Di Usia 78 Tahun, Uskup Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar Tetap Melawan Kitab Hukum Kanonik 401

Uskup Keuskupan Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar, OFM.@Ist

JAYAPURA, Westpapuanews.Org — Suara-suara protes kini mulai bergema di kalangan Umat Katolik Papua secara khusus di Keuskupan Jayapura menanggapi sikap buruk Mgr Leo Laba Ladjar OFM yang masih tetap mempertahankan posisinya sebagai Uskup di usianya yang sudah uzur : 78 tahun.

Padahal sesuai Kitab Hukum Kanonik Nomor 401, dia sudah harus mengajukan pensiun ketika berusia 75 tahun. Tetapi Uskup kelahiran 4 November 1943 ini masih tetap mempertahankan posisinya dan tidak pernah mengajukan pensiun.

Tokoh Katolik Awam dan kalangan umat pun bertanya-tanya, ada apa dibalik semua ini sehingga sang Uskup betah di posisinya dan berniat tidak akan pensiun sampai ajal menjemput alias Mati Baru Habis?

Sebuah percakapan santai di pelataran Gereja Katolik Paroki Kristus Jaya Wamena setelah Misa hari ini, Minggu, 26 Juni 2022 menyebutkan keburukan Uskup Leo mempertahankan posisinya karena rasisme terhadap OAP dan menjaga lahan bisnis di dalam lembaga Gereja Katolik.

“Rasisme dalam Gereja Katolik bukan hal baru, sejak penjajah kulit putih pulang, penjajah yang baru ambil alih tongkat kepemimpinan,” ujar Yoseph, seorang umat paroki.

Yoseph menyebutkan, rasisme inilah penyebab utama Gereja Katolik tidak bisa menjadi milik pribumi Papua. (Baca disini)

“Bahkan siapa pun OAP mau jadi Uskup pasti mati karena ada mafia di dalam Gereja Katolik, lihat Pater Neles Tebay yang baru disebut-sebut akan menggantikan Uskup Leo Laba Ladjar, langsung tewas diracuni,” beber Yoseph.

Hal lainnya, menurut Yoseph, adalah faktor aset kekayaan Gereja Katolik Keuskupan Jayapura, yang sudah terlanjur dikelola oleh orang-orang NTT dan Flores dan dianggap sebagai kebun jagung.

“Leo Laba Ladjar dan keluarganya dari NTT dan Flores kelola Gereja Katolik Keuskupan Jayapura layaknya kebun jagung, mereka makan dari situ,” ungkap Yoseph.

Yoseh katakan, Leo Laba Ladjar akan tetap mempertahankan posisinya sampai mati atau sampai ditemukan penggantinya dari NTT atau Flores, sehingga estafet kekuasaan tetap berlanjut dengan terus bersembunyi dibalik jubah Katolik.■

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *