat borjuis kecil.

Mempertimbangkan keadaan ini, kita berhak menarik kesimpulan bahwa mayoritas mutlak wakil-wakil resmi Internasionale II telah sepenuhnya terjerumus ke dalam oportunisme. Pengalaman Komune tidak saja telah dilupakan, tetapi juga telah diputar balik. Pada massa buruh bukan saja tidak ditanamkan bahwa saatnya sedang mendekat, saat mereka harus bertindak dan menghancurkan mesin negara yang lama untuk menggantinya dengan yang baru dan dengan demikian mengubah kekuasaan politik mereka menjadi dasar bagi pembangunan kembali masyarakat secara sosialis, bahkan pada massa ditanamkan yang sebaliknya, dan “perebutan kekuasaan” digambarkan sedemikian rupa sehingga memberikan ribuan lubang bagi oportunisme.

Pendistorsian dan tidak dibicarakannya masalah hubungan revolusi proletar dengan negara tidak bisa tidak memainkan peranan yang sangat besar, pada waktu negara, dengan aparat militernya yang diperkuat sebagai akibat persaingan imperialis, telah menjadi momok militer yang membinasahkan jutaan manusia untuk menyelesaikan sengkete apakah Inggris atau Jerman, kapital finans yang ini atau yang itu, yang akan menguasai dunia

KATA SUSULAN UNTUK EDISI PERTAMA

Famplet ini ditulis dalam bulan Agustus dan September 1917. Saya sudah menyusun rencana untuk bab berikutnya, yaitu bab ke-tujuh, “Pengalaman Revolusi Rusia 1905 dan Tahun 1917”. Tetapi kecuali judulnya, saya tidak memiliki waktu untuk menuliskan satu baris pun dari bab itu; saya “terinterupsi” oleh krisis politik, saat menjelang Revolusi Oktober 1917. “Interupsi” demikian ini hanya menggembirakan hati. Tapi penulisan bagian kedua dari famplet ini [“Pengalaman Revolusi Rusia 1905 dan Tahun 1917”] barangkali terpaksa harus ditunda untuk waktu yang lama; lebih menyenangkan dan lebih berguna untuk menempuh “pengalaman revolusi” dari pada menulis tentang itu.

Penulis

Petrograd
30 November 1917

ditulis dalam bulan
Agustus-September 1917

dicetak menurut teks brosur
Penerbit Kommunist, 1919,
dicocokkan dengan naskah
dan edisi 1918

Diterbitkan dalam bentuk famplet
Pada tahun 1918 oleh
Penerbit Zyizn i Znaniye.

Catatan :

[4]. Yang dimaksud di sini adalah Sydney Webb dan Beatrice Webb, Demokrasi Industri.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *