Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

BACAAN PROGRESIF

Negara dan Revolusi – Bab I – Bagian [a]

VLADIMIR I. LENIN

Ajaran Marxis tentang Negara dan Tugas-tugas Proletariat di dalam Revolusi

KATA PENDAHULUAN PADA EDISI PERTAMA [1]

Masalah negara sekarang ini memperoleh arti penting yang khusus baik di bidang teori maupun di bidang politik praktis. Perang imperialis telah sangat mempercepat dan memperhebat proses kapitalisme monopoli menjadi kapitalisme monopoli-negara. Penindasan yang mengerikan atas massa pekerja keras oleh negara, yang makin lama makin erat berpadu dengan perserikatan-perserikatan kapitalis yang mahakuasa, menjadi lebih mengerikan lagi. Negeri-negeri yang maju sedang berubah –kita berbicara tentang “daerah belakang” mereka–menjadi penjara-penjara kerja paksa-militer bagi kaum buruh.

Kengerian dan bencana yang tiada taranya yang diakibatkan perang yang berlarut-larut membuat keadaan massa tidak tertanggungkan dan memperhebat kemarahan mereka. Revolusi proletar internasional jelas sedang mematang. Masalah hubungannya dengan negara memperoleh arti penting praktis.

Elemen-elemen oportunis yang menumpuk selama puluhan tahun dalam perkembangan yang relatif damai telah melahirkan aliran sosialis-chauvisnis yang berdominasi di dalam partai-partai sosialis yang resmi di seluruh dunia. Aliran ini [Plekhanov, Potresov, Breshkovskaya, Rubanovic, dan dalam bentuk yang agak terselubung, Tuan-tuan Tsereteli, Cernov, dan konco-konconya di Rusia; Scheidemann, Legien, David, dan lain-lainnya di Jerman; Renaudel, Guesde, Vandervelde di Perancis dan Belgia; Hyndemann dan kaum Fabian[2] di Inggris, dsb., dsb.], sosialisme dalam kata-kata dan chauvisnisme dalam perbuatan, berciri penyesuaian yang nista dan membudak dari “pemimpin-pemimpin sosialisme” tidak saja pada kepentingan-kepentingan borjuasi nasional “milik mereka”, tetapi justru pada kepentingan-kepentingan negara “milik mereka sendiri”, karena kebanyakan dari apa yang dinamakan Negara-negara Besar telah lama menghisap dan memperbudak sejumlah bangsa kecil dan lemah. Dan perang imperialis justru perang untuk membagi-bagi dan membagi-bagi kembali barang rampasan macam ini. Perjuangan untuk pembebasan massa pekerja dari pengaruh borjuasi pada umumnya dan dari pengaruh borjuasi imperialis pada khususnya, tidaklah mungkin tanpa perjuangan melawan prasangka-prasangka oportunis mengenai “negara”.

Pertama-tama sekali kita periksa ajaran Marx dan Engels tentang negara, kita bicarakan secara sangat terperinci segi-segi ajaran ini yang telah dilupakan atau telah didistorsikan sepenuhnya oleh kaum oportunis. Kemudian, kita akan membahas secara khusus orang yang paling bertanggungjawab atas berbagai distorsi dan pemutabalikan ini, yaitu Karl Kautsky, pemimpin yang paling terkenal dari Internasionale II [1889-1914], yang telah mengalami kebangkrutan yang begitu menyedihkan dalam masa perang yang sekarang ini. Akhirnya, kita akan menyimpulkan hasil-hasil utama pengalaman revolusi-revolusi Rusia tahun 1905 dan terutama tahun 1917. Rupanya, yang tersebut belakangan itu pada saat sekarang [awal Agustus 1917] sedang menyelesaikan tahap pertama perkembangannya; tetapi seluruh revolusi ini pada umumnya dapat dipahami hanya sebagai salah satu mata rantai dari rantai revolusi-revolusi proletar sosialis yang dilahirkan oleh perang imperialis. Maka itu, masalah hubungan revolusi sosialis proletariat dengan negara memperoleh bukan hanya arti penting dalam politik praksis, tetapi harus memperoleh juga segi pentingnya sebagai sebuah program mendesak, yaitu masalah menjelaskan kepada massa mengenai apa yang akan harus mereka kerjakan di masa depan yang sangat dekat demi untuk membebaskan diri dari penindasan kapitalisme..

Penulis

Agustus 1917

KATA PENDAHULUAN PADA EDISI KEDUA

Edisi kedua yang sekarang ini diterbitkan hampir tanpa perubahan. Hanya pada pada Bab II ditambahkan pasal 3.

Penulis

Moskow

17 Desember 1918

BAB I

MASYARAKAT BERKELAS DAN NEGARA

  1. NEGARA SEBAGAI PRODUK DARI TAK TERDAMAIKANNYA ANTAGONISME-ANTAGONISME KELAS

Apa yang kini terjadi dengan ajaran Marx, dalam sejarah sudah berkali-kali terjadi pada ajaran-ajaran para pemikir dan pemimpin revolusioner kelas-kelas tertindas dalam perjuangan mereka untuk pembebasan. Sepanjang masa kehidupan para revolusioner besar, kelas-kelas penindas terus menerus mengejar-ngejar mereka, menyambut ajaran mereka dengan kedengkian yang paling ganas, kebencian yang paling jahat, kampanye-kampanye kebohongan dan fitnah yang paling tak terkendalikan. Setelah mereka meninggal dunia, dilakukan usaha-usaha untuk mengubah mereka menjadi patung-patung orang suci yang tidak membahayakan, boleh dikatakan menyatakan mereka sebagai orang-orang suci, memberikan keharuman tertentu kepada nama-nama mereka untuk jadi “penghibur” bagi kelas-kelas tertindas dan untuk menipu mereka, bersamaan dengan itu mengebiri esensi ajaran revolusioner, menumpulkan ujung revolusionernya yang tajam, dan memvulgarkannya. Sekarang ini, dalam “mempercanggih” Marxisme bertemulah borjuasi dan kaum oportunis di dalam gerakan buruh. Mereka mengabaikan, menghapuskan, mendistorsikan segi revolusioner ajaran itu, jiwa revolusionernya. Mereka menonjolkan dan mengagung-agungkan apa yang dapat yang dapat diterima atau yang kelihatannya dapat diterima oleh borjuasi. Semua orang sosial-chauvisnis[3] sekarang ini adalah “Marxis” [jangan tertawa!]. Dan semakin sering sarjana-sarjana borjuis Jerman, yang kemarin masih merupakan ahli-ahli dalam hal membasmi Marxisme, kini berbicara tentang Marx yang “berkebangsaan Jerman”, yang, menurut pernyataan mereka, telah mendidik serikat buruh-serikat buruh yang terorganisasi dengan begitu baik untuk melakukan perang perampokan!

Dalam keadaan demikian itu, dengan tersebar luasnya secara luarbiasa distorsi atas Marxisme, maka tugas kita pertama-tama ialah memulihkan ajaran Marx yang sejati tentang negara. Untuk itu perlu mengemukakan serangkaian kutipan yang panjang dari karya-karya Marx dan Engels sendiri. Tentu saja, kutipan yang panjang akan membikin sulit uraian dan sama sekali tidak akan membantu menjadikannya bacaan populer, tetapi kita tidaklah mungkin menghindarinya. Semua, atau setidak-tidaknya semua bagian yang paling menentukan dari karya-karya Marx dan Engels mengenai masalah negara, tidak boleh tidak harus dikutip selengkap mungkin, supaya pembaca dapat membentuk pendapat yang bebas mengenai keseluruhan pandangan-pandangan pendiri-pendiri sosialisme ilmiah dan mengenai perkembangan pandangan-pandangan itu dan juga supaya pendistorsiannya oleh “Kautskyisme”[4] yang sekarang berdominasi dapat dibuktikan secara terdokumentasi dan diperlihatkan dengan jelas.

Marilah kita mulai dengan karya F. Engels yang paling populer, Asal Usul Keluarga, Milik Perseorangan Dan Negara, yang pada tahun 1894 sudah terbit edisinya yang keenam di Stuttgart. Kita terpaksa menerjemahkan kutipan-kutipan itu dari aslinya yang berbahasa Jerman, karena terjemahannya dalam bahasa Rusia, biarpun sangat banyak, sebagian besar tidak lengkap atau dikerjakan dengan sangat tidak memuaskan.

Menyimpulkan analisa sejarah yang dibuatnya, Engels mengatakan:

“Negara, dengan demikian, adalah sama sekali bukan merupakan kekuatan yang dipaksakan dari luar kepada masyarakat, sebagai suatu sesempit ‘realitas ide moral’, ‘bayangan dan realitas akal’ sebagaimana ditegaskan oleh Hegel. Malahan, negara adalah produk masyarakat pada tingkat perkembangan tertentu; negara adalah pengakuan bahwa masyarakat ini terlibat dalam kontrakdisi yang tak terpecahkan dengan dirinya sendiri, bahwa ia telah terpecah menjadi segi-segi yang berlawanan yang tak terdamaikan dan ia tidak berdaya melepaskan diri dari keadaan demikian itu. Dan supaya segi-segi yang berlawanan ini, kelas-kelas yang kepentingan-kepentingan ekonominya berlawanan, tidak membinasakan satu sama lain dan tidak membinasakan masyarakat dalam perjuangan yang sia-sia, maka untuk itu diperlukan kekuatan yang nampaknya berdiri di atas masyarakat, kekuatan yang seharusnya meredakan bentrokan itu, mempertahankannya di dalam ‘batas-batas tata tertib’; dan kekuatan ini, yang lahir dari masyarakat, tetapi menempatkan diri di atas masyarakat tersebut dan yang semakin mengasingkan diri darinya, adalah negara [hlm. 177-178, edisi bahasa Jerman yang ke-enam].[5]

Ini menyatakan dengan jelas sekali ide dasar Marxisme mengenai masalah peran historis negara dan arti negara. Negara adalah produk dan manifestasi dari tak terdamaikannya antagonisme-antagonisme kelas. Negara timbul ketika, di mana dan untuk perpanjangan terjadinya antagonisme-antagonisme kelas secara obyektif tidak dapat didamaikan. Dan sebaliknya, eksistensi negara membuktikan bahwa antagonisme-antagonisme kelas adalah tak terdamaikan.

Justru mengenai hal yang paling penting dan fundamental inilah pendistorsian atas Marxisme, yang berlangsung menurut dua garis pokok, dimulai.

Di satu pihak, para ideolog borjuis dan teristimewa borjuis kecil, yang di bawah tekanan kenyataan-kenyataan sejarah yang tidak dapat dibantah terpaksa mengakui bahwa negara hanya ada di mana terdapat antagonisme-antagonisme kelas dan perjuangan kelas, “mengoreksi” Marx sedemikian rupa, sehingga negara nampak sebagai organ untuk mendamaikan kelas-kelas. Menurut Marx, negara tidak dapat timbul atau bertahan jika pendamaian kelas adalah mungkin. Menurut kaum borjuis kecil dan para profesor filistin[6]–sering sekali mereka dengan maksud-maksud baik merujuk kepada Marx– bahwa negara justru mendamaikan kelas-kelas. Menurut Marx, negara adalah organ kekuasaan kelas, organ penindasan dari satu kelas terhadap kelas yang lain, ia adalah ciptaan “tata tertib” yang melegalkan dan mengekalkan penindasan ini dengan memoderasikan bentrokan antar kelas. Menurut pendapat politikus-politikus borjuis kecil, tata tertib adalah justru pendamaian kelas-kelas dan bukan penindasan atas kelas yang satu oleh kelas yang lain; meredakan konflik berarti mendamaikan dan bukan merampas sarana dan metode-metode perjuangan tertentu dari kelas tertindas untuk menggulingkan kaum penindas.

Sebagai contoh, dalam revolusi 1917, ketika masalah arti dan peranan negara justru menjadi masalah yang luar biasa pentingnya, menjadi masalah praktis, masalah yang menuntut aksi segera dalam skala massal, seluruh kaum Sosialis-Revolusioner[7] dan kaum Menshevik[8] semuanya segera dan sepenuhnya terjerumus ke dalam teori borjuis kecil “negara” “mendamaikan” kelas-kelas. Tak terhitung banyaknya resolusi-resolusi dan artikel-artikel dari politikus-politikus kedua partai itu seluruhnya diresapi oleh teori “perdamaian” borjuis kecil dan filistin ini. Bahwa negara adalah organ kekuasaan kelas tertentu yang tidak dapat didamaikan dengan antipodenya [kelas yang berlawanan dengannya], ini tak akan dapat dimengerti oleh kaum demokrat borjuis kecil. Sikap terhadap negara adalah salah satu manifestasi yang paling menyolok bahwa kaum sosialis-Revolusioner dan Menshevik kita sama adalah sekali bukan kaum sosialis [apa yang selalu dibuktikan oleh kita kaum Bolshevik], melainkan kaum demokrat borjuis kecil yang menggunakan fraseologi yang mendekati Sosialis.

Di pihak lain, pendistorsian Marxisme “ala Kautsky” jauh lebih halus. “Secara teoritis” tidak disangkal bahwa negara adalah organ; kekuasaan kelas atau bahwa kontradiksi-kontradiksi kelas yang tak terdamaikan. Tetapi apa yang diabaikan atau dikaburkan adalah yang berikut ini; jika negara adalah produk dari tak terdamaikannya kontradiksi-kontradiksi kelas, jika negara adalah kekuatan yang berdiri di atas masyarakat dan yang “semakin mengasingkan dirinya dari masyarakat itu”, maka jelaslah bahwa pembebasan kelas tertindas bukan hanya tidak mungkin tanpa revolusi dengan kekerasan, tetapi juga tidak mungkin tanpa penghancuran aparat kekuasaan negara yang diciptakan oleh kelas yang berkuasa dan yang merupakan penjelmaan dari “pengasingan” itu. Sebagaimana yang akan kita lihat nanti, secara amat definitif Marx telah menarik kesimpulan yang secara teori jelas dengan sendirinya ini, sebagai hasil analisa sejarah yang kongkrit mengenai tugas-tugas revolusi. Dan justru –sebagaimana yang akan kita secara terperinci kemudian–kesimpulan inilah yang oleh Kautsky telah … “dilupakan” dan didistorsikan.

  1. SATUAN KHUSUS ORANG-ORANG BERSENJATA, PENJARA, DSB.

Engels melanjutkan:

“Berbeda dengan organisasi gens [suku atau klan][9] lama, negara, pertama-tama, membagi warga negara menurut pembagian wilayah….”[10]

Pembagian demikian itu nampaknya “wajar” bagi kita, tetapi ia telah meminta perjuangan berjangka panjang melawan organisasi lama berdasarkan suku atau gens.

“Ciri kedua yang membedakan ialah ditegakkannya kekuasaan kemasyarakatan yang sudah tidak sesuai secara langsung dengan penduduk yang mengorganisasi diri sebagai kekuatan bersenjata. Kekuatan kemasyarakatan yang khusus ini perlu, karena organisasi bersenjata yang bertindak sendiri dari penduduk menjadi tidak mungkin sejak terpecahnya masyarakat menjadi kelas-kelas… Kekuasaan kemasyarakatan ini ada di dalam setiap negara. Ia tidak hanya terdiri dari orang-orang bersenjata saja, tetapi juga terdiri dari embel-embel materiil, yaitu penjara dan segala macam lembaga pemaksa, yang tidak dikenal oleh susunan masyarakat gens [klan] ….”[11]

Engels lebih lanjut membentangkan konsepsi “kekuatan” yang disebut negara –kekuatan yang muncul dari masyarakat, tetapi yang menempatkan diri di atas dan semakin mengasingkan diri sendiri” darinya. Terdiri dari apakah kekuatan ini sesungguhnya? Ia terdiri dari badan khusus orang-orang bersenjata yang memiliki penjara, dll., di bawah komandonya.

Kita berhak berbicara tentang badan-badan khusus orang-orang bersenjata, karena kekuasaan kemasyarakatan yang merupakan sifat khas bagi setiap negara “tidak sesuai secara langsung” dengan penduduk yang bersenjata, dengan “organisasi bersenjata yang bertindak sendiri” dari penduduk.

Seperti semua pemikir revolusioner yang besar, Engels berusaha mengarahkan perhatian kaum buruh yang berkesadaran kelas terhadap fakta sesunguhnya dari apa yang oleh filistinisme yang berdominisasi dianggap tidak patut diperhatikan, paling biasa, disucikan oleh prasangka-prasangka yang tidak hanya berurat berakar, tetapi bisa dobilang sudah membatu. Tentara tetap dan polisi pada hakekatnya adalah alat-alat utama kekuatan kekuasaan negara. Tetapi bagaimana bisa tentara tetap dan polisi menjadi lain daripada itu?.

Dari sudut pandang mayoritas luas orang-orang Eropa akhir abad ke-19, yang kepada mereka Engels menujukan kata-katanya, yang mereka ini tidak pernah mengalami dan juga tidak pernah mengikuti dari dekat satupun revolusi besar, tentara tetap dan polisi tidak bisa lain daripada itu. Mereka sama sekali tidak mengerti apa “organisasi bersenjata yang bertindak sendiri dari penduduk” itu. Atas pertanyaan mengapa timbul kebutuhan akan satuan-satuan khusus orang-orang bersenjata, yang ditempatkan di atas masyarakat dan mengasingkan diri dari masyarakat [polisi dan tentara tetap], kaum filistin Eropa Barat dan Rusia cenderung untuk menjawab dengan beberapa kalimat yang dipinjam dari Spencer atau Mikhailovsky, yaitu menunjuk pada semakin rumitnya kehidupan sosial, diferensiasi fungsi-fungsi, dst.

Referensi yang demikian itu tampaknya “ilmiah”, dan secara efektif meninabobokkan orang kebanyakan dengan mengaburkan kenyataan yang pokok dan dasar, yaitu terpecahnya masyarakat menjadi kelas-kelas bermusuhan yang tak terdamaikan.

Andaikata tidak untuk perpecahan ini, “organisasi bersenjata yang bertindak sendiri dari penduduk” itu akan berbeda dengan organisasi primitif kawanan monyet yang menggunakan tongkat, atau organisasi manusia primitif, atau organisasi orang-orang yang tergabung dalam masyarakat klan, dalam hal kerumitannya, ketinggian tekniknya, dst, tetapi organisasi demikian itu masih mungkin.

Organisasi demikian itu menjadi tidak mungkin karena masyarakat beradab telah terpecah menjadi kelas-kelas yang bermusuhan, dan lagi bermusuhan yang tak terdamaikan, sehingga jika kelas-kelas ini diperlengkapi dengan senjata yang “bertindak sendiri” akan timbul perjuangan bersenjata di antara mereka. Terbentuklah negara, terciptalah kekuatan khusus, satuan-satuan khusus orang-orang bersenjata, dan setiap revolusi, dengan menghancurkan aparat negara, menunjukan dengan jelas kepada kita bagaimana kelas yang berkuasa berdaya-upaya memulihkan satuan-satuan khusus orang-orang bersenjata yang mengabdi untuknya, dan bagaimana kelas yang tertindas berdaya-upaya menciptakan organisasi baru macam itu yang mampu mengabdi bukan kepada kaum penghisap, melainkan kepada kaum terhisap.

Dalam argumen tersebut di atas, Engels secara teoritis, dengan gamblang pula, mengemukakan justru soal yang juga dihadapkan kepada kita dalam praktek oleh setiap revolusi besar, dengan nyata dan lagi dalam skala aksi massal, yaitu soal saling hubungan antara satuan-satuan “khusus” orang-orang bersenjata dengan “organisasi bersenjata yang bertindak sendiri dari penduduk”. Akan kita lihat bagaimana soal ini secara konkrit dilukiskan oleh pengalaman revolusi Eropa dan Rusia.

Tetapi marilah kita kembali kepada uraian Engels.

Ia menunjukkan bahwa, sebagai contoh, kadang-kadang di beberapa tempat di Amerika Utara, kekuasaan kemasyarakatan ini lemah [yang dimaksud ialah kekecualian yang jarang bagi masyarakat kapitalis, dan tempat-tempat di Amerika Utara dalam periode pra-imperalismenya, dimana berdominasi kolonis bebas]. Tetapi berbicara secara umum, kekuasaan kemasyarakatan itu menjadi lebih kuat:

“… Kekuasaan kemasyarakatan menjadi lebih kuat sejalan dengan meruncingnya kontradiksi-kontradiksi kelas di dalam negara, dan sejalan bertambah besarnya negara-negara yang berbatasan dan makin banyaknya penduduk negara-negara itu. Kita cukup melihat sajalah Eropa dewasa ini dimana perjuangan kelas dan persaingan dalam penaklukan telah merangsang kekuasaan kemasyarakatan sampai sedemikian tingginya sehingga mengancam akan menelan seluruh masyarakat dan bahkan negara.”

Itu ditulis tidak lebih kemudian daripada awal tahun-tahun 90-an abad yang lalu. Kata pendahuluan Engels yang terakhir bertanggal 16 Juni 1891, pada waktu itu peralihan ke imperialisme –baik dalam arti dominasi penuh; trust-trust, dalam arti kemahakuasaan bank-bank besar, maupun dalam arti politik kolonial secara besar-besaran, dst– baru saja mulai di Perancis, dan bahkan lebih lemah lagi di Amerika Utara dan di Jerman. Sejak itu “persaingan dalam penaklukan” telah maju dengan langkah-langkah raksasa –lebih-lebih karena pada awal dasawarsa kedua abad ke-20 seluruh bola bumi telah terbagi habis di antara “penakluk-penakluk yang bersaingan” yaitu diantara negara-negara perampok besar. Sejak itu persenjataan angkatan darat dan laut telah berkembang dengan luar biasa, dan perang perampokan tahun-tahun 1914-1917 untuk pendominasian dunia oleh Inggris atau Jerman, untuk membagi barang rampasan, telah mendekatkan “penelanan” semua kekuatan masyarakat oleh kekuasaan negara yang berwatak penyamun kepada malapetaka total.

Sudah pada tahun 1891 Engels dapat menunjukkan “persaingan dalam penaklukan” sebagai salah satu ciri menonjol yang terpenting dari politik luar negeri negara-negara besar, tetapi dalam tahun-tahun 1914-1917, ketika justru persaingan ini, yang meruncing berlipat ganda, melahirkan perang imperialis[12] , bajingan-bajingan Sosial-chauvisnis menyelubungi pembelaan atas kepentingan-kepentingan perampok dari borjuasi “mereka sendiri” dengan “kata-kata membela tanah air”, “membela republik dan revolusi”, dst.! — Bersambung ke Bab I — Bagian [b]

Catatan:

[1]. Negara dan Revolusi ditulis oleh Lenin ketika bekerja di bawah tanah dalam bulan Agustus dan September 1917. Lenin mengemukakan tentang perlunya masalah negara secara teoritis dielaborasi lebih luas lagi pada setengah tahun terakhir 1916. Bersamaan dengan itu, ia menulis sebuah catatan berjudul “Internasionale Pemuda” [lihat Collected Works, edisi bahasa Rusia ke-empat, volume XXIII, halaman 153-56], di mana di dalamnya ia mengkritik pendirian Bukharin yang anti-Marxis mengenai masalah tentang negara dan berjanji akan menulis suatu artikel yang lebih terperinci tentang sikap Marxisme terhadap negara. Dalam sepucuk surat kepada A. M. Kollontai tertanggal 17 Februari 1917, Lenin menerangkan kepadanya bahwa bahan mengenai masalah tentang sikap Marxisme terhadap negara sudah hampir selesai. Bahan ini dikerjakan dengan tulisan tangan yang kecil dan rapat sebuah buku tulis bersampul biru dengan judul Marxisme tentang Negara. Karangan tersebut memuat kumpulan kutipan-kutipan dari karya-karya K. Marx dan F Engels dan cuplikan-cuplikan dari buku-buku karangan Kautsky, Pannekoek, dan Bernstein, disertai catatan kritik, kesimpulan dan penggeneralisasian oleh Lenin. 

Menurut rencana yang ditentukan, Negara dan Revolusi terdiri dari tujuh bab, tetapi bab ke-tujuh, yang terakhir, “Pengalaman Revolusi Rusia tahun 1905 dan 1917” belum ditulis juga, apa yang kami punyai adalah suatu rencan terperinci untuk bab tersebut. (lihat Lenin Miscellany -Bunga Rampai Lenin–, edisi Rusia volume XXI, 1933, halaman 25-26). Mengenai penerbitan buku tersebut Lenin menjelaskan dalam sepucuk surat kepada penerbit yang bersangkutan “terpaksa menggunakan waktu terlalu lama untuk menyelesaikan bab ke-7 itu atau jika nantinya akan terlalu menjadi besar, 6 bab yang pertama itu supaya diterbitkan tersendiri sebagai Bagian Pertama.”

Pada halaman pertama naskah aslinya penulis buku tersebut muncul dengan nama samaran F. F. Ivanovsky. Lenin hendak menggunakan nama tersebut dalam buku yang akan diterbitkan itu, karena jika tidak begitu, Pemerintah Sementara pasti akan menyitanya. Buku tersebut belum juga diterbitkan sampai dengan tahun 1918, ketika sudah tidak ada perlunya lagi menggunakan nama samaran. Suatu edisi ke-dua yang memuat pasal baru, “Penyajian Masalah oleh Marx dalam Tahun 1852”, ditambahkan Lenin pada Bab II, terbit dalam tahun 1919.

[2]. Kaum Fabian — anggota-anggota Perkumpulan Fabian yang reformis dan oportunis, yang didirikan oleh sekelompok intelektual borjuis di Inggris pada tahun 1884. Nama perkumpulan ini diambil dari nama seorang jenderal Romawi, Fabius Cunctator [Sang “Penunda”], yang terkenal karena taktik menundanya dan menghindari pertempuran yang menentukan. Menurut ungkapan Lenin, Perkumpulan Fabian merupakan “pernyataan yang paling sempurna dari oportunisme dan politik buruh liberal”, Kaum Fabian berusaha mengalihkan proletariat dari perjuangan kelas dan mengkhotbahkan kemungkinan peralihan secara damai, secara berangsur-angsur dari kapitalisme ke sosialisme melalui berbagai reformasi. Dalam masa perang dunia imperialis [1914-18] Kaum Fabian mengambil pendirian sosial-chauvisnisme. Untuk mengetahui watak kaum Fabian, lihat karya-karya Lenin: “Kata Pendahuluan Pada Edisi Rusia dari Surat-surat dari J. F. Becker, J. Dietzgen, F. Engels, K. Marx, Dan Lain-lain Kepada F. A. Sorge Dan Lain-lain” [V. I. Lenin, Marx-Engels-Marxism, Moskow, 1953, halaman 245-46], “Program Agraria Sosial-Demokrat Dalam Revolusi Rusia” [V. I. Lenin, Collected Works edisi Rusia ke-4, volume XV, halaman 154], “English Pacifism and English Dislike od Theory” [Pasifisme Inggris dan Ketidaksukaan Orang Inggris Kepada Teori] [ibid, volume XXI, halaman 234] dan lain-lainnya.

[3]. Sosial-Chauvinis, pendukung Social-Chauvinism, yaitu aliran yang didukung oleh para pemimpin buruh demi “kepentingan nasional” dari “negeri mereka sendiri”, yaitu pada kenyataannya dukungan bagi kepentingan kelas kapitalis negeri mereka untuk melawan persatuan Internasionale dari kelas buruh.

[4]. Kautskyisme — Pemikiran-pemikiran oportunis dari Karl Kaustky dan para pengikutnya. Kautsky [1854-1938] menyandang reputasi sebagai kawan lama Engels, ia termasuk pendiri Internasionale II, dan pembela Marxisme di masa awal dalam menghadapi revisionisme Berstein. Akan tetapi, makin mendekatnya tugas-tugas praktek dari revolusi datang, makin bimbanglah Kautsky, dengan lihai ia menutupi penolakannya terhadap marxisme revolusioner dengan menggunakan tetek bengek sofis dan ungkapan-ungkapan ‘marxis’. Ia menjadi duri dalam daging dalam Revolusi Oktober di Rusia 1917. 

[5]. Lihat F. Engels, The Origin of the Family, Private Property and the State [“Asal-Usul Keluarga, Milik Perseorangan, dan Negara”] [K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, Volume II, halaman 288-89]. 

[6]. Filistin : Philistine, ungkapan yang awalnya dipergunakan oleh mahasiswa-mahasiswa Jerman untuk melukiskan penduduk di kota Universitas mereka. Berangsur-angsur ungkapan ini beralih artinya menjadi orang-orang yang tidak mempunyai perhatian terhadap keintelektualan sama sekali, borjuis kecil yang berpikiran sempit dan egois. Pada famplet ini yang dimaksudkan oleh Lenin adalah sifat berpikiran sempit, picik, dan egois itu. 

[7]. Sosialis – Revolusioner -merupakan gabungan dari berbagai kelompok Narodnik di Rusia. Kaum Sosialis-Revolusioner mengambil kaum tani sebagai basis mereka. Program mereka menuntut adanya “kekuasaan populer yang bebas, nasionalisasi tanah dan nasionalisasi terhadap semua industri besar’. Setelah Revolusi Februari 1917, bersama kaum Menshevik mereka menjadi kekuatan utama dalam Pemerintahan Sementara borjuis. Program agraria yang gagal mereka laksanakan [bahkan menteri-menteri mereka mengirimkan ekspedisi khusus untuk menghukum kaum petani yang merebut tanah dari para tuan tanah!] dalam kenyataan berikutnya diimplementasikan oleh kaum Bolshevik saat mereka merebut kekuasaan tahun 1917. saat pemberontakan Oktober itu, sayap kanan Sosialis-Revolusioner secara terbuka mengambil posisi kontrarevolusi. Setelah terpecah, sayap kiri Sosialis Revolusioner membentuk koalisi yang berumur pendek dengan pemerintahan Bolshevik. 

[8]. Menshevik -dari bahasa Rusia, artinya mayoritas: sayap reformis dari Sosial Demokrat Rusia yang memperoleh namanya dari perpecahan faksi dengan kaum Bolshevik dalam persoalan organisasional di kongres tahun 1903. Perbedaan politik yang fundamental antara kaum Menshevik dan kaum Bolshevik [artinya bahasanya adalah minoritas], menjadi jelas dalam tahun 1904 dan terbukti di dalam Revolusi tahun 1905, akan tetapi mereka tetap menjadi tendensi oposisi dalam RSDLP [Russian Social Democratic Labour Party] sampai tahun 1912, saat partai terpisah berdiri. Kaum Menshevik menganut teori ‘dua tahap’ terhadap Revolusi Rusia, mengajukan argumen bahwa kaum proletar harus beraliansi dengan kaum liberal dan membatasi diri dengan mendirikan republik borjuis, menunda dulu tugas-tugas sosialis dilaksanakan di ‘kemudian’. Tahun 1917, menteri-menteri Menshevik menyokong Pemerintah Sementara, mendukung kebijakan imperialisnya, dan memerangi revolusi proletar. Setelah Revolusi Oktober, kaum Menshevik terang-terangan menjadi partai kontra-revolusioner.

[9]. Organisasi masyarakat gens atau suku -sistem komune primitif, atau formasi [susunan] sosio-ekonomi yang pertama dalam sejarah. Komune suku adalah persekutuan hidup [masyarakat] dari keluarga-keluarga sedarah yang dipertalikan dengan ikatan-ikatan ekonomi dan sosial. Sistem suku melalui periode-periode matriarkat dan patriarkat. Patriarkat memusat dengan masyarakat primitif menjadi masyarakat berkelas dan dengan timbulnya negara. Hubungan-hubungan produksi di bawah komune primitif berdasarkan hak milik kemasyarakatan atas alat-alat produksi dan pembagian secara sama-rata atas semua barang hasil. Ini pada pokoknya sesuai dengan tingkat tenaga-tenaga produktif yang rendah dan dengan watak tenaga-tenaga produktif pada masa itu.

Mengenai sistem komune primitif, lihat tulisan K. Marx Ikhtisar Tentang “Masyarakat Purba” dari Lewis Morgan, dan tulisan F. Engels, Asal Usul Keluarga, Milik Perseorangan, dan Negara [K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1962, volume II, halaman 170-327].

[10]. Lihat F. Engels, “Asal-Usul Keluarga, Milik Perseorangan, dan Negara” [K. Marx dan F. Engels, Selected Works, edisi bahasa Inggris, Moskow, 1951, Volume II, halaman 289].

[11]. ibid, halaman 289-292 

[12]. Yang dimaksud Lenin adalah Perang Dunia Pertama, 1914-1918.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *