Westpapuanews.Org

Berita tangan pertama dari Tanah Papua

DOB PapuaLawan OligarkiOpini

Pembentukan DOB di Papua, Cara Oligarki bagi-bagi Lahan

Oligarki berjumlah 1 persen mengusai 46,6 persen kekayaan nasional, sementara rakyat yang jumlahnya 99 persen hanya menguasai 53,4 persen kekayaan nasional Indonesia.@GWR

Pada tulisan sebelumnya kita telah membahas salah satu tujuan pembentukan DOB di Papua sebagai strategi kontra-gerilya TNI dalam rangka membatasi ruang gerak TPNPB-OPM. (Baca disini).

Bagaimana kita melihat DOB sebagai cara oligarki bagi-bagi kapling di Papua? Untuk memulainya kita awali dengan membahas apa itu Oligarki.

Oligarki, berasal dari bahasa Yunani ὀλίγον óligon atau “sedikit” dan ἄρχω arkho atau “memerintah”, adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer.

Merujuk pada data Global Wealth Report tahun 2018, dari total 273 juta penduduk Indonesia, kelompok Oligarki yang jumlahnya hanya 1 persen ternyata menguasai 46,6 persen kekayaan nasional, sedangkan mayoritas rakyat yang jumlahnya 99 persen hanya mengusai 53,4 persen kekayaan nasional.

Mari kita membaca kisah kelam Pilpres 2019 lalu dimana kedua pasangan Capres-Cawapres Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga sama-sama dibiayai oleh oligarki tambang batu bara yang aktif mengeruk perut bumi Kalimantan. (Nonton video disini).

Kelompok Oligarki di lingkaran kedua pasangan Capres-Cawapres seperti diulas dalam video itu berasal dari Partai-partai PDIP, Nasdem, Golkar, Gerindra dan Perindo. Ada juga kelompok Oligarki lain dari Parpol yang sama tetapi bermain di Investasi Sawit, tambang emas, playwood, dan investasi ekstraktif lainnya.

Segera setelah Pilpres 2019 usai dan dimenangkan oleh Jokowi-Ma’ruf, kedua kelompok oligarki tambang ini bersatu dalam kabinet karena kepentingan mereka selalu sama. Prabowo Subianto dari Oligarki kubu Gerindra menyambut baik tawaran koalisi dari Oligarki kubu PDI-P dan memuji konsolidasi Oligarki ini dengan kalimat : “Di Pilpres kita lawan, di tambang kita kawan.”

Dengan posisi presiden Jokowi yang berada di tengah-tengah rawa oligarki, menunjukan rezim yang berkuasa saat ini adalah pelayan setia oligarki dimana posisi Jokowi sebagai presiden berperan sebagai wasit.

Bagaimana Oligarki terlibat dalam mendorong pemekaran wilayah atau DOB di Papua? Kita lihat ada politisi PDIP Komarudin Watubun dan politisi Gerindra Yan P Mandenas, keduanya merasa berhak berjuang DOB karena merupakan wakil rakyat dari Papua.

Keduanya sebagai kaki tangan oligarki partai di DPR-RI ternyata menjadi ujung tombak dalam perjuangan mendorong RUU DOB beberapa provinsi dan kabupaten di Papua dan Papua Barat menjadi UU.

Komarudin Watubun, perwakilan Partai oligarki PDIP yang menjadi Ketua Pansus Otsus Papua di DPR-RI, juga diketahui berperan aktif mendorong revisi UU Otsus Papua versi oligarki agar sesuai dengan kepentingan eksploitasi SDA Papua.

Di tingkat lokal secara serentak para politisi dari Partai Oligarki langsung menyambut rencana pembentukan DOB. Misalnya di Merauke kita bisa lihat bagaimana geliat Ketua DPRD setempat, Benyamin Latumahina, politisi Nasdem sebagai partai oligarki. Pria Ambon ini terkenal paling ekstrim memperjuangkan DOB PPS di Merauke saat ini.

Di kabupaten Asmat, Bupati Elisa Kambu sebagai simbol Oligarki PDIP di tingkat lokal terlihat sibuk dengan DOB PPS, karena Asmat memiliki deposit Migas terbesar di tanah Papua, kita sebut Blok Asmat atau Blok Safan, merujuk pada laporan Jubi Online. Dalam target Oligarki PDI-P, Blok Asmat akan segera digarap setelah pembentukan DOB PPS.

Pergerakan elit lokal sebagai kaki tangan Oligarki di tengah-tengah basis masyarakat di Boven Digul dan Mappi bisa dengan jelas terbaca seperti kasus Benyamin Latumahina di Merauke dan Elisa Kambu di Asmat.

Dengan keterlibatan para kaki tangan Oligarki lokal di daerah yang terlihat cepat-tanggap, kita sudah bisa pastikan bahwa tujuan pembentukan DOB di Papua adalah cara oligarki membagi-bagi kapling di Papua untuk tujuan eksploitasi kekayaan alam dalam memperkuat ekonomi ekstraktif yang menjadi corak oligarki Indonesia.

Kita lihat data perkebunan kelapa sawit. Indonesia memiliki peringkat nomor satu di dunia dengan volume produksi minyak sawit mencapai 43 juta ton, merujuk pada laporan Warta Ekonomi tahun 2019.

Berikutnya, laporan Katadata.com tahun 2021 menyebutkan, dari total luas kebun kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2019 seluas 14.456.611 hektare (ha), ditemukan luasan kebun sawit di Papua pada 2020 mencapai 159.700 ha dan meningkat menjadi 162.200 ribu ha pada 2021 atau ada penambahan sekitar 3.000 ha hanya dalam satu tahun. Sementara di Papua Barat luasan perkebunan sawit lebih kecil dibanding Papua yakni 51 ribu ha pada 2020.

Dari total luas lahan kelapa sawit di Papua sebesar 162.200 ha, data dari Sawitindonesia.com pada 2021 menyebutkan Kabupaten Merauke memiliki 148.665 ha lahan sawit yang sudah ditanami dari total luas lahan 1,28 juta ha yang telah disiapkan.

Merujuk pada geliat Mendagri Tito Karnavian, salah satu pemilik perusahaan kelapa sawit di Merauke, yang secara sepihak mengeluarkan rencana pembentukan DOB Papua dari moratorium yang belum dicabut, kita patut berpendapat, bahwa cadangan lahan seluas 1,28 juta ha di Merauke telah dibagi-bagi di kalangan oligarki sehingga DOB PPS harus segera dibentuk.

Potensi Batu Bara belum digarap, tetapi secara diam-diam para oligarki tambang Batu Bara di Kalimantan telah menjalin kerjasama dengan beberapa politisi di Merauke dalam rangka mengeruk cadangan Batu Bara di kabupaten Mappi, tepatnya di kawasan calon DOB Kabupaten Admi Korbay dan Boven Digul tepatnya di kawasan calon DOB Kabupaten Muyu.

Kita lihat tambang emas, selain PT Freeport dan Blok Wabu, ada cadangan deposit terbesar di kabupaten Pegunungan Bintang, tepatnya di Batom, Ketengban dan Awinbon. Oligarki tambang emas yang bersarang di PT Inalum dan PT Antam kini mengincar deposit emas di wilayah tersebut dengan metode soft power dan hard power.

Metode soft power dilakukan dengan memanfaatkan kondisi pendidikan yang terpuruk dengan janji perbaikan SDM Pegunungan Bintang. (Nonton Video disini).

Sedangkan metode hard power dilakukan secara khusus di distrik Awinbon dengan cara membenturkan para tuan dusun dengan para pendulang tradisional non Papua dengan target daerah tersebut akan dicap daerah konflik sehingga TNI-POLRI akan mengambil-alih lokasi tersebut dan Oligarki tambang akan leluasa melakukan eksploitasi setelah para pendulang tradisional dibubarkan.

Dengan merujuk pada informasi kelapa sawit, Batu Bara dan Migas yang disebutkan diatas, kita dapat menjadikan patokan untuk menganalisis kepentingan oligarki di setiap wilayah calon DOB di Papua dan Papua Barat.

Intinya, oligarki atau kaum 1 persen di Indonesia sudah membagi-bagi tanah Papua sesuai kepentingan mereka dan kaki tangan mereka di partai politik sibuk menipu rakyat Papua, sebagai bagian dari kaum 99 persen, dengan berbagai janji dan retorika.■