JAYAPURA, Westpapuanews.Org — Menteri Investasi/Kepala BKPM – RI, Bahlil Lahadalia mengungkapkan, ada tiga hal yang dapat mempermudah investor dapat berinvestasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia diantaranya stabilitas politik, kepastian hukum, dan kenyamanan.
“Sebuah Investasi akan masuk (Indonesia-red) apabila memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah, stabilitas politik, kepastian hukum dan sudah barang tentu adalah, rasa aman mereka (Investor),” kata Bahlil di program Dua Sisi TvOne, 13 Januari 2022 lalu.
Pernyataan Bahlil merupakan sebuah isyarat khusus untuk mengajak rakyat Indonesia terlibat memberi rasa aman bagi pihak asing agar mereka dengan nyaman bisa leluasa mengeruk perut perut bumi Nusantara, secara khusus kekayaan di perut bumi Papua, dimana Bahlil, asal Buton, diklaim berasal, dan ditempatkan sebagai menteri rezim Jokowi sebagai perwakilan Papua.
Mengenai syarat stabilitas politik dan rasa aman bagi investor asing, wilayah operasi sebuah investasi asing seperti Papua harus memiliki tensi politik yang stabil dan bebas dari konflik bersenjata.
Terkait investasi asing di Papua, mengacu pada orasi Menteri Bahlil di kampus Universitas Cenderawasih dalam rangka membela PT Freeport di depan para mahasiswa, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka/TPNPB-OPM disarankan menggunakan taktik militer ajaran Mao Tse Tung/Mao Zedong yaitu taktik perang rakyat jangka panjang.
Saran ini dilontarkan Aktivis Papua Nugupte di akun Twitter @papuanugupte menanggapi Bahlil sebagaimana diberitakan Mataradarindonesia.com, Senin (10/10/2022).
“Membaca pernyataan Menteri Investasi RI Bahlil L maka #TPNPB bisa menggunakan taktik perang rakyat jangka panjang ajaran #MaoZedong utk menghambat #Investasi di Papua,” cuit Papua Nugupte.
Melalui perang rakyat jangka panjang yang menjangkau seluruh tanah Papua, dengan fokus gerilya desa kepung kota sebagaimana diajarkan Mao, seluruh wilayah Papua bisa menjadi momok bagi Investor. Investor yang sedang bercokol mengeruk kekayaan Papua bisa gulung tikar dan kabur, sementara yang baru enggan masuk. (Baca disini).
Situasi demikian diharapkan bisa menaikkan posisi tawar Papua, dan merupakan satu-satunya cara memaksa musuh Indonesia datang duduk di meja perundingan, dimana berbagai negara yang berkepentingan dengan bahan baku Sumber Daya Alam/SDA Papua akan berlomba-lomba memaksa Indonesia untuk berunding dengan Papua.
Taktik perang Mao Tse Tung dikenal dengan metode perang rakyat jangka panjang atau perang rakyat tahan lama oleh sekelompok kecil orang melawan sebuah kekuatan besar rezim jahat.
Dia menunjukkan bagaimana kekuatan bangsa yang lebih kecil dapat mengalahkan bangsa yang lebih besar, dimana kedaulatan politik sebuah bangsa yang kecil itu akan selalu lahir dari moncong senjata.
Dalam bukunya, Tentang Perang Gerilya, Mao mengatakan pemberontak haruslah gesit, harus beradaptasi dan menggunakan pengetahuan dan penduduk lokal bagi keuntungan mereka.
Mao menulis, “Strategi gerilya terutama harus didasarkan pada kewaspadaan, mobilitas, dan serangan. Hal ini harus disesuaikan dengan situasi musuh, medan, jalur komunikasi yang ada, kekuatan relatif, cuaca dan situasi rakyat.”
Sangat penting, katanya, untuk memiliki tujuan yang jelas: “Tanpa tujuan politik, perang gerilya akan gagal”. Bagi Mao, ini adalah perang rakyat: petani hari ini adalah tentara esok hari. Dan di atas semua ini terjadi apa yang disebutnya “perang yang berkepanjangan”.
Mao menetapkan strategi tiga tahap, yang dalam konteks Papua, Tahap pertama adalah invasi awal dan serangan musuh Indonesia pada tahun 1960-an. Tahap kedua adalah konsolidasi musuh melalui Pepera 1969 dan Pemilu setiap 5 tahun, yang dimulai dengan melibatkan Papua pada Pemilu pertama Orde Baru pada tahun 1971.
Tahap ketiga adalah serangan balik rakyat Papua yang dipimpin TPNPB-OPM melalui taktik perang rakyat dan mundurnya musuh Indonesia. Seperti yang dikatakan Mao, menghadapi penjajah Jepang: “Perang antara China dan Jepang bukan sembarang perang, ini adalah perang hidup dan mati antara China semi-kolonial dan semi-feodal dan imperialis Jepang…”.
Mao Tse Tung bisa dianggap sebagai Bapak Perlawanan Modern, dimana ajarannya antara lain menginspirasi NPA-CPP di Filipina, Macan Tamil Eelam di Sri Langka, FARC di Kolombia, Al Qaeda, ISIS dan Taliban di Afghanistan. ■
Pingback: Ketua OPM : Apakah kami layak lawan kolonial dengan tangan kosong? – Westpapuanews.Org