ERNEST MANDEL
III.4 Bagaimana Krisis “Diselesaikan” oleh Resesi
Pertumbuhan dalam belanja kesejahteraan sosial adalah hasil dari beberapa fenomena yang bersamaan.
Yang pertama, tekanan gerakan klas pekerja, yang selalu bertujuan untuk memperbaiki salah satu ciri khas yang paling jelas dari kondisi proletar: ketidakamanan (insecurity). Karena nilai tenaga kerja hanya kira-kira menutupi kebutuhan pemeliharaan hidup hari ini dari klas pekerja, setiap gangguan dalam penjualan tenaga kerja tersebut – yaitu, setiap kecelakaan yang mengganggu pekerjaan normal para pekerja: pengangguran, sakit, kecelakaan kerja, usia tua – melemparkan proletar kedalam jurang kemiskinan. Saat permulaan sistem kapitalis, hanya terdapat “sumbangan”, pribadi atau publik, yang mana pekerja yang menganggur dapat gunakan saat keadaan sukar, dengan hasil material yang tidak signifikan dan dengan harga pukulan mengerikan bagi martabat kemanusiannya. Sedikit demi sedikit, gerakan klas pekerja telah menetapkan prinsip jaminan sosial, pertama suka rela, kemudian wajib, terhadap serangan nasib: asuransi kesehatan, kompensasi pengangguran, asuransi usia tua. Dan perjuangan akhirnya berpuncak pada prinsip jaminan sosial, yang secara teoritis akan melindungi para pekerja upahan dari semua kehilangan pendapatan saat ini.
Kemudian terdapat kepentingan tertentu dari negara. Institusi yang menerima dana dalam jumlah besar yang digunakan untuk mendanai program jaminan sosial tersebut sering memiliki jumlah dana cair yang besar. Mereka dapat menginvestasikan dana tersebut dalam obligasi pemerintah, membuat pinjaman bagi negara (obligasi jangka pendek, sebagai syarat). Rejim Nazi menggunakan teknik ini dan kemudian menyebar ke kebanyakan negeri-negeri kapitalis.
Ukuran dana jaminan sosial yang semakin membesar telah, selain itu, membawa situasi khusus, mengajukan persoalan teoritis dan praktis bagi gerakan klas pekerja. Gerakan klas pekerja secara tepat menganggap bahwa semua dana yang dibayarkan kedalam dana jaminan sosial – entah oleh para pengusaha, atau oleh negara, atau dengan pemotongan pajak dari upah para pekerja itu sendiri – hanyalah menyusun bagian upah, sebuah “upah tidak langsung”, atau “upah yang ditunda”. Ini adalah titik pandang masuk akal, dan yang sejalan, selain itu, dengan teori nilai Marxis, karena semua yang diterima oleh pekerja sebagai ganti tenaga kerja mereka harus dianggap sebagai ganti harga tenaga kerjanya, tanpa menghiraukan apakah hal tersebut dibayarkan segera kepada para pekerja (upah langsung), atau dibayarkan kemudian (upah yang ditunda). Oleh karena alasan ini, “manajemen keseimbangan” (serikat pengusaha, atau serikat negara) dari dana jaminan sosial harus dilihat sebagai pelanggaran dari hak para pekerja. Karena dana-dana tersebut merupakan milik para pekerja, campur tangan tidak beralasan apapun dalam manajemen mereka oleh kelompok sosial diluar serikat buruh harus ditolak. Pekerja seharusnya tidak lagi mengijinkan “manajeman keseimbangan” dari upah mereka seperti para kapitalis tidak akan mengijinkan “manajemen keseimbangan” dari rekening bank mereka.
Tetapi ukuran pembayaran yang semakin besar kedalam jaminan sosial telah mampu menciptakan “ketegangan” tertentu antara upah langsung dan upah yang ditunda, karena upah yang ditunda kadang kala mencapai 40 persen dari total upah. Banyak pusat serikat buruh menentang peningkatan lebih jauh dalam “upah yang ditunda” dan ingin mengkonsentrasikan untuk memiliki setiap capaian dalam bentuk capaian segera dengan pembayaran langsung bagi para pekerja. Hal tersebut harus dimengerti, bagaimanapun juga, bahwa dibawah fakta “upah yang ditunda” dan jaminan sosial terdapat prinsip solidaritas klas. Sesungguhnya, dana untuk kesehatan, kecelakaan, dsb, tidaklah didasarkan pada prinsip “keuntungan individual”, (setiap pekerja pada akhirnya menerima semua yang dia atau pengusaha atau negara telah bayarkan untuk tanggungannya), tetapi didasarkan pada prinsip asuransi. Mereka yang tidak mengalami kecelakaan membayar sehingga mereka yang mengalaminya dapat sepenuhnya ditanggung biayanya. Prinsip pokok dalam praktek tersebut adalah solidaritas klas, yaitu, kepentingan pekerja untuk menghindari penciptaan sub proletariat, yang tidak hanya akan merusak militansi dari massa pekerja (setiap individu takut terdorong kedalam sub proletariat cepat atau lambat) tetapi juga mewakili bahaya kompetisi untuk pekerjaan dan ancamannya terhadap upah. Dibawah kondisi tersebut, daripada mengeluh tentang “skala berlebihan dalam upah yang ditunda”, kita seharusnya menunjukan ketidakcukupan yang menyedihkan, karena hal tersebut membawa sebuah penurunan mengerikan dalam standar hidup dari kebanyakan pekerja tua, bahkan di kebanyakan negeri-negeri kapitalis makmur.
Jawaban efektif untuk persoalan “ketegangan” antara upah langsung dan upah yang ditunda adalah tuntutan untuk menggantikan prinsip solidaritas yang terbatas hanya pada klas pekerja oleh prinsip solidaritas yang diperluas untuk memasukan semua penduduk, perubahan jaminan sosial menjadi layanan nasional (kesehatan, lapangan kerja penuh, usia tua) didanai oleh pajak progresif untuk pendapatan. Hanya dengan jalan ini “upah yang ditunda” berakhir sebagai sebuah peningkatan penting sejati dalam upah dan sebuah redistribusi sejati dari pendapatan nasional yang menguntungkan pekerja upahan.
Hal tersebut harus dipahami sepenuhnya bahwa hingga saat ini hal tersebut belum dicapai dalam skala besar dibawah sistem kapitalis, dan bahkan perlu untuk mengajukan pertanyaan apakah hal tersebut dapat direalisasi tanpa memprovokasi reaksi kapitalis dengan karakter yang segera kita temukan dalam periode krisis revolusioner. Sebetulnya, pengalaman yang paling menarik dengan jaminan sosial, seperti yang diberlakukan di Perancis setelah tahun 1944 dan lebih khusus lagi, Layanan Kesehatan Nasional di Inggris setelah tahun 1945, didanai dengan besar oleh memberikan pajak kepada para pekerja itu sendiri (terutama sekali dengan meningkatkan pajak tidak langsung dan oleh peningkatan pajak bahkan terhadap upah yang sedang, seperti di Belgia sebagai contoh) ketimbang menarik pajak dari borjuasi. Itulah mengapa kita tidak pernah melihat redistribusi sejati dan radikal dari pendapatan nasional dengan pajak dalam sistem kapitalis; hal tersebut tetap merupakan salah satu “mitos” besar dari reformisme.
Terdapat aspek yang lain dalam pertumbuhan penting dari “upah yang ditunda”, dari asuransi sosial, dalam pendapatan nasional negeri-negeri kapitalis industri: adalah ciri khas antisiklus mereka. Disini kita menemukan alasan lain kenapa negara borjuis, neokapitalisme, mempunyai kepentingan dalam meningkatkan volume “upah yang ditunda” tersebut. Adalah karena upah yang ditunda tersebut memainkan peran sebagai bantalan peredam getaran untuk mencegah kejatuhan tiba-tiba dan keras dalam pendapatan nasional saat terjadi krisis.
Sebelumnya ketika pekerja kehilangan pekerjaannya, pendapatannya jatuh menjadi nol. Ketika seperempat angkatan kerja di sebuah negara menganggur, pendapatan pekerja upahan secara otomatis menurun seperempat. Konsekwensi buruk dari kejatuhan dalam pendapatan, kejatuhan dalam “permintaan total”, bagi ekonomi kapitalis secara umum telah sering digambarkan. Hal tersebut memberikan krisis kapitalis kemunculan reaksi berantai, yang terus terjadi dengan logika dan keadaan tidak dapat dihindari yang mengerikan.
Mari kita mengasumsikan bahwa krisis terjadi di sektor yang menghasilkan mesin-mesin dan bahwa sektor ini terpaksa untuk menutup pabriknya dan memberhentikan para pekerjanya. Kehilangan pendapatan yang dialami oleh para pekerja secara radikal mengurangi kemampuan mereka untuk membeli barang-barang konsumsi. Karena hal tersebut, dengan cepat terjadi overproduksi didalam sektor yang membuat barang-barang konsumsi, yang kemudian, dipaksa untuk menutup pabriknya dan memberhentikan para pekerjanya. Kembali, oleh karena itu, terjadi kejatuhan lebih jauh dalam penjualan barang-barang konsumsi, dan sebuah peningkatan dalam inventarisir. Pada waktu yang sama, pabrik yang menghasilkan barang-barang konsumsi, akan mengalami pukulan keras, akan mengurangi atau membatalkan pesanan mereka untuk mesin-mesin, yang akan membawa penutupan tiba-tiba semakin banyak perusahaan yang bekerja dalam industri berat, akibatnya, pemberhentian kelompok pekerja yang lainnya, diikuti oleh kejatuhan baru dalam daya beli untuk barang-barang konsumsi, dengan konsekwensi penajaman dalam krisis di sektor industri ringan, yang kemudian akan menciptakan pemecatan baru, dsb.
Tetapi seketika sistem asuransi pengangguran yang efektif telah didirikan, efek kumulatif dari krisis diperkecil: semakin besar kompensasi pengangguran, semakin kuat efek memperlemahnya terhadap krisis.
Mari kita kembali kepada penggambaran terhadap awal mula krisis. Sektor yang membuat mesin-mesin mengalami overproduksi dan dipaksa untuk memberhentikan beberapa pekerjanya. Tetapi ketika jumlah kompensasi pengangguran kita sebutkan saja sebesar 60 persen dari upahnya, pemecatan tersebut tidak lagi berarti kehilangan total pendapatan bagi para pengangguran, tetapi hanya merupakan pengurangan sebesar 40 persen dari pendapatannya. Sepuluh persen pengangguran dalam sebuah negeri tidak lagi berarti kejatuhan keseluruhan dalam permintaan sebesar 10 persen tetapi hanya empat persen; 25 persen pengangguran sekarang berarti tidak lebih dari 10 persen kejatuhan dalam pendapatan. Dan efek kumulatif dari pengurangan tersebut (yang angka-angkanya dihitung dalam ilmu ekonomi akademik dengan menerapkan perkalian pada pengurangan tersebut dalam permintaan) akan juga dikurangi berkaitan dengannya; krisis tidak akan memukul sektor barang-barang konsumsi dengan keras, sektor barang-barang konsumsi oleh karena itu akan memberhentikan jauh lebih sedikit pekerja, sektor tersebut akan mampu untuk melanjutkan beberapa pesanannya untuk mesin-mesin, dsb. Secara singkat, krisis tidak meluas dalam bentuk spiral; krisis tersebut “dihentikan” di pertengahan jalan. Kemudian krisis tersebut mulai dipecahkan.
Apa yang sekarang kita sebut dengan “resesi” hanyalah sebuah krisis kapitalis klasik yang telah diredakan, terutama dengan memakai asuransi sosial.
Dalam buku saya berjudul Teori Ekonomi Marxis, saya menyebutkan data mengenai resesi Amerika terakhir yang secara empiris menegaskan analisa teoritis tersebut. Faktanya, menurut angka-angka tersebut, menunjukan bahwa resesi tahun 1953 dan 1957 mulai dengan ketajaman ekstrim dan memiliki luas yang sebanding dalam setiap hal dengan krisis paling parah dari kapitalisme dimasa lalu (1929 dan 1938). Tetapi bertentangan dengan krisis pra perang dunia kedua tersebut, resesi pada tahun 1953 dan 1957 berhenti meluas setelah beberapa bulan tertentu, sebagai akibat dihentikan dipertengahan jalan, kemudian mulai surut. Kita sekarang telah memahami salah satu penyebab pokok dalam perubahan dari krisis menjadi resesi.
Dari titik pandang distribusi pendapatan nasional antara kapital dan kerja, ukuran anggaran militer yang semakin membesar memiliki efek berlawanan terhadap kenaikan serupa dalam “upah yang ditunda”, karena dalam setiap kasus sebagian dari “upah yang ditunda” selalu berasal dari pembayaran tambahan oleh para borjuasi. Tetapi dari titik pandang efek antisiklusnya, ukuran anggaran militer yang semakin membesar (dari pengeluaran publik secara umum) dan ukuran asuransi sosial yang semakin membesar memainkan peran yang identik dalam “meredam” kerasnya krisis, dan memberikan neokapitalisme salah satu aspek khususnya.
Permintaan agregat dapat dibagi menjadi dua kategori: permintaan untuk barang-barang konsumsi dan permintaan untuk barang-barang produksi (mesin-mesin dan peralatan). Ekspansi dalam dana jaminan sosial membuat kemungkinan untuk menghindari kejatuhan ekstrim dalam belanja (dalam permintaan) untuk barang-barang konsumsi setelah pecahnya krisis. Ekspansi dalam belanja publik (terutama sekali dalam belanja militer), membuat kemungkinan untuk menghindari kejatuhan ekstrim dalam belanja (dalam permintaan) untuk barang-barang produksi. Demikian, ciri khusus neokapitalisme beroperasi dalam kedua sektor, tidak dalam menekan kontradiksi kapitalisme – krisis terjadi seperti yang sebelumnya pernah terjadi, kapitalisme belum menemukan cara untuk memastikan sebuah pertumbuhan yang sedikit banyak harmonis dan tidak terinterupsi – tetapi dalam mengurangi luas dan keseriusan kontradiksi tersebut, setidaknya sementara.
Kerangka kerja untuk proses ini harus merupakan periode jangka panjang dari pertumbuhan yang dipercepat tetapi dengan biaya inflasi permanen. — Bersambung ke Bagian 21
Pingback: Pengenalan Kepada Teori Ekonomi Marxis – Bagian 19 – Westpapuanews.Org