Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

BACAAN PROGRESIF

Peran Individu Dalam Sejarah — Bagian VIII

GEORGI PLEKHANOV

VIII

Oleh karenanya, kualitas-kualitas personal para pemimpin menentukan fitur-fitur individual peristiwa-peristiwa bersejarah, dan elemen-elemen kebetulan, dalam artian yang telah kita definisikan, selalu memiliki peran tertentu dalam alur peristiwa, yang arahnya pada analisa terakhir ditentukan oleh sebab-sebab umum, yakni oleh perkembangan kekuatan-kekuatan produksi dan hubungan timbal-balik antar manusia dalam proses sosio-ekonomi produksi. Fenomena kebetulan dan kualitas-kualitas personal yang dimiliki oleh tokoh-tokoh ternama selalu lebih mudah terlihat dibandingkan sebab-sebab umum yang berada jauh di bawah permukaan. Abad ke-18 tidak begitu memperhatikan sebab-sebab umum, dan menjelaskan bahwa alur sejarah disebabkan oleh aksi-aksi sadar dan “gairah” para tokoh bersejarah. Para filsuf abad ke-18 menekankan bahwa sejarah dapat menempuh jalan yang benar-benar berbeda sebagai akibat dari sebab-sebab yang paling tidak signifikan, contohnya, bila ada “atom” yang memainkan lelucon di dalam kepala seorang penguasa (sebuah gagasan yang diekspresikan lebih dari sekali di Système de la Nature).

Para pengikut mazhab ilmu sejarah baru mencoba membuktikan bahwa sejarah tidak dapat menempuh jalan yang lain daripada apa yang sudah terjadi, tidak peduli “atom” apapun. Dalam usahanya untuk memberikan penekanan yang lebih besar pada sebab-sebab umum, mereka mengabaikan kualitas-kualitas personal yang dimiliki tokoh-tokoh bersejarah. Menurut mereka, digantikannya seorang tokoh dengan tokoh lainnya yang lebih bertalenta atau kurang bertalenta tidak akan mempengaruhi alur peristiwa bersejarah sedikit pun.[57] Tetapi bila kita membuat asumsi seperti itu, kita harus mengakui bahwa elemen-elemen personal tidak ada signifikansi sama sekali dalam sejarah, dan bahwa semua hal-ihwal dapat direduksi ke sebab-sebab umum, ke hukum-hukum umum perkembangan sejarah. Ini adalah posisi yang ekstrem, yang tidak memberi ruang apapun bagi elemen-elemen kebenaran yang terkandung dalam pandangan yang sebaliknya. Inilah mengapa pandangan yang sebaliknya masih mempertahankan hak keberadaannya. Benturan antara dua pandangan ini mengambil bentuk antinomi, dimana hukum-hukum umum adalah prinsip pertama, dan aktivitas individu adalah prinsip kedua. Dari sudut pandang prinsip kedua dalam antinomi ini, sejarah hanyalah sebuah rantaian kebetulan-kebetulan; dari sudut pandang prinsip yang pertama, bahkan fitur-fitur individual peristiwa-peristiwa sejarah ditentukan oleh sebab-sebab umum. Tetapi bila fitur-fitur individual peristiwa ditentukan oleh pengaruh sebab-sebab umum dan tidak bergantung pada kualitas-kualitas personal tokoh-tokoh bersejarah, maka dapat disimpulkan bahwa fitur-fitur tersebut ditentukan oleh sebab-sebab umum, dan tidak dapat diubah, tidak peduli sebanyak apapun tokoh-tokoh ini berubah. Maka, teori ini menjadi fatalis.

Ini tidak luput dari perhatian musuh-musuh teori tersebut. Sainte-Beuve membandingkan konsepsi sejarahnya Mignet dengan Bossuet. Bossuet berpendapat bahwa kekuatan yang menyebabkan peristiwa-peristiwa bersejarah datang dari langit dan merupakan ekspresi kehendak ilahi. Mignet mencari kekuatan ini dalam gairah manusia, yang termanifestasikan dalam peristiwa-peristiwa sejarah sebagai kekuatan Alam yang tidak dapat dibendung dan dihentikan. Tetapi keduanya menganggap sejarah sebagai sebuah rantai fenomena yang tidak mungkin bisa berbeda; keduanya adalah fatalis; dalam hal ini, kaum filsuf tidak jauh berbeda dengan pendeta (le philosophe se rapproche du prêtre).

Kritik ini dapat dibenarkan selama doktrin fenomena-sosial-yang-diatur-hukum mengatakan bahwa kualitas personal para tokoh sejarah sama sekali tidak memiliki pengaruh apapun. Kekuatan kritik ini semakin kuat karena para sejarawan mazhab baru ini, seperti halnya sejarawan dan filsuf abad ke-18, menganggap sifat manusia sebagai puncak dari segalanya; semua sebab-sebab umum perkembangan sejarah muncul dari sifat manusia dan tunduk padanya. Karena Revolusi Prancis telah menunjukkan bahwa peristiwa bersejarah tidak ditentukan hanya oleh aksi sadar manusia, maka Mignet, Guizot dan sejarawan lainnya dari mazhab yang sama menempatkan pengaruh gairah individu di tempat pertama, yang sering kali menyingkirkan semua kendali oleh pikiran. Tetapi bila gairah adalah penyebab fundamental dan paling universal peristiwa-peristiwa sejarah, lalu mengapai Sainte-Beuve salah dalam menekankan bahwa hasil Revolusi Prancis mungkin akan berkebalikan dari apa yang kita ketahui sekarang bila saja ada individu-individu yang mampu membangkitkan gairah yang sebaliknya dari apa yang menginspirasi rakyat Prancis? Mignet akan menjawab: tidak ada gairah lain yang dapat menginspirasi rakyat Prancis pada saat itu karena ciri-ciri sifat manusia. Dalam pengertian tertentu ini benar. Tetapi kebenaran ini akan memiliki nada yang sangat fatalis, karena ini serupa dengan tesis bahwa sejarah manusia, dalam semua detailnya, ditentukan oleh ciri-ciri umum sifat manusia. Fatalisme akan muncul di sini sebagai konsekuensi dari menghilangnya individu secara umum. Fatalisme memang selalu merupakan konsekuensi dari penghilangan semacam itu. Ada yang mengatakan: “Bila semua fenomena sosial adalah niscaya, maka aktivitas kita tidak akan berarti apapun.” Ini adalah gagasan benar yang dirumuskan secara keliru. Kita seharusnya mengatakan: bila segala sesuatu terjadi sebagai hasil dari hal-hal umum, maka yang partikular, termasuk usaha saya sendiri, tidak ada artinya. Deduksi semacam ini tepat, tetapi diterapkan secara keliru. Ini sama sekali tidak berarti bila diterapkan ke konsepsi materialis modern mengenai sejarah, dimana juga ada ruang bagi yang partikular; tetapi bila diterapkan ke pandangan para sejarawan Prancis periode Restorasi, ini dapat dibenarkan.

Sifat manusia sudah tidak dapat lagi dianggap sebagai penyebab fundamental dan paling umum perkembangan sejarah: bila sifat manusia itu konstan, maka ini tidak dapat menjelaskan alur sejarah yang sangat berubah-ubah; bila sifat manusia dapat berubah, tentunya perubahan ini sendiri ditentukan oleh perkembangan sejarah. Hari ini kita harus menganggap perkembangan tenaga produksi sebagai penyebab fundamental dan paling umum perkembangan sejarah umat manusia, dan perkembangan kekuatan produksi inilah yang menentukan perubahan dalam hubungan sosial manusia. Bersamaan dengan sebab umum ini adalah sebab-sebab spesifik, yakni situasi sejarah yang melatari berlangsungnya perkembangan kekuatan produksi bangsa tertentu, dan pada analisa terakhir situasi sejarah itu sendiri diciptakan oleh perkembangan kekuatan-kekuatan yang sama di antara bangsa-bangsa lain, yakni sebab umum yang sama.

Akhirnya, pengaruh sebab-sebab spesifik ini diperbesar oleh sebab-sebab partikular, yakni ciri-ciri personal tokoh-tokoh ternama dan “kebetulan-kebetulan” lainnya, yang membuat peristiwa memiliki fitur-fitur individual. Sebab-sebab tunggal tidak dapat menyebabkan perubahan radikal dalam beroperasinya sebab-sebab umum dan spesifik, yang, terlebih lagi, menentukan arah dan batas-batas pengaruh sebab-sebab partikular. Namun, tidak diragukan kalau sejarah akan memiliki sepuhan yang berbeda bila saja sebab-sebab partikular yang mempengaruhi sejarah tersebut digantikan dengan yang lain.

Monod dan Lamprecht masih mengikuti sudut pandang sifat manusia. Lamprecht, secara kategorikal dan berulang kali, telah mengumumkan bahwa dalam pendapatnya mentalitas sosial adalah penyebab dasar fenomena sejarah. Ini adalah kesalahan besar; sebagai akibat dari kesalahan ini, niat – yang sendirinya adalah niat yang baik – untuk mempertimbangkan “totalitas kehidupan sosial” hanya dapat berakhir ke eklektisme yang hambar dan membosankan, atau, di antara orang yang paling konsisten, ke argumennya Kablitz mengenai signifikansi relatif akal dan sentimen

Tetapi mari kita kembali lagi ke subjek kita. Seorang tokoh hebat adalah hebat bukan karena kualitas-kualitas personalnya memberikan sepuhan individual pada peristiwa bersejarah, tetapi karena dia memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya paling mampu melayani kebutuhan-kebutuhan sosial besar pada jamannya, kebutuhan-kebutuhan yang muncul di bawah pengaruh sebab-sebab umum dan partikular. Dalam bukunya yang terkenal itu mengenai pahlawan dan penyanjungan-pahlawan, Carlyle menyebut orang-orang hebat sebagai pelopor. Ini adalah deskripsi yang tepat. Seorang tokoh besar adalah pelopor karena dia melihat lebih jauh daripada orang lain dan hasratnya lebih kuat daripada orang lain. Dia menyelesaikan problem-problem ilmiah yang dikedepankan oleh alur perkembangan intelektual yang sebelumnya; dia menunjukkan kebutuhan-kebutuhan sosial baru yang diciptakan oleh perkembangan relasi-relasi sosial sebelumnya; dia mengambil inisiatif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial tersebut. Dia adalah seorang pahlawan, bukan dalam artian bahwa dia dapat menghentikan atau mengubah alur peristiwa, tetapi dalam artian bahwa aktivitas-aktivitasnya adalah ekspresi sadar dan bebas dari alur peristiwa yang tak terelakkan dan tak sadar itu. Di sinilah terletak semua signifikansinya, semua kekuatannya. Tetapi signifikansi ini amat besar, dan kekuatan ini sangat kuat.

Apa yang dimaksud dengan alur alami peristiwa?

Bismarck mengatakan bahwa kita tidak dapat membuat sejarah tetapi harus menunggu sementara sejarah dibuat. Tetapi siapa yang membuat sejarah? Sejarah dibuat oleh manusia sosial, yang merupakan “faktor” satu-satunya. Manusia sosial menciptakan relasi sosialnya sendiri. Tetapi bila dalam epos tertentu dia menciptakan relasi sosial tertentu dan bukan yang lainnya, ini tentu ada sebabnya; ini ditentukan oleh kondisi kekuatan produksi. Tidak ada satupun orang hebat yang bisa memaksakan ke dalam masyarakat sebuah relasi sosial yang sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi kekuatan produksi atau yang belum sesuai dengan kondisi kekuatan produksi. Dalam pengertian ini, dia tidak dapat membuat sejarah, dan dalam pengertian ini, usahanya untuk menggeser jarum jam akan sia-sia: dia tidak akan mempercepat arus waktu atau memutar balik waktu. Di sini Lamprecht cukup benar: bahkan di puncak kekuasaannya, Bismarck tidak akan mampu mengembalikan Jerman ke ekonomi primitif.

Relasi-relasi sosial memiliki logika mereka sendiri: selama manusia hidup dalam  relasi timbal-balik tertentu, mereka akan merasa, berpikir dan bertindak dalam satu cara tertentu dan tidak lainnya. Usaha oleh tokoh ternama mana pun untuk melawan logika ini akan sia-sia; alur alami peristiwa (dalam kata lain, logika relasi sosial ini) akan membuat sia-sia semua usaha mereka. Tetapi bila saya tahu ke arah mana relasi-relasi sosial berubah karena perubahan dalam proses sosio-ekonomi produksi, saya juga tahu ke arah mana mentalitas sosial akan berubah; sebagai akibatnya, saya akan mampu mempengaruhinya. Mempengaruhi mentalitas sosial berarti mempengaruhi peristiwa-peristiwa sejarah. Maka, dalam pengertian tertentu, saya dapat membuat sejarah, dan tidak perlu saya menunggu sementara “sejarah dibuat”.

Monod percaya bahwa peristiwa-peristiwa dan individu-individu yang sangat penting dalam sejarah hanyalah penting sebagai tanda dan simbol perkembangan institusi dan kondisi ekonomi. Gagasan ini benar walaupun diekspresikan secara tidak tepat; tetapi hanya karena gagasan ini benar, tidak ada alasan untuk mempertentangkan aktivitas orang hebat dengan perkembangan kondisi dan institusi ekonomi yang “lamban”. Perubahan “kondisi ekonomi” yang kurang lebih lamban secara periodik menghadapkan masyarakat dengan keniscayaan untuk mengubah institusinya secara kurang lebih cepat. Perubahan ini tidak pernah terjadi “dengan sendirinya”; perubahan ini selalu membutuhkan intervensi manusia, yang lalu dihadapkan dengan problem-problem sosial yang besar. Tokoh-tokoh yang disebut hebat adalah mereka yang memfasilitasi penyelesaian problem-problem ini jauh lebih baik dibandingkan orang lain. Tetapi menyelesaikan problem bukan berarti semata menjadi “simbol” atau “tanda”.

Namun, menurut kami, Monod mempertentangkan kedua hal di atas terutama karena dia menyukai kata “lamban” yang terdengar menyejukkan itu, sebuah kata yang sangat disenangi oleh kaum evolusionis hari ini. Secara psikologis, kecenderungan ini dapat dipahami: ini tak ayal muncul di antara orang-orang yang moderat dan cermat … Tetapi secara logika, kecenderungan ini roboh di hadapan kritik, seperti yang telah dibuktikan oleh Hegel.

Sebuah medan aktivitas yang luas terbuka tidak hanya untuk “kaum pelopor” dan orang-orang “hebat”. Medan ini terbuka bagi siapapun yang punya mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan hati untuk mengasihi sesama manusia. Konsep kehebatan adalah sebuah konsep yang relatif. Dari sudut pandang moral, seperti yang tertulis dalam Kitab Perjanjian Baru, seorang yang hebat adalah “seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”. — SELESAI

______________

[57] Yakni, mereka berargumen demikian tatkala mendiskusikan bagaimana peristiwa bersejarah diatur oleh hukum. Namun, ketika beberapa dari mereka mendeskripsikan fenomena semacam ini, mereka terkadang memberikan signifikansi berlebihan pada elemen personal. Tetapi yang menarik bagi kita di sini bukanlah deskripsi mereka tetapi argumen mereka. [Plekhanov]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *