Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

BACAAN PROGRESIF

Pengenalan Kepada Teori Ekonomi Marxis – Bagian 4

I.4 Hukum Nilai

Salah satu konsekwensi dari kemunculan dan jeneralisasi progresif dari produksi komoditas adalah bahwa kerja itu sendiri mulai untuk mengambil karakteristik reguler dan dapat diukur; dengan kata lain, kerja berhenti menjadi sebuah aktivitas yang terikat pada irama alam dan sesuai dengan irama fisiologis manusia itu sendiri.

Hingga abad kesembilanbelas dan mungkin bahkan ke dalam abad keduapuluh, petani di berbagai daerah Eropa Barat tidak bekerja dengan reguler, yaitu, mereka tidak bekerja dengan intensitas yang sama tiap bulan dalam setahun. Ada periode dalam tahun bekerja ketika mereka bekerja keras dan ada periode lain, terutama sepanjang musim dingin, ketika semua aktivitas sama sekali berhenti. Hal tersebut terdapat pada area pertanian paling terbelakang dari kebanyakan negeri-negeri kapitalis yang masyarakat kapitalis, selama pengembangannya, menemukan sebuah sumber yang paling menarik dari cadangan tenaga manusia, di sini suatu tenaga kerja tersedia untuk empat hingga enam bulan setahun pada gaji yang jauh lebih rendah, mengingat fakta bahwa bagian dari penghidupannya disediakan oleh aktivitas pertaniannya.

Ketika kita melihat pertanian yang lebih perkembang dan makmur, yang membatasi kota-kota besar, sebagai contoh, dan yang pada dasarnya berada di jalan menjadi terindustrialisasi, kita melihat pekerjaan tersebut jauh lebih reguler dan jumlah kerja yang dijalankan jauh lebih besar, didistribusikan dengan cara reguler sepanjang tahun, dengan musim tidak menanam semakin dihapuskan. Hal ini benar tidak hanya untuk jaman kita tetapi bahkan sangat awal seperi pada Abad Pertengahan, setidaknya sejak abad keduabelas kedepan. Semakin dekat kita pada kota, yaitu, pada pasar, semakin kerja petani menjadi kerja untuk pasar, yaitu, produksi komoditi, dan semakin diatur dan sedikit banyak kerja dia menjadi stabil, sama seperti jika dia bekerja didalam perusahaan industri.

Diekspresikan dengan cara yang lain, semakin produksi komoditi menjadi dijeneralisi, semakin besar regulasi kerja dan semakin masyarakat menjadi terorganisir pada dasar sebuah sistem perhitungan yang didirikan atas kerja.

Ketika kita meneliti pembagian kerja yang cukup maju didalam sebuah komune pada permulaan perkembangan perdagangan dan kerajinan tangan pada Abad Pertengahan, atau kolektif dalam peradaban seperti Byzantium, Arab, Hindu, Cina dan Jepang, faktor umum tertentu muncul. Kita terkejut oleh fakta bahwa integrasi sangat maju dari pertanian dan berbagai macam teknik kerajinan tangan terjadi dan regularitas kerja terjadi di pedesaan seperti halnya kota, sehingga suatu sistem penghitungan dalam makna kerja, dalam jam-kerja, telah menjadi kekuatan yang mengatur semua aktivitas dan bahkan struktur kolektif. Dalam bab mengenai hukum nilai dalam Teori Ekonomi Marxis saya , saya memberi serangkaian contoh sistem perhitangan tersebut dalam jam-kerja. Terdapat desa India dimana kasta tertentu memegang monopoli kerajinan tangan pandai besi tetapi terus bekerja pada waktu yang sama dalam rangka memberi makan dirinya sendiri. Aturan yang dibentuk adalah sebagai berikut: ketika pandai besi bekerja untuk membuat senjata atau alat untuk pertanian, klien menyediakan bahan baku dan juga bekerja di tanah si pandai besi selama seluruh periode dimana si pandai besih bekerja membuat senjata atau alat tersebut. Ini adalah sebuah jalan yang sangat jelas untuk menyatakan bahwa pertukaran diatur oleh keseimbangan dalam jam-kerja.

Di pedesaan Jepang pada Abad Pertengahan, sebuah sistem perhitungan dalam jam-kerja, dalam makna harafiah dari istilah tersebut, terjadi didalam masyarakat desa. Akuntan desa menyimpan semacam buku besar dimana dia memasukan jumlah jam kerja yang dilakukan masing-masing penduduk desa pada lahan penduduk yang lainnya, karena pertanian sebagian besar masih didasarkan pada kerja bersama, dengan pemanenan, konstruksi pertanian dan peternakan dilaksanakan bersama-sama. Jumlah jam-kerja yang dikerjakan oleh anggota satu rumah tangga untuk anggota rumah tangga yang lainnya dihitung sangat hati-hati. Pada akhir tahun, pertukaran harus seimbang, itu adalah, anggota rumah tangga B diharuskan untuk memberikan rumah tangga A jumlah jam-kerja yang sama yang telah diberikan oleh rumah tangga A untuk rumah tangga B selama sepanjang tahun. Orang Jepang bahkan melihat hingga titik – hampir seribu tahun yang lalu! – di mana mereka memperhitungkan bahwa anak-anak memberikan kuantitas kerja yang lebih kecil dibanding orang dewasa, sehingga satu jam kerja anak-anak “berharga” hanya setengah jam kerja orang dewasa. Keseluruhan sistem perhitungan didirikan sepanjang garis tersebut.

Ada contoh lainnya yang memberikan ktia pengertian yang mendalam untuk sistem perhitungan berdasarkan waktu-kerja tersebut: perubahan sewa feodal dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya. Dalam masyarakat feodal, produksi surplus pertanian dapat mengambil tiga bentuk yang berbeda: sewa dalam bentuk kerja (corvée), sewa yang setimpal, dan uang sewa.

Ketika perubahan dibuat dari sewa dalam bentuk kerja menjadi sewa yang setimpal, jelas sekali bahwa sebuah proses perubahan terjadi. Ketimbang memberikan tuan tanah tiga hari kerja setiap minggu, petani sekarang memberikan dia kuantitas gandum, ternak, dsb tertentu, atas dasar musiman. Sebuah perubahan kedua terjadi dalam perubahan dari sewa yang setimpal menjadi uang sewa.

Dua perubahan tersebut harus didasarkan oleh perhitungan cukup tepat dalam jam-kerja jika satu diantara dua kelompok tersebut tidak peduli untuk mengalami kerugian dalam proses tersebut. Sebagai contoh, jika pada waktu perubahan pertama berlangsung, petani memberikan tuan tanah jumlah gandum yang hanya membutuhkan 75 hari kerja, sementara sebelumnya dia memberikan pada tuan tanah 150 hari kerja dalam tahun yang sama, kemudian perubahan sewa dalam bentuk kerja menjadi sewa yang setimpal akan menghasilkan pemiskinan tiba-tiba bagi tuan tanah dan pengayaan cepat bagi para petani hamba.

Tuan tanah – kau dapat mengandalkan mereka! – berhati-hati dalam memastikan terjadinya perubahan sehingga bentuk sewa yang berbeda mendekati keseimbangan. Tentu saja perubahan pada akhirnya dapat menjadi buruk bagi satu klas-klas yang berpartisipasi, sebagai contoh, terhadap tuan tanah, jika kenaikan tajam dalam harga pertanian terjadi setelah sewa dirubah dari sewa yang setimpal menjadi uang sewa, tetapi hasil semacam itu menjadi historis dalam karakter dan bukan merupakan akibat secara langsung dari pertukaran secara intrinsik.

Asal usul ekonomi berdasarkan perhitungan waktu-kerja tersebut juga jelas muncul dalam pembagian kerja didalam pedesaan seperti yang terjadi antara pertanian dan kerajinan tangan. Untuk jangka waktu yang lama pembagian cukup belum sempurna. Sebuah seksi petani terus menghasilkan sebagian sandangnya sendiri untuk periode sejarah yang panjang, dimana di Eropa Barat berlangsung hampir selama seribu tahun, itu adalah, sejak permulaan kota-kota Abad Pertengahan hingga abad kesembilanbelas. Teknik pembuatan pakaian tentu saja bukan merupakan misteri bagi para penanam.

Sejak saat sistem pertukaran reguler antara petani dan pengrajin tekstil didirikan, keseimbangan standar juga didirikan – sebagai contoh, satu ell pakaian (sebuah ukuran yang berkisar antara 27 hingga 48 inci) akan ditukarkan dengan 10 pon mentega, tidak untuk 100 pon. Tentu saja petani mengetahui, dari dasar pengalaman mereka sendiri, waktu-kerja kebutuhan untuk menghasilkan kuantitas pakaian tertentu. Jika tidak ada keseimbangan yang sedikit banyak tepat antara waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan pakaian dan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan mentega yang kemudian dipertukarkan, akan terjadi kenaikan cepat dalam pembagian kerja. Jika produksi pakaian lebih menguntungakan ketimbang produksi mentega, produsen mentega akan mengganti produksinya menjadi pakaian. Karena masyarakat diatas hanya pada permulaan pembagian kerja yang ekstrim, yaitu, masyarakat masih pada titik dimana batasan antara teknik-teknik berbeda belum ditandai dengan jelas, jalan dari satu aktivitas ekonomi menuju yang lainnya masih dimungkinkan, terutama sekali ketika capaian material yang cukup dimungkinkan oleh cara perubahan semacam itu.

Dalam kota-kota Abad Pertengahan juga, terdapat keseimbangan perhitungan yang cukup cermat atara berbagai macam kerajinan tangan dan ditulis dalam piagam yang menspesifikasikan hampir hingga menit jumlah waktu-kerja kebutuhan untuk produksi berbagai macam barang. Tidak dapat dipahami bahwa dibawah kondisi semacam itu seorang pembuat sepatu atau pandai besi mendapatkan jumlah uang yang sama untuk produk yang menghabiskan setengah waktu-kerja yang mana seorang penenun atau pekerja tangan ahli butuhkan dalam rangka untuk mendapatkan jumlah uang yang sama untuk produk mereka.

Disini kembali kita melihat dengan jelas mekanisme sistem perhitungan dalam jam-kerja, sebuah masyarakat yang berfungsi pada dasar ekonomi waktu-kerja, yang secara umum menjadi karakteristik seluruh tahapan yang kita sebut dengan produksi komoditas skala-kecil. Hal tersebut adalah tahapan yang terjadi antara ekonomi yang sepenuhnya alami, dimana hanya nilai guna dihasilkan, dan masyarakat kapitalis, dimana produksi komoditi meluas tanpa batasan. — Bersambung ke Bagian 5

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *