Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

Green State VisionPemerintahan Sementara West PapuaULMWP

Morris Kaloran : Kibarkan Bendera Papua Barat di Provinsi SHEFA

Wakil Menteri Luar Negeri ULMWP Mr. Morris Kaloran [Kiri] dan Presiden ULMWP Benny Wenda / LEN GARAE

PORT VILA, Westpapuanews.Org — Wakil Menteri Luar Negeri Sementara United Liberation Movement of West Papua [ULMWP], Morris Kaloran, yang baru saja diangkat kembali ke jabatannya oleh Presiden Sementara, Benny Wenda, telah menyerukan agar Bendera West Papua dikibarkan secara teratur di samping bendera Pemerintah Provinsi SHEFA, Vanuatu. [Baca Provinsi SHEFA disini]

Seruan tersebut disampaikan segera setelah konfirmasi dari Presiden Sementara ULMWP Benny Wenda mengenai pengangkatannya kembali melalui panggilan telepon dari London, setelah terpilihnya kembali Wenda oleh lebih dari 5.000 orang dalam Kongres ULMWP yang berlangsung selama tiga hari di Jayapura Papua Barat, tepatnya pada tanggal 20-23 November. [Baca semua berita ULMWP disini]

Permohonan pentingnya bendera Bintang Kejora untuk dikibarkan kembali muncul menyusul ketidakhadirannya tanpa alasan yang jelas di tiang bendera di luar Kantor Pusat Provinsi SHEFA di atas Teluk Fatumaru pasca kontroversi keterlibatan sekelompok warga Indonesia dalam Festival Seni Melanesia di Port Vila dari 31 Juli hingga 11 Agustus 2023.

Rombongan tersebut buru-buru berangkat setelah diketahui Indonesia tidak diundang oleh Panitia Penyelenggara dan secara etnis Indonesia adalah anggota ASEAN dan bukan Melanesia.

Ketika ditanya apakah bendera tersebut mungkin robek akibat topan baru-baru ini, Kepala Sementara Misi Luar Negeri ULMWP warga Port Vila, Freddy Waromi menjawab bahwa ia baru saja menyerahkan bendera Papua Barat yang baru kepada Presiden Provinsi SHEFA.

Permohonan Morris Kaloran kepada Presiden SHEFA untuk mengembalikan bendera tersebut ke tempatnya, muncul setelah adanya keprihatinan dari Ketua Dewan Maraki Vanua Riki agar Dewan Provinsi SHEFA menghindari segala godaan dengan cara apa pun yang ditawarkan oleh Indonesia, untuk menghentikan pengibaran bendera Papua Barat.

Agar masyarakat umum di Vanuatu dapat memahami bagaimana Morris Kaloran diangkat oleh ULMWP ke jabatan kehormatannya, penting untuk mengetahui bahwa keterlibatannya dalam Perjuangan Kemerdekaan Papua Barat dimulai pada tahun 2000 ketika ia menjalani studi akademis di Universitas Victoria di Australia.

Di sanalah ia bertemu dan berteman dengan ahli strategi politik ternama yaitu Bapak Sam Kauona dari Tentara Revolusioner Bougainville [Bougainville Revolutionary Army – BRA] dan Jacob Rumbiak dari Papua Barat, yang lolos dari pembunuhan di Papua Barat dan diterima oleh Canberra untuk tinggal di Australia. [Baca tentang BRA disini]

“Bertemu keduanya meningkatkan tingkat ketertarikan saya secara dramatis terhadap fokus yang mereka miliki saat itu. Di usia 27 tahun ketika saya bertemu dengan mereka, tidak mungkin ada orang yang bisa mengubah saya karena merekalah yang membentuk saya menjadi seperti sekarang ini di usia 54 tahun”, kenang Kaloran.

Morris Kaloran, satu-satunya mahasiswa Ni Vanuatu di universitas tersebut terpilih sebagai Presiden Asosiasi Mahasiswa Kepulauan Pasifik.

Setelah terpilih sebagai Presiden Asosiasi Mahasiswa Kepulauan Pasifik, ia menyerukan protes damai untuk menyebarkan berita perjuangan kemerdekaan Papua Barat. “Saya mengerahkan seluruh mahasiswa Kepulauan Pasifik di kampus untuk bersatu mendukung West Papua demi kebebasannya,” ujarnya.

“Tetapi saya mengatakan kepada mereka bahwa agar fokus kami berhasil, kami perlu mengadakan upacara pemotongan babi sebelum kami melanjutkan. Saya jelaskan bahwa tanpa menumpahkan darah babi ke tanah, tidak akan ada dampak budaya apa pun terhadap perjuangan tersebut.”

Kaloran pun meminta Jacob Rumbiak untuk mencarikan seekor babi hidup untuk upacara tersebut. Sebuah lokasi ditemukan dan babi dikorbankan saat matahari terbit pagi hari di lokasi terpencil.

Sambil menghormati hukum Australia yang melarang kekejaman terhadap hewan, kelompok Morris Kaloran berhasil menyembelih hewan tersebut saat matahari terbit di tepi sungai, melakukan tarian adat dan mengidentifikasi pemilik tanah adat Aborigin di lokasi pembunuhan babi, tempat darah hewan tersebut tumpah. Pemilik tanah diundang ke upacara adat tersebut dan dilakukan upacara penyerahan babi kepada mereka.

“Pemilik tanah pada gilirannya menyerahkan kembali babi tersebut kepada panitia yang memanggang hewan tersebut dengan bahan-bahan tradisional yang tepat agar semua orang yang hadir dapat menikmati pesta budaya tersebut,” ujarnya.

Para mahasiswa melangkah lebih jauh dengan memobilisasi jemaat Gereja Anglikan St. Kilda untuk mengibarkan bendera Papua Barat di luar gedung dan menerima permintaan langka untuk menyimpan tengkorak hewan tersebut di tempat paling suci – altar.

“Gereja penuh sesak dan sebagai Presiden Himpunan Mahasiswa, saya harus berpidato di depan gereja. Saya menyampaikan pidato dalam bahasa Tongoa dan meyakinkan jemaat bahwa Tuhan akan mengilhami kata-kata saya kepada mereka,” katanya.

Kaloran ingat ada keheningan total selama pidatonya.

“Sebenarnya ketika upacara adat itu dilaksanakan maka semangat aktivisme sedang berkobar dan tidak ada yang bisa menghentikannya atau kita sehingga perjuangan di Australia semakin aktif,” jelasnya.

“Kepemimpinan ini jelas telah berkembang dan mungkin mendorong Presiden Benny Wenda untuk memberi saya jabatan di Pemerintahan Sementara mereka”.

Para siswa melakukan tarian adat di gereja setelah dia selesai berbicara. Sangat jarang sekali menampilkan tarian adat di gereja.

“Setiap orang punya kisah masing-masing untuk diceritakan, namun itulah kisah saya yang saya yakini, membawa saya ke jalan ini hingga mencapai posisi saya saat ini,” katanya. [W]

Baca artikel asli disini.

One thought on “Morris Kaloran : Kibarkan Bendera Papua Barat di Provinsi SHEFA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *