Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

BACAAN PROGRESIF

Pengenalan Kepada Teori Ekonomi Marxis – Bagian 11

ERNEST MANDEL

II. 3 Asal Usul dan Definisi Proletariat Modern

Diantara nenek moyang langsung proletariat modern kita harus memasukan populasi dari Abad Pertengahan yang tidak lagi terikat dengan kepemilikan tanah atau terlibat dalam perdagangan, perusahaan dan gilda-gilda di kota-kota bebas, dan akibatnya menjadi populasi yang mengembara, tidak memiliki kepemilikan, yang telah mulai menjual kerjanya harian atau bahkan perjam. Sangat sedikit kota pada masa Abad Pertengahan, sebut saja Florence, Venice dan Bruges, merupakan sebuah “pasar buruh” yang muncul sejak abad ketigabelas, empatbelas, atau limabelas. Kota-kota tersebut memiliki tempat dimana orang miskin yang tidak terlibat dalam gilda, bukanlah pengerajin dalam gilda dan tidak memiliki alat bertahan hidup, berkumpul dan menunggu untuk disewa oleh para pedagang atau pengusaha selama satu jam, setengah hari, satu hari penuh, dsb.

Asal usul lain dari proletariat modern, lebih dekat secara waktu dengan kita, terdapat dalam apa yang disebut dengan sisa-sisa tatanan feodal yang runtuh. Oleh karena itu berkaitan dengan penurunan panjang dan pelan dalam kebangsawanan feodal, yang terjadi pada abad ketigabelas dan empatbelas dan dituntaskan dengan revolusi borjuis di Prancis pada akhir abad kedelapanbelas. Pada Abad Pertengahan, terdapat kadang lima puluh, enam puluh hingga lebih dari seratus rumah tangga hidup langsung dari tuan feodal. Jumlah individu yang ada didalamnya mulai berkurang, terutama sekali selama abad keenambelas, yang ditandai oleh kenaikan harga-harga dengan tajam, dan sebagai konsekwensinya, terjadi pemiskinan besar terhadap semua klas-klas sosial yang memiliki pendapatan uang tetap. Tuan-tuan feodal Eropa Barat juga terkena pukulan hebat karena kebanyakan dari mereka telah merubah sewa yang setimpal menjadi sewa dengan uang. Salah satu hasil dari proses pemiskinan tersebut adalah pemecatan masif terhadap seksi penting dari rombongan feodal. Dengan jalan tersebut ribuan mantan pelayan pria, hamba, dan juru tulis para bangsawan menjadi pengembara, pengemis, dsb.

Asal usul ketiga proletariat modern berasal dari penyingkiran sebagian dari petani dari tanahnya yan diakibatkan oleh perubahan tanah pertanian tersebut menjadi padang rumput. Sosialis Utopis Inggris yang terkenal Thomas More menunjukan rumus hebat tersebut sejak abad keenambelas. “Domba telah memakan manusia”, dengan kata lain, perubahan tanah pertanian menjadi padang rumput untuk menggembalakan domba, sebagai akibat dari perkembangan industri wool, menyingkirkan beribu-ribu petani Inggris dari tanah mereka dan menakdirkan mereka untuk menjadi kelaparan.

Masih terdapat asal usul keempat proletariat modern, yang memainkan peran lebih kecil di Eropa Barat tetapi memainkan peran yang besar di Eropa Tengah dan Timur, Asia, Amerika Latin dan Afrika Utara: asal usul tersebut adalah hancurnya bekas-bekas pekerja tangan yang ahli karena perjuangan persaingan antara pengerajin tangan dan industri modern yang masuk kedalam negeri-negeri kurang berkembang tersebut dari luar.

Singkatnya, corak produksi kapitalis adalah sebuah rejim dimana alat produksi telah menjadi monopoli ditangan klas sosial dan dimana produsen, terpisah dari alat produksi tersebut, mereka dalam kondisi bebas tetapi tercabut dari semua cara untuk memenuhi kebutuhan hidup dan akibatnya harus menjual tenaga kerja mereka pada pemilik alat produksi tersebut untuk bertahan hidup.

Apa yang menjadi karakter dari proletariat oleh karena itu bukanlah tingkat upahnya, entah itu tinggi ataupun rendah, tetapi terutama sekali fakta bahwa dia telah dipotong dari alat produksinya, atau bahwa pendapatan mereka tidak cukup untuk dia bekerja sendiri.

Dalam rangka untuk menganalisa apakah kondisi proletar berada dalam jalan untuk menghilang atau apakah, berkebalikan dengannya, berada dalam jalan ekspansi, tidaklah sesederhana kita meneliti rata-rata upah pekerja atau rata-rata gaji pelayan, tetapi upah atau gaji tersebut dibandingkan dengan konsumsi rata-ratanya; dengan kata lain, kita harus melihat pada kemungkinannya untuk menabung dan membandingkan hal tersebut dengan pengeluaran untuk mendirikan sebuah perusahaan sendiri. Jika kita menentukan bahwa setiap pekerja, setiap pelayan, dapat, setelah sepuluh tahun kerja, menyisihkan tabungan yang memungkinkannya untuk membeli sebuah toko atau bengkel kerja kecil, kemudian kita dapat mengatakan bahwa proletar semakin berkurang dan bahwa kita hidup dalam masyarakat dimana kepemilikan dalam alat produksi semakin menyebar dan menjadi umum.

Jika kita menemukan, bagaimanapun, bahwa mayoritas besar buruh, manual, kerah putih dan pemerintahan, tetap merupakan orang miskin yang sama dengan sebelumnya, setelah bekerja seumur hidup, dengan kata lain tanpa memiliki tabungan atau tidak memiliki cukup kapital untuk membeli alat produksi, kita dapa tmenyimpulkan bahwa kondisi proletar telah menjadi umum ketimbang semakin kecil, dan hal tersebut jauh lebih jelas saat ini ketimbang lima puluh tahun yang lalu. Ketika kita meneliti statistik pada struktur sosial Amerika Serikat, sebagai contoh, kita dapat melihat bahwa selama enam puluh tahun terakhir, terdapat penurunan tidak terhambat setiap lima tahun dalam persentase populasi aktif Amerka yang bekerja dengan usahanya sendiri dan diklasifikasikan sebagai pengusaha atau bekerja dalam bisnis keluarga, sementara persentase dari populasi yang sama tersebut yang didorong untuk menjual tenaga kerjanya telah meningkat secara terus menerus.

Lebih lagi, jika kita meneliti distribusi kekayaan pribadi, kita menemukan bahwa mayoritas besar pekerja, kita dapat mengatakan 95 persen, dan mayoritas besar pekerja kerah putih (80 atau 85 persen) bahkan tidak mampu untuk mengumpulkan sejumlah kecil kapital; dengan kata lain, kelompok tersebut menghabiskan seluruh pendapatan mereka. Kekayaan dalam kenyataannya terbatas pada bagian yang sangat kecil dari populasi. Dalam kebanyakan negeri kapitalis, 1 persen, 2 persen , 2,5 persen, 3,5 persen atau 5 persen dari populasi memiliki 40 persen, 50 persen, 60 persen dari kekayaan negeri tersebut, jumlah yang sama berada ditangan 20 persen atau 25 persen dari populasi yang sama. Kategori pertama dari kaum pemilik adalah borjuasi besar; kategori kedua adalah borjuasi menengah dan kecil. Dan semua yang diluar kedua kategori tersebut tidak memiliki apapun kecuali barang-barang konsumsi (terkadang termasuk rumah mereka).

Jika secara jujur disusun, statistik mengenai pajak kepemilikan dan pajak warisan sangat mengungkapkan hal tersebut.

Penelitian khusus yang dilakukan oleh Brookings Institute (sebuah sumber yang bebas dari semua kecurigaan sebagai sumber Marxisme) terhadap Bursa Efek New York mengungkapkan bahwa hanya satu atau dua persen pekerja memiliki saham dan lebih jauh lagi bahwa “kepemilikan” tersebut rata-rata bernilai $ 1.000.

Sebetulnya semua kapital oleh karena itu berada ditangan borjuasi dan hal ini mengungkapkan karakter reproduktif sendiri (self-reproductive) sistem kapitalis: mereka yang memiliki kapital terus mengakumulasikan semakin banyak; mereka yang tidak memilikinya jarang sekali dapat mendapatkannya. Dengan jalan ini pembagian masyarakat diabadikan dalam keadaan adanya klas bermilik dan klas yang dipaksa untuk menjual tenaga kerjanya. Harga untuk tenaga kerja tersebut, upah, sebenarnya habis dikonsumsi terus menerus, sementara klas bermilik memilik kapital yang secara terus menerus meningkat dari nilai lebih. Penyejahteraan masyarakat dalam kapital oleh karena itu terjadi, boleh dikatakan, bagi keuntungan eksklusif satu klas sosial, yaitu, klas kapitalis. — Bersambung ke Bagian 12

One thought on “Pengenalan Kepada Teori Ekonomi Marxis – Bagian 11

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *